Harian Kompas ibarat gadis malang yang pernah dicampakkan, kini gadis itu tumbuh jelita dan membuka mata orang-orang yang pernah mencampakkannya. Ternyata gadis itu sangat jelita, anggun, dan baik hati. Kini orang-orang yang pernah mencampakkannya berbalik memuja, mendekati dan berharap mendapatkannya lagi.
Demikian gambaran "nasib" Harian Kompas yang kemarin merilis hasil survei Litbang Kompas mengenai tingkat elektabilitas dua pasangan capres-cawapres. Pasangan Jokowi-Makruf Amin dengan elektabilitas 49,2% dan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dengan elektabiltas 37,4%.
Banyak yang terkaget-kaget dengan hasil survei Litbang Kompas ini. Ada yang senang dan ada yang tidak senang dengan menghembuskan isue-isue politik tertentu.
Bagi pasangan nomor urut 02 tentu hasil survei Litbang Kompas menjadi penyemangat dan sesuatu yang menggembirakan. Karena selisihnya semakin kecil dan kemungkinan selisihnya bisa dibawah satu digit. Padahal selama ini pasangan nomor urut 02 tidak percaya dengan lembaga survei. Karena dituduh memihak kepada petahana.
Bahkan Prabowo Subianto yang notabene sebagai capres tidak percaya dengan lembaga survei karena bisa dibeli dan dipesan. Ia hanya percaya pada survei internal. Tapi dengan hasil survie Litbang Kompas kubu nomor 02 mulai percaya dengan survei tersebut, karena hampir mirip dengan hasil survei internal mereka. Mudah-mudahan Kompas bisa menjadi petunjuk bagi mereka.
Tapi bagi pasangan nomor urut 01 atau petahana, hasil survei Litbang Kompas ini menjadi sesuatu yang mengagetkan dan mengkhawatirkan. Karena elektabilitas nomor urut 02 semakin mengejar atau membuntuti. Apalagi selama ini pendukungnya meyakini hasil banyak lembaga survei yang merilis hasil surveinya dan selisihnya mencapai dua digit atau 20%.
Dan pendukungnya merasa tidak terima dengan hasil survei Litbang Kompas ini. Mereka mulai menghembuskan tuduhan bahwa Kompas sekarang sudah tidak independen dan condong ke pasangan nomor urut 02. Dan menyajikan foto kedekatan pimpinan Kompas dengan Prabowo Subianto.
Inilah gambaran masyarakat atau pendukung dalam menyikapi hasil survei elektabilitas capres-cawapres.
Menurut opini pribadi, Litbang Kompas adalah termasuk lembaga survei yang tingkat akurasinya tinggi dan kredibel. Karena Kompas mempunyai jaringan, modal dan SDM yang mumpuni. Bahkan Litbang Kompas termasuk konsevatif dalam melakukan survei. Dalam perhitungan cepat hasil pilkada atau pilpres Litbang Kompas termasuk akurasinya mendekati hasil KPU.
Tetapi ada sesuatu yang menarik dalam survei Litbang Kompas. Selain merilis hasil elektabilitas yaitu Jokowi-Makruf Amin (49,2%) dan Prabowo-Sandiaga Uno (37,4%) serta pemilih yang belum menentukan pilihan atau rahasia mencapai 14,3%, Litbang Kompas juga merilis simulasi ekstrapolasi elektabilitas dengan asumsi pemilih 13,4% yang belum menentukan sudah terbagi secara proporsional ke kedua pasangan capres-cawapres.
Hasil simulasi ekstrapolasi elektabilitas Jokowi-Makruf Amin (56,8%) dan Prabowo-Sandiaga Uno (43,2%).
Inilah menariknya survei Litbang Kompas, karena selama ini jarang menampilkan simulasi ektsrapolasi elektabilias dalam setiap merilis hasil surveinya.
Kenapa Litbang Kompas merilis dua elektabilitas, satu elektabilitas dengan menyisakan pemilih rahasia atau belum menentukan pilihan dan satu elektablitas yang semua dianggap sudah menentukan pilihan?
Di sinilah pintarnya lembaga survei, tidak hanya Litbang Kompas tetapi hampir semua lembaga survei bermain di wilayah aman atau terkadang menjadi wilayah abu-abu. Semua itu mereka lakukan demi menjaga marwah lembaga survie masing-masing.
Seperti survei Litbang Kompas, seadainya nanti yang menang dalam pilpres nomor urut 02, maka pihak Litbang Kompas bisa berdalih atau membuat alibi: "Kan berdasarkan survei Litbang Kompas trend pasangan 02 sudah terlihat mengejar elektabilitas pasangan 01 dan ternyata sisa waktu sebulan ini pasangan 02 bisa mengejar dan menyalib di menit-menit akhir pencoblosan".
Tetapi kalau nanti yang menang pilpres 01, maka jawaban Litbang Kompas akan mengacu pada simulasi ekstrapolasi elektabiltas. Jadi mereka sudah punya atau menyiapkan dua jawaban kalau nanti yang menang,baik pasangan nomor 01 atau 02.
Beda dengan lembaga survei asing seperti Roy Morgan Research (Australia) atau Nomura Research Institute (Jepang).Dua lembaga asing ini kalau merilis hasil survei tidak seperti lembaga survie lokal. Lembaga survei lokal dalam melakukan survei sering menyisakan pemilih yang belum menentukan pilihan atau masih rahasia.
Sedangkan lembaga survei asing dalam merilis hasil surveinya tidak menyisakan pemilih yang belum menentukan pilihan. Semua dianggap sudah menentukan pilihannya masing-masing. Dan lembaga survei asing tidak bermain wilayah abu-abu atau wilayah aman. Karena lembaga survei asing untuk kebutuhan pasar modal atau para investor atau bisnis yang ingin menanamkan atau menempatkan dananya pada suatu negara.
Dalam rilis survei Roy Morgan,elektabilitas Jokowi-Makruf Amin (58%) dan Prabowo-Sandiaga Uno (42%). Kalau melihat hasil survie Roy Morgan dengan Litbang Kompas simulasi ekstrapolasi elektabilitas tidak berbeda jauh atau masih dalam batas toleransi atau margin of error.
Ada juga survei dengan metode memantau lewat percakapan di medsos yang bisa untuk mengukur tingkat elektabilitas pasangan capres-cawapres. Bahkan hasilnya lebih akurat dibanding lembaga-lembaga survei yang lain. Namayanya "PoliticaWave".
Menurut PoliticaWave elektabilitas Jokowi-Makruf Amin (56%) dan Prabowo-Sandiaga Uno (43%). Hasilnya tidak beda jauh dengan survie Litbang Kompas simulasi ekstrapolasi elektabilitas.
Jadi untuk pendukung Jokowi-Makruf Amin jangan terlalu panik dalam menyikapi hasil rilis lembaga-lembaga survei. Dan jangan menghembuskan isue-isue yang tidak benar, jangan sampai pendukung Jokowi-Makruf nanti menggantikan pendukung 02 terhadap kebencian kepada Kompas. Kalau sampai ini terjadi sama saja atau sebelas dubelas.
Untuk pendukung Prabowo-Sandiaga Uno mulailah mempercayai dan menyukai Kompas, siapa tahu bisa menjadi petunjuk dan jalan kebenaran dalam mempercayai suatu survei. Kompas bukan "Komando Pastor" seperti selama ini ia pahami atau artikan. Karena Kompas yang memberi nama atas saran Bung Karno sebagai penunjuk arah.
Memang pilpres 2019 ini adalah "Dejavu" dengan pilpres 2014 yang selalu mengejar dimenit-menit akhir, mirip seperti Motor GP kalau tidak hati-hati bisa disalib dimenit-menit akhir.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews