Pastinya, pengubahan angka tersebut ditujukan untuk mendelegitimasi Pilpres 2019 yang ujung-ujungnya mendelegitimasi kemenangan Jokowi-Ma’ruf.
“Di TPS 30, Bojongsari, Depok, Jawa Barat. Suara Prabowo Subianto-Sandiaga Uno berubah dari 148 menjadi 3. Sementara Jokowi-Ma’ruf Amin bertambah dari 63 suara menjadi 211 suara”.
Begitu informasi yang memviral lewat jejaring media sosial sejak Senin, 22 April 2019.
Lewat ketuanya, Arief Budiman, KPU telah memberikan penjelasan. Menurutnya, kesalahan dalam input data C1 ke Situng Real Count Pilpres 2019 bisa datang dari berbagai kemungkinan. Selain faktor human error, menurut Arief, kesalahan juga bisa datang dari factor kesengajaan.
"Kan ada yang sengaja, ada yang saya tidak bisa menyimpulkan ini, apakah terjadi kesengajaan atau human error atau tidak sengaja," kata Arief saat ditemui di KPU RI, Jakarta Pusat, 22 April 2019 (Sumber: Tribunnews.com).
Mana yang benar, factor human error alias ketidaksengajaan atau factor kesengajaan?
Perhatikan perubahan angkanya.
Dari 148 menjadi 3. Dan, dari 63 menjadi 211.
Suara yang diraup Prabowo-Sandi mengerucut dari 3 digit menjadi hanya 1 digit. Sementara, raihan suara Jokowi-Ma’ruf menggelembung dari 2 digit menjadi 3 digit.
Dari jumlah digitnya saja, perubahan angka yang terjadi teramat sangat mencolok mata. Sehingga hanya dengan sekali lirik saja, kesalahan penginputan data sudah dapat ditemukan.
Kemudian, mungkinkan “148” salah ketik menjadi “3” dan “63” menjadi “211”.
Jika perubahan angka tersebut dikarenakan faktor ketidaksengajaan, alangkah teledornya petugas yang menginput data.
Apakah petugas penginput tidak diberi kelonggaran waktu yang membuatnya tidak sempat melakukan pemeriksaan ulang?
Dan, kalaupun waktu yang diberikan teramat sangat terbatas, berapa banyak waktu yang dibutuhkan untuk memeriksa ulang angka-angka yang tertulis pada dokumen C1 yang hanya seukuran HVS?
Karenanya, sulit diterima oleh akal sehat bila kesalahan input tersebut dikarenakan ketidaksengajaan.
Tetapi, bagaimana dengan kesalahan input data TPS 48 Tanah Baru Depok, Jawa Barat. Ada ketidaksesuaian data antara pengguna hak pilih dan jumlah suara paslon, jumlah pemilih terdaftar adalah 305, pengguna hak pilih 252. Di tabel perolehan suara, pasangan 01 ditulis mendapat 235 suara, sementara pasangan 02 ditulis 114.
Jika dijumlah, maka total suara kedua paslon adalah 349 suara. Jumlah tersebut melebihi jumlah pengguna hak pilih. Sayangnya, belum ada data hasil pindai atau scan dokumen formulir C1 di laman tersebut.
Dari angka “235”, “114”, dan “349” jelas bukan factor ketidaksengajaan melainkan mutlak kesengajaan. Sebab, angka “349” didapat dari penjumlahan “235” dan “114”.
Dari kasus yang terjadi di TPS 48 Tanah Baru Depok, Jawa Barat ini semakin jelas bila petugas penginput data C1 melakukan penjumlahan, yang pastinya dilakukan dalam keadaan sadar, sebelum memasukkan data ke Sistem Informasi Penghitungan (Situng).
Memang benar, data yang disajikan oleh Situng bukanlah data resmi Pilpres 2019. Karena KPU tidak menggunakan data hasil olahan Situng melainkan hasil rekap manual.
Maka, kalaupun ada oknum-oknum KPU yang dengan sengaja mengubah angka yang diinputnya, katakanlah raihan suara Jokowi-Ma’ruf didongkrak sampai 1.000.000.000 dan Prabowo didiskon sampai 100 persen, perubahan angka tersebut tidak mengubah hasil pengitungan manual.
Karenanya, sangat tidak masuk akal bila melakukan kecurangan dengan cara mengubah angka yang diinput ke dalam Situng.
Masalahnya, kesengajaan penginputan tersebut kemudian diopinikan oleh pendukung Prabowo-Sandi sebagai bentuk kecurangan yang dilakukan oleh kubu Jokowi-Ma’ruf.
“Dugaan kecurangan kembali terjadi di Tempat Pemungutan Suara atau TPS 30, Bojongsari, Depok, Jawa Barat. Di sana, Prabowo Subianto mendapatkan 148 suara, dan Jokowi 63 suara. Tapi kemudian, di web KPU tertulis 01 mendapat 211 suara, sedangkan 02 hanya 3 suara.”
Itulah yang dipublikasikan Viva.co.id dalam berita yang diberi judul “Sadis, Suara Prabowo di TPS Depok 148 Ditulis cuma 3”.
Dari rentetan kalimat yang dipublikasikan dalam berita tersebut, sangat jelas jika Viva.co.id melakukan pembentukan opini bila perbedaan angka tersebut sebagai bentuk kecurangan yang dilakukan demi memenangkan Jokowi-Ma’ruf.
Sekali lagi, pembentukan opini, bukan lagi sekadar penggiringan opini.
Dan sangat jelas bila pasangan Jokowi-Ma’ruf sangat dirugikan oleh sejumlah oknum petugas KPU yang diduga dengan sengaja mengubah angka saat proses penginputan data.
Lantas, apa tujuan dari pengubahan angka-angka tersebut.
Pastinya, pengubahan angka tersebut ditujukan untuk mendelegitimasi Pilpres 2019 yang ujung-ujungnya mendelegitimasi kemenangan Jokowi-Ma’ruf.
Kemudian, apakah pengubahan angka-angka tersebut dimaksudkan untuk memicu chaos?
Pertanyaan inilah yang wajib segera diungkap oleh pihak yang berwajib.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews