Untuk mengetahui penyebab sebenarnya, tidak ada salahnya jika dilakukan otopsi pada jasad Dokter JF.
Ada yang menarik dari akun Facebook Prof. Yuwono, terkait dengan meninggalnya Dokter JF di Kota Palembang usai divaksin Covid-19 pada Kamis (14/1/2021). Ia menyebut, dokter asal Palembang yang meninggal itu adalah sahabatnya. Usianya 49 tahun.
Prof. Yuwono menyebut, korban meninggal di dalam mobil. Korban tidak punya comorbid dan tidak memiliki riwayat dirawat di rumah sakit.
Berikut postingan lengkap Prof Yuwono di media sosial Facebook (23 Januari pukul 09.52):
ALLAHUMMAGHFIRLAHU
Semalam sahabatku (dokter, 49 thn) ditemukan wafat di mobilnya. Kamis kemarin ia divaksin. Ia tidak punya comorbid & tak ada riwayat dirawat di rumah sakit.
Apakah ini ada hubungannya dgn vaksin? Perlu penjelasan dari dinkes kota sebagai penanggungjawab vaksin sekaligus lembaga di mana sahabatku mengabdi. Sebagai dokter saya sdh bilang bhw pemberian vaksin atau obat apapun harus benar2 ilmiah dg jaminan safety & efficacy yg baik.
Tidak ada yg kebetulan di dunia ini dan tidak ada mushibah termasuk kematian kecuali sudah digariskan oleh Allah. Manusia diberi kebebasan bersikap & bertindak sesuai dgn kapasitas keilmuannya. Karena itu saya tak jemu mengingatkan utk selalu memutuskan, bersikap & berbuat berdasarkan ilmu bukan berdasar kepentingan.
Moga para pemimpin bijak dalam hal apapun krn mereka akan diminta pertanggungjawabannya.
“Selamat jalan sahabatku, Allah menyayangimu”
Dokter forensik RS M Hasan Bhayangkara Palembang Indra Nasution mengatakan, Dokter JF meninggal pada Jumat (22/1/2021) pagi. Hal tersebut diketahui dari otot jenazah yang belum kaku.
Tim forensik menemukan bintik pendarahan yang disebabkan kekurangan oksigen di daerah mata, wajah, tangan, dan dada. Temuan itu menyimpulkan dugaan penyebab kematiannya. “Diduga meninggal karena sakit jantung,” ungkap Indra.
“Benar berdasarkan laporan yang bersangkutan baru saja divaksin, namun vaksin tidak ada hubungan dengan penyebab kematian. Jika akibat vaksin, pasti reaksinya lebih cepat dan matinya juga (akan) lebih cepat karena disuntikkan,” lanjutnya.
Kasi Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular, Dinas Kesehatan Kota Palembang, Yudhi Setiawan mengatakan, penyebab Dokter JF meninggal dunia bukan karena vaksin Covid-19, melainkan kekurangan oksigen.
“Berdasarkan pemeriksaan dokter forensik, yang bersangkutan meninggal karena kekurangan oksigen. Tidak ada hubungannya dengan vaksin yang diberikan,” kata Yudhi, seperti dikutip Liputan6.com, Minggu (23/1/2021).
Jasad dokter JF itu ditemukan di dalam mobil yang terparkir di salah satu minimarket di Jalan Sultan Mansyur Palembang, Jumat (22/1/2021) malam. Dokter JF memang sempat disuntik vaksin pada Kamis (21/1/2021).
Setelah divaksin itu, kondisi dokter JF cukup baik dan tidak ada indikasi gangguan kesehatan. “Yang bersangkutan sehat-sehat saja (setelah divaksin). Kalau memang ada kaitannya dengan vaksin, biasa akan timbul gejala segera setelah pemberian vaksin,” terang Yudhi.
Menurut akademisi dan peneliti dari Lembaga Ahlina Institute dr. Tifauzia Tyassuma, kasus serupa bakal mewarnai 2021. “Kejadian seperti ini akan mewarnai hari-hari di tahun 2021. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) akan dicatat dan dilaporkan,” katanya.
“Penerima vaksin yang menjadi korban ini akan dicatat dan dilaporkan, dan yang meninggal akan dikubur,” lanjutnya. Dokter Tifa menyebut pemerintah akan sibuk mengklarifikasi demi meyakinkan masyarakat bahwa penyebab kematian itu bukan karena vaksin Covid-19.
“Dan klarifikasi dari Pemerintah dan Para ProVaks hardcore akan bilang bahwa korban (itu) meninggal bukan karena Vaksinasi, tetapi karena jantung berhenti berdetak, paru tak mampu mengambil nafas, dan batang otak berhenti bekerja,” ungkap Dokter Tifa.
“Pasti bukan karena Vaksin. Apalagi Vaksin China yang jelas-jelas sangat aman,” sindirnya. Yang membuat Dokter Tifa gusar sejak awal, mengapa para nakes itu diberi jatah Sinovac? “Padahal apa susahnya memesan 3 juta botol dari merk lain dengan kualitas lebih bagus?” ungkapnya.
Bukan Covid?
Tim forensik menemukan bintik pendarahan yang disebabkan kekurangan oksigen di daerah mata, wajah, tangan, dan dada. Jadi, Dokter JF meninggal karena kekurangan oksigen. Tidak ada hubungannya dengan vaksin yang diberikan.
Begitu kesimpulan Tim Forensik RS Bhayangkara dan Dinkes Kota Palembang. Benarkah memang bukan karena akibat vaksin Sinovac yang disuntikkan pada Dokter JF? Tentunya masih perlu investigasi lebih dalam lagi.
“Kita memang tidak boleh mengabaikan kasus kematian dokter yang meninggal setelah dia divaksin 1 hari sebelumnya, tetap harus diinvestigasi, untuk pelajaran di masa mendatang,” ujar seorang dokter.
Tapi, coba pikirkan, dari ribuan orang nakes orang yang divaksin hanya 1 yang dilaporkan meninggal dan itu pun juga belum tentu terkait langsung dengan vaksin. Tapi, kalau ribuan orang itu terinfeksi covid, berapa puluh orang yang meninggal?
“Taruh misalnya, fatality rate sekitar 2,8 persen berarti 28 orang tiap seribu. Indonesia sekarang hampir 1 juta dengan kematian hampir 28 ribu orang meninggal, berarti kita sudah selamatkan banyak orang,” lanjutnya.
Jadi, sekali lagi kasus kematian pasca vaksin itu harus tetap diinvestigasi, tapi tidak boleh meng-genalisir vaksin itu berbahaya.
“Harus diinvestigasi pada keadaan apa vaksin itu membahayakan, sehingga ke depannya bisa dimasukkan dalam perhatian! Atau, kontra-indikasi vaksin,” tegas dokter tadi.
Menurut Dokter Tifa, jalur yang dipakai virus setelah menginfeksi adalah dinding pembuluh darah bagian dalam yang disebut endothel. “Innactivated vaccine masih memiliki kemampuan menularkan,” tegasnya.
Jika menyimak hasil pemeriksaan Tim Forensik atas jasad Dokter JF itu, tidak tertutup kemungkinan ia terpapar Covid-19 pasca divaksin. Logikanya, jika terpapar sebelum divaksin, pasti ia tak diizinkan ikut vaksinasi.
Perlu dicatat, dengan mutasi yang begitu cepat dan semakin kuat, Covid-19 sekarang ini tidak hanya menyerang saluran pernafasan hingga masuk ke paru-paru, tapi juga mulai menyerang saluran pencernaan, sistem saraf, dan mata.
Bisa jadi, seperti yang sering saya tulis, virus corona yang ditanam di vaksin itu meski sudah “dimatikan” (inaktif), suatu saat dalam suhu tertentu bisa “membangunkan” dia. Karena, ada diantara virus yang dimatikan itu masih ada yang “tidur” (dorman).
Kekurangan oksigen bisa juga karena serangan Covid-19 itu lewat aliran darah, sehingga ini menyebabkan paru-paru tidak bisa menyerap oksigen secara normal. Akibatnya, darah juga kekurangan oksigen.
Jadi, bisa saja bintik pendarahan yang disebabkan kekurangan oksigen di daerah mata, wajah, tangan, dan dada itu indikasi adanya Covid-19 di tubuh Dokter JF. Apalagi, seperti kata Prof Yuwono, “Ia tidak punya comorbid dan tak ada riwayat dirawat di rumah sakit!”
Untuk mengetahui penyebab sebenarnya, tidak ada salahnya jika dilakukan otopsi pada jasad Dokter JF.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews