Menyikapi tuntutan tersebut, alangkah lebih bijaknya jika PDIP dan Megawati tidak lagi memaksakan untuk “mengundangkan” RUU HIP.
Kalau PDIP dan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketum DPP PDIP masih memaksakan agar RUU HIP ditetapkan sebagai UU, dapat dipastikan mereka akan ditinggalkan oleh pemilih dari kalangan Muslim.
Sekarang saja, mereka sudah ditinggalkan fraksi-fraksi yang semula mendukung RUU HIP, setelah berbagai Ormas Islam, seperti PP Muhammadiyah dan PBNU secara tegas menolak RUU HIP. Bahkan, MUI sudah memberikan fatwa penolakan juga.
Unjuk rasa mayoritas umat Islam memang telah usai, hikmahnya jelas, para politisi partai di luar PDIP menyatakan bertobat, menarik diri, dan kembali ke jalan yang benar. Enam fraksi yang semula mendukung, ramai-ramai mencabut dukungan untuk kelanjutan RUU HIP.
PDIP kesepian, RUU HIP pun akan segera menjadi mayat, karena tak akan bisa qorum untuk dilanjutkan, dan tentu tidak sesuai dengan aturan yang ada jika RUU dibahas hanya oleh satu fraksi di DPR.
Menyusul dugaan adanya pembakaran bendera PDIP oleh pengunjuk rasa, Megawati lantas mengeluarkan Surat Perintah agar seluruh kader Siaga 1. Ratusan kader pun turun ke jalan menuntut ditangkapnya pembakar bendera.
Benarkah sebabnya karena pembakaran bendera parpol? Diduga bukan hanya itu, tapi lebih karena terkuaknya “Modus Operandi” misteri sebuah motif pembaharuan ideologi Pancasila. Siapa “pembakar” bendera PDIP yang sebenarnya juga masih misteri.
Pembakaran bendera sebuah parpol sendiri sudah sering terjadi, baik dilakukan oleh kadernya maupun oleh masyarakat umum atau oleh parpol lain.
Pada 2017 dan 2018 ramai diberitakan pembakaran bendera Partai Demokrat yang diduga dilakukan oleh kader parpl lain, namun semua disikapi secara sosial politik, bukan social justice, karena semua masalah adalah sebab akibat kebijkan politik.
Dugaan lain mengama Partai Banteng itu sampai “ngamuk”, juga bisa dilihat sebagai bentuk perlawanan atas tekanan hebat dari umat Islam atas isu komunisme, semakin lengkaplah rasa penderitaan yang tidak terduga ini.
Saran saya, umat Islam tidak perlu terprovokasi, dengan Siaga 1 Tandingan, cukup Siaga 3, Siaga Ibadah, Siaga Berdoa, Siaga Jiwa Raga, dan dengan tetap Waspada! Karena jika umat Islam terprovokasi, Indonesia akan semakin terpuruk dan rusak.
Melansir BасаNеwѕ.іd, Pеngаmаt Sоѕіаl, Pоlіtіk, dаn Ekоnоmі Djoko Edhi Abdurrahman mеngаtаkаn bahwa Kеtum DPP PDI Megawati Soekarnoputri ѕеdаng tеrjеbаk оlеh RUU HIP.
Menurut Djoko Edhi, PDIP saat іnі ѕudаh tіdаk punya dаnа lagi untuk mеmbіауаі оrgаnіѕаѕі mаѕуаrаkаt (Ormаѕ) аgаr mеndukung RUU HIP. “Tapi kebangkrutan ѕеkаrаng bаhkаn lеbіh dаrі kеbаngkrutаn lagi. Akіbаtnуа Megawati terjebak di (RUU) HIP,” ujarnya.
“PDIP sudаh nggak рunуа duіt, akibatnya tidak рunуа biaya untuk nyogok,” lanjut Djoko Edhi dalam ѕаlurаn YоuTubе Kаbаr dаrі Kami TV Chаnnеl, Rаbu (24/6/2020).
Ditambahkan, kesulitan lаіn yang dіаlаmі PDIP ѕааt іnі adalah Ormas Islam sudah bersatu. Sеhіnggа, untuk mеnеrіmа sogokan dаrі PDIP аgаk susah. Bеlum lаgі ditambah dеngаn dеѕаkаn untuk mencari Siapa Dalang di bеlаkаng munсulnуа RUU HIP.
“Dіа mau nуоgоk Ormas, оrmаѕ-оrmаѕ Iѕlаm іtu bеrѕаtu ѕеkarаng, kalau dulu bisa dіѕоgоk. Aраlаgі, ѕudаh ada orang-orang yang mіntа саrі siapa orang dі belakang RUU (HIP) ini, Itu nanti bеrujung makar. Kena іtu orang,” kаtаnуа.
Dalam RUU HIP tersirat keinginan untuk menghidupkan kembali komunisme dan marxisme-leninisme di Indonesia. Itu terlihat dari peniadaan Tap MPRS XXV/1966 tentang larangan komunisme-PKI di deretan konsideran RUU HIP.
“Inilah salah satu fakta yang menyulut reaksi keras dari rakyat lewat unjuk rasa 24 Juni 2020 di DPR. Pembakaran bendera partai adalah ekses dari reaksi keras itu. Silakan diusut tuntas. Boleh-boleh saja,” tegas Wartawan Senior Asyari Usman dalam tulisannya.
Tapi, pembakaran bendera dan proses pengusutannya jangan sampai mengalihkan perhatian semua pihak dari rencana makar terhadap Pancasila. Ini jauh lebih mendesak untuk diuraikan. Harus segera ditemukan dalang rencana makar.
Setelah itu, harus ada tindakan hukum pada para perencana makar. Institusi penegak hukum tidak akan menghadapi kesulitan untuk mengusut makar Pancasila dan pembakaran bendera PDIP. Bukti-bukti sudah terdokumentasi.
Ada video tentang pembakaran bendera dan ada pula video tentang rencana makar Pancasila. Bahkan, atas rencana makar Pancasila memiliki dokumen tertulis yang sangat lengkap. “Dan, tersimpan di DPR, tegas Asyari Usman.
Hanya melalui penegakan keadilan yang utuh dan tidak berat sebelah, semua kita bisa hidup dengan tenteram. Keberpihakan pasti akan tercium dan terungkap. Akumulasi keberpihakan pasti pula akan berproses menjadi bom waktu.
Setelah MUI mengeluarkan delapan maklumat yang didukung hampir seluruh ormas Islam, barulah sejumlah fraksi di DPR tarik diri. PAN, PPP, PKB, Gerindra, dan Nasdem balik badan. Padahal semula dengan langkah tegap mendukung.
Tetapi sekarang balik menolak. Golkar setuju dengan catatan. Tinggal PDIP saja yang masih bertahan. Sendirian! Hingga kini, PDIP masih berusaha melobi Golkar agar tetap mendukung RUU HIP dengan “barter” kursi menteri akan tetap aman.
Sebagaimana diprediksi oleh banyak pihak, PDIP tak mungkin balik badan. Posisinya sebagai pengusul utama. Umat Islam sudah tahu itu. Apalagi, sebagian isi dari RUU itu merupakan bagian dari “Visi dan Misi” PDIP.
Terutama Trisila dan Ekasila yang dikristalisasi dalam konsep Gotong Royong. Basisnya itu adalah Pancasila yang 1 Juni 1945. Padahal umat Islam hanya mengenai Pancasila consensus 18 Agustus 1945.
Memahami masalah itu, hanya kepada PDIP semua narasi umat itu diarahkan. Hanya PDIP yang dibidik oleh umat. Dianggap paling bertanggung jawab atas RUU HIP. Bukan partai atau fraksi lain.
Menurut Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa Tony Rosyid, bergaungnya tuntutan umat Islam untuk bubarkan PDIP di berbagai daerah, bisa dibaca sebagai arah dan target bidikan kelompok yang melawan RUU HIP.
Karena itu, menyikapi tuntutan tersebut, alangkah lebih bijaknya jika PDIP dan Megawati tidak lagi memaksakan untuk “mengundangkan” RUU HIP!
(Selesai)
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews