Nama Allen Welsh Dulles adalah sosok yang tak asing di Amerika Serikat. Bagaimana tidak, sosoknya terbilang sangat berpengaruh pada era Presiden Dwight Eisenhower dan John F. Kennedy. Maklum, ia pernah menjadi pimpinan Central Intelligence Agency (CIA) di era dua presiden tersebut. Bahkan ia tercatat sebagai orang sipil pertama yang dipercaya untuk memimpin sebuah lembaga intelijen.
Ia memiliki latar belakang pendidikan di Princeton University, dan juga menyandang gelar LLB (Bachelor in Laws and Legislation) dari George Washington University. Kehebatannya, meskipun berlatar belakang sipil, bekerja sebagai pengacara, namun pikiran-pikiran dan tenaganya pernah sangat mewarnai AS.
Maklum, jebolan George Washington University. Banyak nama yang lahir dari kampus tersebut yang mampu membawa pengaruh besar, tak terkecuali di Indonesia. Amien Rais, meskipun kini sudah sepuh, namun hingga kini juga masih terbilang sangat berpengaruh.
Lha, apa hubungannya Allen Dulles dengan Amien Rais? Ya, Amien Rais sendiri, sedikitnya, juga sempat bersinggungan dengan kampus yang pernah jadi tempat belajar bos besar CIA tersebut. Bedanya, jika Dulles hanya meraih gelar sarjana di sana, Amien Rais menjalani post-doktoral. Cukup elite, bukan?
Kesamaan keduanya di sisi lain adalah sama-sama juga sempat bersinggungan dengan Freeport. Di luar itu, beberapa sumber juga menyebutkan bahwa Dulles sendiri punya pengaruh di balik tumbangnya John F. Kennedy, presiden yang juga mengangkatnya pada 10 November 1960 sekaligus memecatnya pada 29 November 1961.
Gara-garanya, Dulles sempat membuat Kennedy berang karena peristiwa Teluk Babi yang tenar dengan istilah The Bay of Pigs Invasion yang dilakukan untuk menumbangkan Fidel Castro, Presiden Kuba. Kennedy meyakini bahwa CIA di bawah Dulles terlibat dalam peristiwa itu, dan Dulles sendiri ditengarai sebagai penyandang dana dan memberikan pelatihan terhadap paramiliter bernama Brigade 2506.
Pemecatan Dulles sendiri bukan semata-mata karena terlibat sejauh itu, namun juga karena pasukan Castro mampu dengan mudah mengobrak-abrik pasukan yang ditunggangi Dulles. Menurut salah satu sumber, ini dilakukan hanya dalam waktu tiga hari, dan muka AS tercoreng hingga berujung pemecatan Dulles sendiri.
Belakangan, seperti tercatat di buku A Thousand Days-na Arthur M. Schlesinger, Kennedy sendiri sempat bercerita tentang alasan pemecatan tersebut. Menurutnya, keputusannya tetap memberikan kepercayaan kepada Dulles sepeninggal Eisenhower adalah sebuah kesalahan serius.
Masalahnya, kata Kennedy, karena Dulles terlalu luar biasa baginya. "(Saya) sulit untuk bekerja dengan orang yang luar biasa," katanya.
Di sisi lain, sosok Dulles juga punya jejak di Indonesia, terutama terkait Papua Barat. Bahkan Dulles sempat bersitegang dengan Dulles. Jika Kennedy sendiri menginginkan Soekarno harus tetap menjadi presiden, Dulles justru membantah dan ia meyakini bahwa misi negaranya takkan berjalan jika Soekarno tetap bertahta.
Ia bisa mendebat keras Kennedy lantaran ia merasa jauh lebih mengenal Indonesia dibandingkan presidennya tersebut. Maklum, ada catatan yang menyebutkan bahwa Dulles sudah bersinggungan dengan Indonesia dari sebelum Perang Dunia Kedua dimulai.
Terlepas di sisi lain, persinggungan awal Dulles dengan Indonesia jauh sebelum ia memimpin CIA, melainkan saat masih berkarier sebagai pengacara. Namun kiprahnya sebagai pengacara tidak main-main, lantaran Dulles terkenal sebagai pengacara paling hebat dengan pengaruh hingga Eropa.
Ketika Rockefeller bekerja sama dengan Belanda untuk dapat menggarap minyak dan gas, Dulles berperan besar agar dapat masuk ke Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda. Hanya ketika perusahaan itu ingin menyasar tambang emas, keberadaan Soekarno dianggap sebagai penghalang untuk mengeruk kekayaan di Papua, walhasil Dulles bersikeras menyingkirkannya.
Greg Poulgrain, penulis buku "The Incubus of Intervention Conflicting Indonesia Strategies of John F Kennedy and Allen Dulles" pun sempat merekam andil Dulles di tengah banyak intrik hingga Soekarno Tumbang dan Kennedy sendiri terbunuh.
Lalu Amien?
Ya, Amien Rais sendiri pun terkenal sebagai sosok yang hampir selalu mewarnai perjalanan Tanah Air, terutama sejak Soeharto tumbang dan ia makin melebarkan sayapnya di ranah politik. Memiliki partai sekelas PAN, membuat sepak terjangnya semakin diperhitungkan.
Persoalannya, ia pun terkenal gegabah. Sebut saja di awal reformasi ketika ia menentang Megawati mati-matian, dan menempatkan KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagai presiden. Setelahnya, ia pun punya andil sangat besar dalam melengserkan Gus Dur.
Apa yang ia tampilkan, cenderung memperlihatkan kegemarannya mengutak-atik hingga membuat ranah politik lebih kental dengan intrik alih-alih bisa mendatangkan sesuatu yang lebih baik.
Itu juga masih dipamerkannya ketika kini ia telah berusia sepuh. Alih-alih menjadi bapak bangsa yang bisa menjadi teladan, dan memberikan inspirasi lebih baik, namun ia justru menjadi salah satu yang sibuk menciptakan keriuhan.
Lihat saja bagaimana ia menarasikan Pemilihan Umum layaknya Perang Badar, hingga kontestasi Pilpres layaknya jihad. Apa yang dihasilkan dari sepak terjangnya, tak lain hanya keriuhan dan gonjang-ganjing. Satu sama lain saling bergesekan, dan terbilang rentang melahirkan konflik.
Ini yang acap saya pribadi tercenung. Apakah jangan-jangan Amien sendiri terinspirasi sepak terjang Dulles?
Sebab jika ditelisik, apa yang ia sasar tak lain adalah mendepak orang yang tidak disukainya dari kursi kekuasaan dengan segala cara. Bahkan ia terkesan tak terlalu menggubris, apakah pekerjaannya ini benar-benar akan membawa dampak baik kepada negaranya, atau bahkan mengembalikan Indonesia ke tangan orang-orang yang sudah terkenal sebagai "lingkaran piranha".
Ya, seperti ikan di Amazon, yang mampu menyantap apa saja dalam waktu cepat. Punah!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews