Seharusnya PDIP bangga ada kadernya yang berprestasi, bisa meroket popularitasnya. Ini malah aneh PDIP seperti tidak senang ada yang melebihi prestasi anak dari ketua umumnya yang sedang menggadang-gadang bisa terpilih menjadi wakil presiden.
Mendengar kata kemlinthi, orang akan menghubungkan dengan kata yang berasal dari bahasa Jawa. Biasanya digambarkan pada orang yang terlihat sombong, kepedean dan susah dinasihati. Istilah itu sering ditujukan pada anak atau laki-laki laki dewasa.
"Dadi uwong Ojo Kemlinthi, mengko diantil wong kapok kowe!"(Jadi orang jangan kemlinthi, nanti dihajar orang kapok kamu)
Kalau boleh menebak ungkapan orang-orang PDIP mungkin mereka akan berkata begini;
“Kalau kamu nggak menganggap ibumu dan temanmu, lantas siapa yang hendak kau turuti nasihatnya. Gedhe ndase, sombong amat, mentang-mentang terkenal.”
Begitulah mungkin pemahaman saya pada petinggi PDIP (Tri Medya Panjaitan kalau tidak salah) itu yang sedang “merasa”kesal dengan Ganjar Pranowo, yang sering main medsos. Lantas apa salahnya Ganjar Pranowo, apa karena ia hanya tekun di media sosial tetapi rekam jejaknya sebagai gubernur yang mampu mengangkat ekonomi daerah Jawa Tengah diabaikan. Kalau Petinggi PDIP pusat menganggap Ganjar tidak berprestasi, kenapa bisa terplih dua kali.
Atau hanya karena anak kesayangan dan kebetulan mempunyai darah biru PDIP dan kebetulan kalah saingan karena elektabiltasnya masih dibawah kisaran 10 persen maka ada perasaan iri dan tidak pengin ada kadernya yang melebihi popularitas anak pimpinan PDIP?
Lantas menganggap Ganjar menjadi target dan musuh bersama. Saya sebagai orang awam politik masih bingung dengan pola pikir politisi. Saya pikir sejak dulu mungkin ada indikasi Ganjar sudah ancang-ancang mau mengincar kursi Presiden, tapi sejak awal Ganjar memang mempunyai kebijakan cukup nyeleneh untuk memacu pembangunan di Jawa Tengah. Secara nasional pencapaian Ganjar mungkin tidak se moncer DKI dan Jawa Barat. Jawa Tengah termasuk terkategori miskin dibanding beberapa provinsi lain di Jawa. Apalagi jika pembandingnya adalah DKI Jakarta.
Entah saya pikir apa yang dikatakan oleh petinggi PDIP karena sentimen atau tidak merasa bangga atas upaya Ganjar Pranowo memperkenalkan kinerjanya lewat media sosial. Wilayah Jawa Tengah itu luas, dan tidak semua bisa terjangkau dalam waktu cepat untuk menggenjot perekonomian masyarakat. Namun, di Era Ganjar menurut pandangan mata saya ketika pulang ke Magelang pesat pembangunannya terutama infrastruktur jalan. Dulu ketika saya jalan ke daerah perbukitan di sekitar Pakis, Pogalan, Tegal Rejo Magelang begitu sulit menempuh perjalanan karena belum banyak jalan aspal. Sekarang akses itu sudah terbangun dan hampir semua orang punya motor sehingga ketika saya mencoba naik angkot dari Muntilan ke daerah Sawangan, saya mulai kesulitan menemukan angkot yang bisa ngetem sampai sore. Hampir semua aktivitas penduduk dilakukan dengan mengendarai roda dua dan yang punya mobil juga semakin banyak.
Perekonomian cukup bagus dan tidak kesulitan menyusuri jalanan yang aspalnya sudah masuk ke daerah pedalaman. Lalu apakah Ganjar dilihat kemlinthi oleh seorang pejabat partai berlambang moncong putih itu karena ingin menghambat laju popularitas Ganjar yang harus bersaing dengan putra mahkota ketua PDIP Megawati Soekarno Putri.
Yang terlalu jumawa itu PDIP atau Ganjar? Menurut saya Ganjar Pranowo punya cara dalam mensosialisasikan kebijakannya. Dengan medsos ia bisa menerima keluhan, bisa menjangkau luas apa yang sebelumnya susah dilakukan oleh gubernur sebelumnya. Turun ke bawah mendengar, melihat dan menyaksikan masyarakatnya. Dengan bersepeda, lalu dimasukkan ke media sosial, dibuat komunikasi interaktif, diseleksi apa sih secara umum keluhan masyarakatnya.
Meskipun tidak semua bisa teratasi, tetapi usaha Ganjar itu sebenarnya merupakan representasi kebijakan yang maju. Kenapa harus takut media sosial kalau memang sebenarnya perlu di era sekarang. Bayangkan dibandingkan dengan pengeluaran membuat baliho yang jika dijumlahnya mencapai milyaran, bahkan ratusan milyar. Kalau untuk membuat konten, membangun jaringan medsos, malah jika viewernya lebih dari satu juta mendapat monetisasi dan dapat pemasukan. Uang dari medsos itu bisa digunakan untuk keliling, dengan cara komunikasi milenial.
Kemlinthi sih boleh saja asal dapat dipertanggungjawabkan. Bukan membela Ganjar tapi gaya Ganjar untuk menjangkau dan memantau keluhan masyarakat itu jauh lebih efektif daripada para petinggi PDIP yang tampaknya malah memamerkan politik iri hati. Susah kalau melihat orang lain sukses, senang ketika melihat orang lain kesusahan.
Seharusnya PDIP bangga ada kadernya yang berprestasi, bisa meroket popularitasnya. Ini malah aneh PDIP seperti tidak senang ada yang melebihi prestasi anak dari ketua umumnya yang sedang menggadang-gadang bisa terpilih menjadi wakil presiden siapaun calon presidennya, kecuali Ganjar Pranowo. Mereka tidak ingin ada matahari yang jauh lebih bersinar di partainya. Berani ngelunjak, habis karirmu di dunia politik.
Ah ada-ada saja trik partai politik Indonesia. Semoga PDIP cepat sadar.
"**
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews