Sejumlah pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan akan dirumahkan dengan hormat. Mereka diberhentikan karena ketahuan memiliki agenda politik dan diduga punya keterkaitan dengan organisasi terlarang. Sehingga wajar jika dipersilakan mundur, agar tak mencemari kinerja KPK.
Saat para pegawai KPK akan diangkat jadi aparatur sipil negara, mereka harus melalui 1 ujian, yakni tes wawasan kebangsaan. Sayang sekali dari banyak pegawai, ada 75 orang yang tak lolos, sehingga peluang untuk jadi ASN nyaris kecil. sebanyak 24 orang dari mereka masih bisa diangkat, dengan syarat harus mengikuti kedinasan tentang wawasan kebangsaan, sementara yang lain harus mundur teratur.
Ke-51 pegawai KPK tidak bisa diangkat jadi ASN, tetapi masih boleh bekerja sampai oktober 2021. Setelah itu mereka harus mundur atau pensiun dini, karena tidak lolos TWK dengan skor yang sangat rendah. Mereka diharap ikhlas untuk melepas pekerjaannya, karena kenyataannya gagal menjadi pegawai negeri.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan bahwa 51 pegawai tersebut gagal jadi ASN karena tidak bisa mengikuti pelatihan dan pembinaan lanjutan. Hal ini berdasarkan penilaian asesor. Dalam artian, keputusannya sangat obyektif dan valid. Karena asesor pasti sudah mempertimbangkannya secara matang dan prosesnya cukup lama.
Pernyataan dari Alexander Marwata menunjukkan bahwa penilaian tes wawasan kebangsaan sangat objektif. Apalagi soal tes tidak dibuat oleh Badan Kepegawaian Negara. Sehingga mustahil jika KPK campur tangan dalam pembuatannya. Juga, tidak ada subjektivitas dalam penilaian tes karena motif dendam pribadi dari salah satu petinggi KPK.
Alexander menambahkan, proses seleksi dari 75 orang jadi hanya 21 orang melalui pembicaraan yang berlapis-lapis. Dalam artian, tentu ada dilema tersendiri dari para petinggi KPK, karena bagaimanapun pegawai yang terpaksa dirumahkan adalah rekan kerja mereka juga. Namun mereka harus bekerja secara profesional sehingga dengan berat hati memutuskan hal itu.
Sebanyak 54 orang pegawai KPK yang tidak lolos memang terpaksa dirumahkan dan mereka harus legowo untuk menerima keputusan ini. Karena buktinya jika tidak lolos tes wawasan kebangsaan, berarti rasa cinta mereka kepada Indonesia masih kurang. Sehingga tidak bisa diangkat jadi aparatur sipil negara.
Sebaiknya mereka melakukan evaluasi mengapa sampai tidak lolos tes wawasan kebangsaan. Bisa jadi terseret arus pergaulan sehingga ikut-ikutan bergaul dengan orang yang ternyata simpatisan anggota organisasi teroris, atau ternyata memang dia diam-diam jadi penyandang dana organisasi terlarang.
Kemudian, bisa jadi penilaian pada 51 pegawai KPK yang tidak lolos itu berdasarkan media sosial mereka. Karena saat ini sangat mudah untuk membuat status atau tweet, dan jika mereka ketahuan sering memaki keputusan pemerintah atau bahkan me re-tweet akun buzzer politik, akan memberatkan penilaiannya. Mereka dianggap tidak setia pada negara dan bagai meludahi sumur sendiri, karena menghina negara yang memberi gaji.
Para pegawai yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan tidak usah kecewa berat lalu depresi, karena mereka masih berada di usia produktif. Cari saja pekerjaan baru di tempat lain, yang sesuai dengan ijazah dan skill mereka. Atau bisa saja banting setir jadi pengusaha dan malah menolong orang lain karena bisa membuka lapangan kerja baru.
Saat 51 pegawai KPK tidak diangkat jadi aparatur sipil negara, maka mereka tidak usah berkecil hati. Mereka harus mengundurkan diri dengan hormat, karena memang tidak lolos tes wawasan kebangsaan. Setelah itu, masih bisa bekerja sampai oktober 2021 dan purna tugas jadi pegawai KPK, dan melanjutkan kerjanya di tempat lain. (Muhamad Yasin)
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews