Prabowo Sambat Selumbar di Mata Jokowi, Dibalas Nasihat Balok di Mata Prabowo

Publik sedang dicemaskan oleh gerakan Subuh Putih yang digagas Gatot Saptono, mantan pentolan HTI, demi memenangkan Prabowo Subianto.

Senin, 1 April 2019 | 13:22 WIB
0
446
Prabowo Sambat Selumbar di Mata Jokowi, Dibalas Nasihat Balok di Mata Prabowo
Ilustrasi, debat capres keempat [Kompasiana.com/tilariapadika]

Andai saja perdebatan itu terjadi antara dua remaja di kedai kedai kopi, tentu balasan atas sambat itu berbunyi, "Eh Kampret! Lu ngaca donk!"

"Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?" Demikianlah tertulis dalam naskah kabar gembira. Lukas sekadar menyalinnya dari tuturan lisan yang tersebar dari mulut ke mulut, bermula dari petuah seorang pemuda yang diyakini awatara Pengetahuan Agung, Sang Sabda yang telah ada sejak mula-mula.

Selumbar adalah serpih kayu atau juga pecahan kaca. Dalam bahasa Yunani, sumber teks itu diterjemahkan, kata aslinya adalah karfos, sebutan bagi benda-benda kecil yang bisa terbang dan hinggap di mata, seperti helaian rambut, atau ranting kayu halus. Makanya kadang karfos diterjemahkan pula sebagai tatal, yaitu serpih-serpih kayu terketam atau irisan tipis sampah.

Bayangkan betapa kecil selumbar itu dibandingkan balok. Seharusnya selumbar kian sulit terlihat ketika berada di mata orang dibandingkan balok di mata sendiri.

Namun sudah jadi sifat manusia memang, lebih mudah menemukan selumbar di mata orang lain dibandingkan balok besar yang mengganjal mata sendiri. Capres Prabowo Subianto rupanya mengidap pula sifat negatif itu, seperti saya, anda, juga banyak orang lainnya. Ini tampak dalam debat capres keempat yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU), 30 Maret kemarin.

Membuka perdebatan dengan menyampaikan visi-misi soal ideologi, pemerintahan, pertahanan, dan hubungan internasional,  sempat-sempatnya Prabowo bersambat kepada Joko Widodo. Prabowo katakan orang-orang Jokowi menuduhnya pro-sistem khilafah, menudingnya akan mengubah Pancasila.

Sepertinya sambat ini  berasal dari lubuk hati terdalam Prabowo Subianto. Sampai-sampai ia harus membawa-bawa ibundannya. "Saya lahir dari rahim seorang ibu 'Kristiani'," katanya. Sebenarnya Prabowo menyebut kata Nasrani, namun kata itu perlu diganti sebab orang-orang Kristiani tak kenal dari mana kata itu berasal. Sebaiknya kita tak perlu juga mempertahankan istilah nasrani itu sebab bias akar sejarahnya.

Kenyataan bahwa Prabowo tampak sangat sakit hati dengan tudingan pro-khilafah itu mengejutkan. Terutama kita ia harus lontarkan sambat soal itu kepada Jokowi dan menuding Joko Widodo tidak mengetahui apa yang dilakukan para pendukungnya.

Tindakan Prabowo jelas mencerminkan pepatah mudahnya melihat selumbar di mata orang dibandingkan balok di mata sendiri.

Tudingan Prabowo pro-khilafah yang datang dari para pendukung Jokowi adalah selumbar. Bukan saja karena tudingan seperti itu baru muncul belakangan, melainkan juga memiliki landasan kuat.

Prabowo tidak bisa menghapus jejak perwartaan tentang dukungan penganut Islam politik garis keras terhadap pencapresan dirinya. Prabowo tidak bisa memalsukan pandangan tokoh-tokoh seperti Gatot Saptono atau Al Khathath dan Riziek Shihab, atau organisasi-organisasi seperti Hizbut Tahrir Indonesia.

Agar tidak mengulang pembahasan tentang hubungan Prabowo dan kelompok sayap kanan jauh ini, sila kunjungi sejumlah artikel yang membahas itu:

Bahkan di saat Prabowo membantah tudingan dukungannya terhadap kelompok pengusung ide khilafah, publik sedang dicemaskan oleh gerakan Subuh Putih yang digagas Gatot Saptono, mantan pentolan HTI, demi memenangkan Prabowo Subianto.

Sangat berdasar kuat menduga ada konsesi politik yang diberikan Prabowo terhadap kelompok-kelompok dan para tokoh yang mewacanakan sistem Khilafah. Menduga dukungan Islam politik garis keras terhadap Prabowo gratis saja tanpa imbalan kebijakan yang pro-agenda politik mereka adalah sama kocaknya dengna percaya bahwa bumi itu datar.

Sebaliknya, penyebaran isu Jokowi anti-Islam; keturunan PKI; akan menghapus pelajaran agama; dan melarang kumandang azan adalah balok besar di kubu pendukung Prabowo.

Itu bukan lagi tudingan. Ini  fitnah jahat yang tak secuilpun beralasan. Penyebaran fitnah terhadap Jokowi bahkan sudah berlangsung lebih dari 5 tahun, semenjak masa kampanye pilpres 2014 dan terus berlanjut sistematis selama masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Apakah Prabowo sama sekali tidak mengikuti perwartaan di TV dan koran? Apakah Prabowo tidak tahu sama sekali tentang sepak terjang para pembenci Jokowi? Pernahkah Prabowo menegur para anak buahnya? Pernahkan ia menasihati Sohibul Iman, Amin Rais, Rizieq Shihab, Gatot Saptono, dan tokoh-tokoh di barisannya agar menyerukan  anak buah mereka tidak berpolitik dengan menyebarluaskan fitnah-fitnah keji?

Bagaimana bisa Prabowo sama sekali tak melihat balok besar dari hutan Kalimantan di tim-nya tetapi melontarkan sambat soal selumbar halus di kubu Joko Widodo?

Syukurlah, membalas sambat Prabowo, Joko Widodo yang santun hanya melontarkan nasihat. Jokowi sarankan Prabowo membalas tudingan itu dengan bukti nyata melalui tindakan dan pernyataan politiknya.

***

Sumber:

CNNIndonesia.com (28/03/2019) "Gerakan Subuh Putih Kerahkan 210 Umat di Setiap TPS Jakarta."