Kita harus waspada dan terus berjuang melawan ancaman penjajahan dalam wujud penyelewengan tujuan demokrasi dan agama yang berpotensi menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Cukup menggelitik mengetahui penganugerahan Bintang Mahaputra Nararya kepada Fadli Zon dan Fahri Hamzah sebagai diantara 53 tokoh yang menerima bintang tanda jasa menjelang Hari Kemerdekaan ke-75 Indonesia di Istana Negara Jakarta pada Kamis 13 Agustus 2020.
Sudah pasti timbul pro dan kontra di kalangan publik dengan adanya penganugerahan terhadap 2 politisi kontroversial tersebut. Keduanya dikenal luas selalu menentang kebijakan maupun pencapaian pemerintahan Presiden Jokowi. Kritik memang dibutuhkan untuk memperbaiki atau memastikan kinerja kabinet pemerintahan Jokowi ditujukan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan bangsa dan negara.
Namun, Fadli Zon dan Fahri Hamzah juga seharusnya mempertanyakan apakah kritik yang biasa mereka lontarkan terhadap kinerja pemerintahan Jokowi itu murni ditujukan pada checks and balances atau karena dimotori keinginan menjatuhkan lawan politik. Kita biarkan masyarakat luas yang menilai ini secara terbuka apakah memang ada prestasi yang ditorehkan oleh Fadli Zon dan Fahri Hamzah yang pernah menjabat sebagai wakil ketua DPR sehingga berhak mendapatkan Bintang Mahaputra Nararya.
Kinerja DPR RI periode 2014-2019 atau saat Fadli Zon dan Fahri Hamzah masih berkiprah di parlemen terbilang terburuk selama 10 tahun masa reformasi. Hasil evaluasi negatif terhadap kinerja DPR ini dianalisis dari minimnya produk undang-undang serta penganggaran yang lebih cenderung mengakomodir kepentingan individu dan kelompok. Buruknya kinerja DPR telah berdampak terhadap kepercayaan publik.
Sementara Presiden Jokowi memilih untuk tidak melihat lawan politik sebagai musuh dengan menyatakan bahwa penganugerahan Bintang Mahaputra Nararya sudah melalui pertimbangan matang yang diambil oleh Dewan Tanda Gelar dan Jasa. Fadli Zon dan Fahri Hamzah yang selama ini berpandangan negatif terhadap Presiden Jokowi seakan harus menahan diri dengan menyampaikan apresiasi terhadap mantan Gubernur DKI itu.
Baik Fadli Zon dan Fahri Hamzah berdalih bahwa momen penganugerahan penghargaan tersebut sebagai wujud untuk memelihara persatuan dan kebersamaan. Fadli Zon dan Fahri Hamzah yang pernah menjadi wakil rakyat seakan tidak paham bahwa pernyataan miring yang selama ini mereka lontarkan terhadap pemerintahan Jokowi berpotensi mengarah ke perpecahan.
Sebagai bangsa, kita harus memastikan siapapun kepala pemerintahan maupun negara, termasuk Presiden Jokowi, menjalankan amanah sesuai tugas yang diembannya demi mengisi kemerdekaan lewat pembangunan yang ditujukan bagi kemakmuran dan kesejahteraan yang merata. Tetapi, bukan berarti kita menjadikan demokrasi maupun agama sebagai kedok yang justru ditujukan untuk memecah belah bangsa.
Kita sendiri sudah melihat potensi perpecahan tersebut justru muncul saat berlangsung pesta demokrasi seperti pada Pilkada DKI Jakarta 2017 maupun Pilpres 2014 dan 2019. Tidak heran apabila Presiden Jokowi menaruh perhatian khusus terhadap potensi perpecahan bangsa dengan mengatasnamakan demokrasi dan agama ini.
"Jangan ada yang merasa paling agamis sendiri. Jangan ada yang merasa paling Pancasilais sendiri," tutur Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraan di ruang sidang Kompleks Parlemen Jakarta 3 hari menjelang HUT ke-75 RI.
Baca Juga: Duo 'F', antara Kaderisasi dan Jual Puisi
Kepentingan individu maupun golongan tertentu yang telah menyalahgunakan alam demokrasi ini jelas bertentangan dengan semangat persatuan dan kesatuan bangsa untuk mengisi kemerdekaan lewat pembangunan. Beberapa kepentingan individu maupun golongan tersebut tersingkap lewat penangkapan beberapa pejabat oleh aparat keamanan dalam sejumlah kasus korupsi di sejumlah perusahaan negara.
Kasus korupsi, kolusi, maupun nepotisme ini diantaranya terbongkar lewat pembenahan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) - mulai dari Garuda Indonesia, Jiwasraya, Asabri, hingga Pertamina. Meskipun telah sederet kasus terbongkar, masih ada kemungkinan sejumlah kasus korupsi yang belum terungkap. Yang pasti adalah baik kasus korupsi yang telah terbongkar maupun belum terungkap sama-sama telah merugikan negara dengan potensi nilai hingga triliunan rupiah.
Gambaran ini hanya sekelumit saja dari kebobrokan moral bangsa yang telah menyalahgunakan agama maupun demokrasi untuk kepentingan pribadi maupun kelompok. Kita harus belajar dari sejumlah peristiwa tersebut bahwa ancaman terhadap keberagaman kita sebagai bangsa bukan pada perbedaan yang ada, tetapi kepentingan individu atau golongan yang ingin mengeruk keuntungan melalui perpecahan yang dikemas lewat penyelewengan tujuan demokrasi dan agama.
Kita harus waspada dan terus berjuang melawan ancaman penjajahan dalam wujud penyelewengan tujuan demokrasi dan agama yang berpotensi besar menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara. Bahkan, Proklamator sekaligus Pendiri Bangsa, Soekarno, telah jauh hari melihat adanya ancaman perpecahan ini melalui salah satu kutipan terkenal yang pernah disampaikannya.
"Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri." (Presiden Pertama Republik Indonesia, Soekarno)
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews