Isu tentang komunisme lebih sering dihembuskan aktifis agama, pemegang kepercayaan pada dalil agama bukan inti ajaran agama sendiri yang mengajarkan tentang kasih sayang
Indonesia itu selalu phobia pada komunisme. Hembusan komunisme terus dikipas- kipasi untuk menggoyang pemerintahan yang sah, apalagi saat ini pemerintahan sipil pimpinan Jokowi sedang mendapat tekanan dari berbagai kepentingan yang merasa dirugikan dengan kebijakan Jokowi yang cukup galak dalam hal transparansi, perang terhadap mafia migas dan tidak memberi kesempatan radikalisme dan ekstrem kanan menguasai negara.
Serangan – serangan meluncur karena ada kelompok yang merasa dirugikan kepentingannya dalam menguasai sumber daya alam. Ketika zaman orde baru masih jaya banyak pengusaha kaya raya dan kelompok – kelompok yang nyaman dengan penguasaan sumber energi, HPH, transportasi, pertanian, pesta pora. Konglomerasi begitu kentara dengan sebagian kecil dari mereka yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Untuk meredam pemikiran kritis masyarakat dihembuskanlah isu – isu komunisme yang membuat masyarakat berharap ketakutan akan bangkitnya komunisme Indonesia membuat masyarakat saling curiga, saling waspada terhadap pengaruh orang- orang sekitar yang terkenal kritis dan mau mempengaruhi rakyat dengan doktrin sosialisme, kepedulian sosial, pemerataan kesejahteraan dan pola – pola mempersempit ruang gerak China sebagai sumber dari paham komunis,
Hembusan komunisme terus diberi asupan oleh mereka yang ingin memecah belah bangsa dan berusaha merongrong pemerintahan resmi. Dalam sejarahnya selama beberapa dekade belakangan Komunisme tidak pernah lagi menjadi ancaman, hanya gertak sambal saja dari orang- orang yang menganggap bahwa ideologi paling berbahaya. Padahal ekstrem kanan, radikalisme agama juga tidak kurang mengerikannya dalam masyarakat demokrasi saat ini.
Di media sosial berselubung agama banyak isu – isu keji yang ingin membenturkan keyakinan. Wartawan, penulis yang tidak benar- benar netral selalu menggosok – gosok emosi masa dengan judul – judul artikel bombastis, terkesan melecehkan agama lainnya dan membuat keyakinan saling berbenturan. Mereka senang, mereka suka jika dalam komentar – komentar yang muncul perdebatan sengit muncul. Seakan akan ada ancaman dari agama satu untuk mengganggu perkembangan agama lainnya.
Padahal di Indonesia semua agama mendapat tempat yang sama, mendapat perlindungan hukum yang sama, hidup rukun sebagai sebuah kesatuan bernama nasionalisme.
Banyak media informasi online terlihat partisan, memihak dan condong untuk menyuarakan agama, hingga membuat resah agama lain yang membaca medianya. Judul- judulnya provokatif seakan – akan merekalah pemegang kebenaran, pemilik surga. Komunisme sudah bubar di wilayah Eropa Timur dan tidak menjadi favorit di negara – negara berbasis komunisme seperti China, Korea Utara, Vietnam, Kamboja.
Komunisme sendiri mulai minggir oleh pengaruh liberalisme dan kapitalisme. Agama sendiri sekarang ini mengalami krisis karena pemeluk agama sendiri saling berperang mempertahankan keyakinan. Padahal agama sendiri seharusnya memberi kedamaian, menyebarkan kasih sayang dan mengembangkan kebaikan. Anehnya agama saat ini malah menjadi pemicu perang, pemicu perpecahan sesama masyarakat dalam negara yang sama. Setiap kali masyarakat disuguhkan perseteruan yang berujung kekerasan dengan sumber utamanya agama.
Dengan keberadaan komunisme yang sebetulnya sudah tidak ada pengaruhnya apa- apa di Indonesia apa sih yang sebetulnya yang ditakutkan? Yang ditakutkan adalah egoisme agama, bahasa kekerasan yang dipraktekkan pemeluk agama. Padahal tujuan agama sendiri adalah menebarkan kasih sayang, memegang teguh kebenaran, kejujuran dan tenggang rasa.
Isu komunisme bukan dihembuskan oleh negara tetapi oleh mereka yang berpaham radikal, yang tidak mau ada ideologi lain berkembang baik di negara ini. Agama dan pemeluknya harusnya introspeksi. Negara- negara berbasis komunisme berkembang pesat dalam hal ekonomi. Pembangunan, disiplin dan penghargaan individu berkembang, kreatifitas untuk menciptakan produk baru terjamin. Intinya tidak ancaman serius masalah kemanusiaan, kekejian, pelanggaran hak asasi manusia disebabkan oleh paham komunis rendah (ungkin perkecualian untuk Korea Utara yang pemimpinnya memang ditaktor). Malahan agama saat ini menjadi sumber terbesar perpecahan antar pemeluknya.
Seharusnya agama agama di Indonesia harus introspeksi, apakah benar bahwa komunisme itu ancaman laten, ataukah diri sendiri yang paranoid terhadap idiologi baru atau yang lama berdasarkan cerita sejarah yang kadang – kadang bumbunya terlalu berlebihan.
Kalau bicara tulisan – tulisan tentang sosialisme, tentang kelompok komunal, di mana ada indikasi untuk mengutamakan kebersamaan, pemerataan, kesejahteraan masyarakat bawah dan keyakinan bahwa sosialisme bisa memberikan dampak sejahtera bagi yang mengikuti ajarannya.
Di Rusia sendiri agama – agama sekarang berkembang baik, masjid gereja sudah banyak dan tidak ada ancaman berarti dari orang yang diberi label berpaham sosialisme, komunis. Mereka malah kadang – kadang lebih toleran daripada mereka yang terdoktrin sebagai pemeluk agama fanatik yang tega membunuh demi keyakinan
Di sini sekarang sedikit – sedikit mengumbar kata komunisme untuk mengkambinghitamkan orang – orang yang tidak suka pada pemeluk agama fanatik. Fanatisme agama malah membuat masifnya berita- berita yang menyebabkan masyarakat orang – orang kecil dan masyarakat merasa terdoktrin dan terkotakkan hingga relasi antar agama retak.
Kecurigaan pada ideologi komunisme harus ditanggapi dengan bijaksana. Masyarakat harus berpandangan luas agar tidak terjebak dalam isu – isu yang memperparah hubungan masyarakat yang sebetulnya sudah diikat dalam pandangan hidup bangsa yaitu Pancasila sebagai dasar negara Indonesia yang mampu mempersatukan perbedaan- perbedaan, termasuk perbedaan keyakinan.
Pancasila menjadi satu – satunya senjata untuk melindungi masyarakat dari perpecahan akibat perbedaan suku, ras, agama, keyakinan, bahasa. Untuk meredam berita simpang siur itu dibutuhkan bekal yang cukup dalam hal literasi, butuh kecerdasan masyarakat untuk membedakan mana berita hoax yang sekedar menulis atau membuat sensasi namun tanpa bukti. Era Post truth di mana kesalahan – kesalahan yang diwartakan berulang- ulang akhirnya menjadi kebenaran.
Kalau setiap saat muncul perang di media sosial, perang informasi akibat wartawan, penulis yang hanya mengetahui sedikit kebenaran tetapi akhirnya menyimpulkan sendiri berita yang belum tervalidasi maka lama- lama berita yang sebetulnya benar dan akurat akan menjadi salah dan semacam gosip karena banyak orang lebih suka membaca berita – berita yang viral dan heboh. Padahal berita viralnya itu belum tentu benar.
Isu – isu komunisme saat ini harus ditanggapi dengan tenang, tidak emosional. Harus dilihat dari berbagai sisi sehingga tidak berujung fitnah dan berujung berita sampah. Jangan – jangan isu komunisme itu hanya jebakan agar negara ini hancur selanjutnya negara – negara termasuk Amerika, China bisa mengobok – obok negara kita dan menghancurkannya dari dalam hingga akhirnya hancur berkeping- keping. Jangan mudah percaya dengan isu munculnya isu komunisme. Lebih baik beragama yang benar, berdoa yang rajin saling mendoakan untuk kerukunan antar agama. Sebab mereka yang fanatik, berpaham radikal bisa memicu hancurnya sebuah negara. Lihat saja yang terjadi di suriah dan di negara negara rawan konflik karena agama seperti Pakistan, Afganistan. Perang terus tidak pernah berhenti. Padahal mereka beragama sama. Hanya politik yang akhirnya menyeret agama untuk melakukan agitasi, teror dan datangnya ujaran kebencian karena fanatisme sempit.
Agama Seharusnya bisa mempersatukan masyarakat. Apalagi setiap agama mengajarkan keadilan, kejujuran dan perdamaian. Namun pada kenyataannya agama kerap justru menjadi unsur pemecah bangsa. Ada kecenderungan setiap pemeluk agama beranggapan hanya agamanya sendiri yang paling benar dan kemudian ulai melakukan eskpansi dan penetrasi…Dalil agama dijadikan doktrin dan alat legitimasi dari tindakan yang sebenarnya ditentang oleh agama tersebut. (Kekerasan Agama tanpa Agama;Thomas Santoso, Pustaka Utan Kayu).
Isu tentang komunisme lebih sering dihembuskan aktifis agama, pemegang kepercayaan pada dalil agama bukan inti ajaran agama sendiri yang mengajarkan tentang kasih sayang, hidup saling menghargai, jujur dan toleran.
Masyarakat harus cerdas menghadapi isu yang beredar dalam masyarakat. Yang menjadi ancaman baru sekarang adalah kekerasan dan media digital. Jangan sama muncul agama tanpa agama. Sebab yang tidak beragama itu bukan berarti komunisme. Justru orang yang menjungkirbalikkan agama dengan melakukan kekerasan itulah ancaman terbesar bangsa ini.
Sudah Pas Pancasila sebagai dasar dan pemersatu bangsa tidak perlu diubah- ubah lagi. Salam damai selalu.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews