Tumbang di Tangan AHY, Daulat Moeldoko Lenyap!

Kamis, 1 April 2021 | 10:13 WIB
0
225
Tumbang di Tangan AHY, Daulat Moeldoko Lenyap!
Moeldoko dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) | Gambar: Tribunnews.com

Akhirnya, setelah melakukan proses pemeriksaan administrasi yang dipersyaratkan, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menyatakan keputusan resmi dan terbuka, bahwa hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Moeldoko ditolak oleh pemerintah.

Hal itu disampaikan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, lewat konferensi pers virtual kemarin, Rabu (31/3/2021).

Yasonna memaparkan, kelengkapan administrasi KLB Deli Serdang yang digelar pada Jumat, 5 Maret 2021 tidak terpenuhi.

"Dari hasil pemeriksaan dan/atau verifikasi terhadap seluruh kelengkapan dokumen fisik, sebagaimana yang dipersyaratkan masih ada beberapa kelengkapan yang belum dipenuhi. Dengan demikian, pemerintah menyatakan bahwa permohonan hasil Kongres Luar Biasa di Deli Serdang tanggal 5 Maret 2021 ditolak," kata Yasonna.

Yasonna melanjutkan, bilamana terdapat langkah susulan kubu KLB Deli Serdang, persoalan tersebut bukan lagi ranahnya Kemenkumham, dan tidak akan diproses. Misalnya ketika ada sengketa soal anggaran dasar partai politik, maka sudah menjadi urusan pengadilan.

"Dengan dokumen yang ada, tentunya tidak mungkin lagi (diproses). Dengan peristiwa yang kita sudah teliti, tidak memenuhi. Kalau nanti mau dibuat yang lebih memenuhi, itu bukan urusan kami. Ada argumentasi yang disampaikan kepada kami, cukup, apa, bahwa menurut anggaran dasar begini. Begini bertentangan dengan Undang-undang Partai Politik, itu silahkan. Diuji bukan di tempat kami, di pengadilan saja, di luar ranah kami," sambung Yasonna.

Tentu mendengar keputusan Kemenkumham dan paparan Yasonna, menjadi bukti bagi publik jika pemerintah dalam memproses masalah Partai Demokrat, telah bersikap profesional dan tidak memihak, meskipun Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB adalah Moeldoko, yang notabene pejabat penting pemerintah, yakni selaku Kepala Kantor Staf Presiden (KSP).

Maknanya, Moeldoko dan kawan-kawan nyata tidak berhasil memanfaatkan "kekuatan istana" - kalau betul ada pemikiran seperti itu - sebagai peluang untuk mendapatkan perhatian dan keberpihakan. Dan memang seharusnya tidak boleh terjadi demikian.

Maka dari itu, kisah KLB Deli Serdang mestinya bisa dijadikan bahan renungan dan pembelajaran oleh mereka yang berkecimpung di dunia politik, ataupun mereka yang hendak terjun ke dalamnya.

Berpolitik wajib menjunjung tinggi aturan, nilai-nilai moral, dan norma kesopanan. Namanya saja politik, termuat kata dasar "polite", yang berarti "sopan". Tidak boleh menghalalkan segala cara.

Jadi, kesopanan rupanya asas dasar berpolitik, bukan berlandas pada kehendak pribadi maupun kelompok; di antaranya ego, kekuasaan, sumber daya, dan sebagainya.

Politik sejatinya berkewajiban menciptakan peradaban baru yang lebih baik, bukan sebaliknya.

Apa yang harus dilakukan kubu Moeldoko dan kubu AHY ke depan?

Khusus untuk kubu Moeldoko, sebaiknya tidak perlu lagi melakukan langkah atau manuver berikutnya. Sudah tidak relevan lagi dan nihil manfaat.

Semakin berjuang, maka hasil yang diperoleh justru makin merugikan, terutama citra dan eksistensi Moeldoko sendiri di muka publik.

Bukankah ketika masih ingin membawa persoalan ke pengadilan, maka yang dipertimbangkan hakim yaitu legalitas keberadaan KLB dan aturan partai politik?

Sementara faktanya, keputusan Kemenkumham menyatakan administrasi KLB tidak memenuhi prosedur, serta AD/ART Partai Demokrat yang sedang berlaku tidak bertentangan dengan aturan, alias sah.

Selanjutnya untuk kubu AHY. Sebenarnya tidak pantas lagi disebut kubu, sebab dengan Kemenkumham memutuskan sikap, artinya kepengurusan yang sah dan legal adalah yang tengah dipimpin AHY. Tidak ada lagi dualisme kepemimpinan di Partai Demokrat.

Sila dianggap benar atau salah, sesungguhnya di balik kemelut selama ini, yang paling diuntungkan adalah AHY dan para kader yang setia di Partai Demokrat.

Kemunculan KLB telah menjadi momen besar untuk membersihkan "kader benalu", dan hal itu sukses terlaksana.

Sehingga aksi yang wajib dilakukan Partai Demokrat di bawah kepemimpinan AHY ke depan yakni tetap mewaspadai gerakan atau manuver susulan pihak-pihak yang enggan menerima kenyataan pahit, serta tidak lupa juga konsisten mempererat soliditas dan solidaritas.

Agenda politik nasional (pesta demokrasi) menanti untuk dihelat. Sebutlah Pilkada, Pileg, dan Pilpres.

Bukan mustahil akan ada upaya dari pihak tertentu yang gigih merongrong Partai Demokrat, lewat balutan kasar maupun halus. Wajib dibaca cermat dan diantisipasi.

Partai Demokrat tidak dianjurkan untuk nyaman karena merasa sudah aman. "Musuh" mengerikan dan mematikan sedianya berada di balik selimut. Bahkan tidak terlihat dan sulit terjamah, namun perlahan menggaruk dan bahkan menusuk.

KLB terbukti mengungkap siapa kader sungguhan dan mana kader oportunis. Kehadiran pihak eksternal hanyalah tameng bagi kaum oportunis. Yakinlah, oportunis tidak mungkin berani tampil di depan secara terang-terangan.

Menutup tulisan ini, sebagai pertanyaan terakhir: Apakah hikmah di atas cuma berguna untuk Partai Demokrat? Tidak! Bagi semua partai politik dan seluruh anak bangsa.

Mari berpolitik dan berdemokrasi yang santun, beradab, dan sesuai prosedur. Sekali lagi, politik dan demokrasi dilestarikan untuk menciptakan peradaban baru yang lebih baik. ***