Perjuangan Islam, HMI dan AM Fatwa

Sabtu, 28 Agustus 2021 | 17:21 WIB
0
169
Perjuangan Islam, HMI dan AM Fatwa
Dua Buku (Koleksi Iswekke)

Dengan selesainya pemilihan mide formateur, selesai sudah Kongres XXV HMI 2006. Hujan yang mengguyur Sudiang sepagi itu, mendesakkan langkah yang tak jauh bagi para peserta dan warga HMI untuk sebagiannya melaksanakan salat subuh di pelataran arena utama kongres.

Begitu subuh selesai disempurnakan, sesi terakhir kongres adalah penutupan. Wakil Ketua MPR RI, AM Fatwa, hadir untuk menutup kongres.

Itu potret kenangan kedua bersama dengan beliau.

***

Sebelum itu, pada tahun 2000 ketika beliau menjabat Wakil Ketua DPR RI, saya bertemu di ruangannya. Saya sementara mempersiapkan diri untuk menjalani tes bahasa Inggris, TOEFL.

Untuk masa tersebut, biaya mengikuti tes sangat mahal. Walau sekarang juga tetap pada harga yang sama, namun mahalnya tetap. Tidak lagi pakai sangat.

Sayapun dapat mengikuti tes tersebut. Diantaranya mendapatkan bantuan pembiayaan dari beliau.

Sebelum itu, saya tak begitu kenal. Hanya saja, kata kawan “dia orang Bone”. Kata kawan saya lagi, “AM itu singkatan dari Andi Mappetahang”.

Sayapun memberenikan diri bersilaturahmi. Mengemukakan hajatan saya untuk studi lanjut ke pascasarjana.

Usai silaturahmi, saya ketiban buahnya. Diberikan bantuan untuk pembayaran ujian.

***
Dalam sebuah acara partai, saya melihat pengumuman bahwa AM Fatwa akan datang. Seingat saya bahwa beliau masa itu masih bergabung dengan PAN. Dalam kesempatan terakhir, beliau justru berpindah menjadi anggota DPD.

Sayapun memberanikan diri datang. Setakat akan menyampaikan terima kasih. Saya ingat kalimat saya pada kesempatan itu. “Puang, terima kasih. Saya sudah selesai doktor sekarang. Sayapun sudah kembali ke tanah air. Memilih bekerja sebagai dosen”.

Beliau tersenyum, dan menjawab “semoga tetap sehat dalam bekerja”.

***

Hanya tiga kenangan itu, tak lebih. Sampai beliaupun mangkat, belum mendapatkan kesempatan bertemu lagi.

Justru senyampang menunggu bertemu teman hari ini, saya ke toko buku.

Diantara jejeran buku, saya menemukan buku berjudul “Surat-surat Politik A.M. Fatwa”. Begitu pula dengan buku dengan judul “Meretas Peneguhan Otentitas Perjuangan HMI”.

Keduanya saya pilih dan segera berpindah tangan. Siap untuk dibaca. Sebelum itu, saya meminta kepada pegawai toko buku untuk disampul plastik.

Dua hal yang berbeda tentunya, HMI dan allahuyarham A.M. Fatwa.

Walau di awal ketikan ini, ada momentum dimana menemukan sosok A.M. Fatwa dalam perhelatan “politik” HMI.

Beliau hadir dan juga memberikan sambutan, sekaligus “pesan”.

Setelah menelusuri biografi beliau, secara khusus menuliskan pengalaman ber-HMI sejak 1960 ketika duduk di bangku kuliah pada jenjang sarjana muda.

Bahkan beliau mengemban amanah sebagai pengurus, hingga ke tingkatan pengurus besar.

Pada sosok A.M. Fatwa adalah sebuah gambaran mozaik dimana zaman menjadi penentu perjuangan.

Pada masa Orde Baru, justru allahuyarham menjadi tahanan politik. Begitu Orde Baru tumbang, justru A.M. Fatwa menjadi politisi.

Duduk di kursi parlemen, sampai akhir hayatnyapun tetap di senayan. Dengan posisi yang berbeda-beda.

“Politisi hanyalah pekerjaan sambilan”, kata beliau. Justru pekerjaan tetapnya adalah muballigh.

Sebelum masuk penjara, sampai 1979 beliau adalah ketua umum Koordinasi Dakwah Islam (KODI).

Sekeluarnya dari penjara, tetap saja menjadi bagian dari dai. 1996, menjabat sebagai ketua Korps Muballigh Jakarta.

***

Sisi HMI yang lain, juga adalah kaitan dengan dakwah. Walau kesan HMI sekarang ini lebih kepada urusan politik. Tapi, itu hanya kesan saja.

Sejatinya, ketika HMI didirikan ditujukan untuk mempertinggi derajat umat Islam. Untuk sampai ke situ, maka jalan yang dapat ditempuh adalah dakwah.

Pergulatan dakwah HMI sejak awal. Termasuk berdirinya Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam. Dimana menjadi lembaga kekaryaan. Kini disebut lembaga profesi.

Dalam publikasi, pertama Gerakan Himpunan Mahasiswa Islam dalam Pemikiran dan Dakwah di Indonesia (Wekke, Sitompul, & Afkari, 2016).

Kedua, Intelektual Mahasiswa Islam (Afkari, & Wekke, 2018) dapat ditemukan bagaimana HMI senantiasa menjadikan aktivitasnya yang menggunakan pendekatan dakwah.

Walaupun, lagi-lagi tidak dapat terhindarkan kesan bahwa HMI kini berorientasi pada kekuasaan semata (Sidratahta Mukhtar, 2006).

***

Mengetikkan catatan-catatan ini sesore. Sembari membuka lembaran dua buku yang ada. Hanya sebagai pengantar membaca. Dimana ketika menggenggam kedua buku ini, justru ingatan akan A.M. Fatwa mengiringi bacaan keduanya.

Bagi allahuyarham A.M. Fatwa, alfatihah.