Bupati Nganjuk Tersandung Gratifikasi Jual-beli Jabatan, Disusul Pengadaan Alkes?

Dari jejak digital disebutkan, Novi Rahmah Hidayat diusung oleh PKB, Partai Hanura, dan PDIP dalam Pilkada Nganjuk 2018.

Sabtu, 15 Mei 2021 | 19:24 WIB
0
190
Bupati Nganjuk Tersandung Gratifikasi Jual-beli Jabatan, Disusul Pengadaan Alkes?
Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat. (Foto: Kompas.com)

Bupati Nganjuk, Jawa Timur, Novi Rahman Hidayat yang selama ini dikenal dermawan dan dekat dengan rakyat diamankan tim Satuan Tugas (Satgas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (10/5/2021), dini hari.

Ia diamankan bersama sejumlah orang lainnya terkait kasus dugaan suap jual-beli jabatan di lingkungan Pemkab Nganjuk. Novi Rahman Hidayat adalah Bupati Nganjuk periode 2018-2023.

Novi juga tercatat menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jatim periode 2021-2026. Sebelum menjabat Bupati Nganjuk, karier Novi Rahman cukup moncer sebagai pengusaha.

Novi tercatat pernah menjadi Kepala Wilayah KSP Tunas Artha Mandiri Jatim (2003-2005); Direktur HRD KSP Tunas Artha Mandiri (2005-2007); Direktur Utama Tunas Artha Mandiri (2007-2016).

Kemudian, Ketua Bidang Strategi Pengembangan Bisnis KSPPS Tunas Artha Mandiri (2016-2018); Presiden Direktur PT Putra Tunas Artha Mandiri Group (2006-2017); Direktur Utama PT Putra Tunas Artha Mandiri Group (2008-2018);

Komisaris Utama PT BPR Tunas Artha Jaya Abadi (2009-2018).  Tak hanya itu, Novi juga pernah menjabat sebagai Komisaris Bidang Pengembangan Bisnis PT Tunas Terafulk Line (2010-2018); Ketua Umum KSU Kembang Wijaya Kusuma (2008-2018);

Komisaris Utama PT Putra Mandiri Real Estate (2008-2018); Komisaris Utama PT Putra Mandiri Plastik (2008-2018); Komisaris Utama PT Putra Mandiri Sawit (2011-2018); serta Direktur Utama PT Putra Mandiri Jaya (2006-2018).

Pria kelahiran Nganjuk tersebut menjabat sebagai Bupati Nganjuk sejak 24 September 2018. Ia terpilih sebagai Bupati Nganjuk menggantikan Taufiqurrahman. Taufiqurrahman juga pernah ditangkap oleh KPK terkait kasus rasuah.

Dari segi pendidikan, Novi Rahman merupakan magister (S2) lulusan Universitas Islam Kadiri tahun 2006. Sebelumnya, dia lulus sebagai sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Islam Balitar pada 2005.

Novi Rahman diduga menerima suap terkait jual-beli jabatan di wilayahnya. Novi Rahman disebut menetapkan tarif bagi jajarannya untuk mendapatkan jabatan. Ratusan juta rupiah disita oleh KPK sebagai barang bukti.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri membenarkan terkait OTT tersebut. “Informasi yang kami terima, benar ada kegiatan tangkap tangan di wilayah Jawa Timur,” kata Ali Fikri. Novi Rahman sendiri memiliki harta kekayaan Rp 116 miliar.

Dia memiliki tiga unit mobil. Berdasarkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang tercatat di KPK, total hartanya itu berjumlah Rp 116.897.534.669 (Rp 116 miliar).

Harta tersebut terdiri dari tanah dan bangunan, alat transportasi dan mesin serta harta lainnya. Di garasinya, Novi Rahman tercatat memiliki tiga unit mobil. Pertama adalah Toyota Harrier 2.4L 2WD AT tahun 2005 senilai Rp 346,5 juta dengan hasil sendiri.

Tidak hanya itu, ia juga memiliki mobil ikonik Suzuki SJ410 Katana. Suzuki Katana tahun 2006 yang diperoleh dari hasil sendiri itu memiliki nilai Rp 67,5 juta. Terakhir, Novi Rahman memiliki mobil besar Toyota Hiace 2.5 MT tahun 2011.

Mobil itu juga diperoleh dari hasil sendiri dengan nilai Rp 350 juta. Adapun total kendaraan milik Novi Rahman diperkirakan senilai Rp 764 juta.

Harta Bupati Nganjuk paling banyak adalah tanah dan bangunan. Novi Rahman memiliki 32 bidang tanah yang tersebar di sejumlah daerah seperti, Nganjuk, Kediri, Jombang, Surabaya hingga di Jakarta Selatan dengan nilai total Rp 58.692.120.000 (Rp 58 miliar).

Melansir Kompas.com, Rabu (12/05/2021, 05:59 WIB), tujuh tersangka telah diumumkan Mabes Polri terkait kasus jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Selasa (11/5/2021).

Mereka adalah Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat, Camat Pace Dupriono (DR), Camat Tanjungnaom Plt Camat Sukomoro Edie Srijato (ES), dan Camat Berbek Haryanto (HY). Kemudian Camat Loceret Bambang Subagio (BS), mantan Camat Sukomoro Tri Basuki Widodo (TBW), dan Ajudan Bupati Ngajuk M Izza Muhtadin.

“Bupati Nganjuk NRH, ini telah menerima hadiah atau janji terhadap pengisian jabatan di lingkungan Pemkab Nganjuk,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, dalam tayangan Kompas TV, Selasa (11/5/2021).

Penetapan ini merupakan hasil dari OTT penyidik KPK dan Bareskrim Polri terhadap Novi Rahman Hidayat dua hari sebelumnya, Minggu (9/5/2021).

Dalam penangkapan ini, penyidik KPK-Polri menyita uang Rp 647,9 juta dari brankas di kediaman Novi Rahman. Selain itu, penyidik juga menyita 8 handphone, buku tabungan, dan sejumlah dokumen milik para tersangka.

Akibat perbuatannya, para tersangka terancam hukuman pasal berlapis dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Adapun ancaman hukum pidana itu meliputi Pasal 5 Ayat (1) Huruf A atau B dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda Rp 50 juta sampai Rp 250 juta.

Kemudian Pasal 11 dengan pidana dengan hukuman penjara paling 5 tahun dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.

Selanjutnya, Pasal 12B dengan penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Dalam pemeriksaan, Novi Rahman diduga mematok harga jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Nganjuk senilai Rp 2-50 juta untuk posisi kepala desa hingga kecamatan. Semakin tinggi posisi jabatan, maka patokan nilainya pun kian meningkat.

Uang-uang tersebut diberikan ke Bupati Nganjuk lewat ajudan M. Izza Muhtadin. Kendati demikian, penyidik masih terus mendalami terkait patokan nilai harga jual beli jabatan itu. Termasuk akan mengroscek penggunaan uang dari jual beli jabatan itu.

Bareskrim Polri sedang mendalami dari pemeriksaan Bupati ke tersangka lain, ini sudah berapa lama berlangsung. Bareskrim Polri juga mendalami dugaan adanya aliran dana ke partai politik maupun petingginya dalam kasus ini.

Dari jejak digital disebutkan, Novi Rahmah Hidayat diusung oleh PKB, Partai Hanura, dan PDIP dalam Pilkada Nganjuk 2018. Ia berpasangan dengan Marhaen Djumadi. Saat ini belum bisa dipastikan dari partai politik mana Novi Rahman berasal.

Sebab, PKB maupun PDIP tak mengakuinya sebagai kader. Sekretaris Gerakan Sosial dan Kebencanaan DPP PKB Luqman Hakim mengirimkan video berisi pernyataan Novi Rahman yang mengaku sebagai kader PDIP.

Sementara itu, Ketua DPP PDI-P Djarot Saiful Hidayat menampik pernyataan Novi Rahman dalam video itu. Ia mengatakan, Novi Rahman bukan kader PDI-P. “Bukan anggota dan tidak ber-KTA PDI Perjuangan,” ujar Djarot kepada Kompas.com, Senin.

Menurut Djarot, yang merupakan kader PDIP adalah Wabup Nganjuk, Marhaen Djumadi. Ia menuturkan, Marhaen merupakan salah satu Wakil Ketua DPD PDIP Jatim.

Surat Warga

Jauh hari sebelum Novi Rahman ditangkap Satgas KPK, seorang warga Nganjuk mengirim surat yang ditujukan ke Bupati Nganjuk dengan tembusan KPK, Kejagung, Kapolri, dan Kapolda Jatim. Berikut petikannya.

Kami sebagai warga masyarakat NU Nganjuk, sangat mendukung komitmen Bupati Bapak Novi Rahman Hidayat yang sangat bagus untuk memajukan Kabupaten Nganjuk.

Khususnya terhadap masalah kesehatan di Kabupaten Nganjuk, berharap agar Bapak selaku Aparat Penegak Hukum mampu bertindak tegas atas penyelewengan yang terjadi, khususnya di permasalahan Kesehatan.

Pertama, terbengkalainya peralatan medis nilainya miliaran rupiah (sekitar Rp 21 miliar) atas pembelian peralatan Cateterisasi Jantung dan ruangan yang sudah disiapkan di Lantai 3 (di atas gedung Poliklinik Jantung).

Alat tersebut telah dibeli dengan anggaran DAK/APBN tahun 2016. Hingga kini alat tersebut belum sama sekali dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat Kabupaten Nganjuk.

Berapa besar kerugian yang diakibatkan oleh perencanaan dan pengadaan oleh RS serta peran Dinas Kesehatan yang tidak mampu mengendalikan dan memantau pelaksanaan pelayanan kesehatan di RSUD Nganjuk.

Belum lagi pengadaan beberapa peralatan baru (2018-2019) yang tidak atau belum berfungsi seperti alat Autoclave senilai sekitar Rp 2 miliar di Instalasi Pengelolaan Limbah RS.

Kedua, permasalahan lainnya di RSUD Kertosono terjadi penerimaan karyawan yang sifatnya Tenaga Harian Lepas (THL) sejumlah sekitar 70 orang pegawai yang direkrut oleh pejabat RSUD Kertosono tahun 2019-2020 tanpa sepengetahuan Bupati.

Bahkan, isu yang berkembang mereka para THL tersebut dimintai sejumlah uang Rp 60-80 juta per orang untuk bisa diterima sebagai THL.

Belum lagi ada sejumlah 11 Dokter Spesialis yang akan diterima, dan juga sebagian sudah dimintai sejumlah uang, serta terjadi jual-beli jabatan untuk bisa diangkat sebagai Kepala Ruangan atau pindah ke unit pelayanan yang diinginkan dengan membayar Rp 15 juta per orang.

Dinas Kesehatan selaku Penanggung Jawab di Bidang Kesehatan seharusnya mampu mengendalikan Program Pembangunan mulai dari Puskesmas hingga RS. Namun pada kenyataannya justru membimbing ke jalan yang tidak benar.

Ditandai dengan sejumlah informasi tentang pemotongan nilai Kapitasi sekitar 5% dari masing-masing Puskesmas melalui dalih adanya Forum Komunikasi Kepala Puskesmas.

Di Nganjuk, pengadaan alat kesehatan yang puluhan juta sulit walaupun diperlukan. Tapi kalau harga Ratusan Juta atau Miliaran, malah lebih cepat. Ada apa? Pembangnan Rehab tidak menggunakan prosedur yang benar (lelang) tapi penunjukan langsung.

Demikian curahan dan laporan kami sebagai warga masyarakat yang minta keadilan dan pembenahan di agar Nganjuk benar-benar bisa lebih maju dan bermartabat, Terima kasih atas perhatiannya.

***