Parodi Pilpres, Ramai-ramai Akali Suara Rakyat

Jika itu yang terjadi, yakinlah, yang mendukung oligarki akan dilibas oleh sesama mayoritas Senopati Lembah Tidar Berjiwa Patriot Cinta NKRI.

Jumat, 26 April 2019 | 16:23 WIB
1
641
Parodi Pilpres, Ramai-ramai Akali Suara Rakyat
Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan Mahfud MD. (Foto: CNNIndonesia.com)

Mengirim Pakar Hukum Tata Negara Prof. Mahfud MD ke KPU Pusat sudah. Pernyataan dari Mahfud pun keluar. “Tidak ada kecurangan masif dan sistematis pada Pemilu 17 April 2019,” ujar mantan Ketua MK yang gagal Nyawapres Joko Widodo ini. 

Seraya meniadakan suara masyarakat tentang banyaknya kecurangan, Machfud pasang badan mengajak warga agar jangan percaya terhadap isu tentang pemilu curang dan memaksa rakyat menghormati proses hukum melalui ke Mahkamah Konsitusi saja.

Mahfud mempersilakan kubu paslon 02 Prabowo Subianto – Sandiaga Salahuddin Uno untuk mengajukan sengketa pemilu di MK nanti. Ia sepertinya 'buta' bahwa kecurangan 'luar biasa' yang terjadi di berbagai daerah lebih karena “unsur kesengajaan”.

Apalagi, pemerintah, aparat polisi, dan penyelenggara pemilu dinilai tidak netral. Perbuatan melawan hukum berupa kecurangan terjadi di ratusan TPS di hadapan aparat Polisi dan TNI. Sebuah pemandangan yang sangat ironis, terjadi di depan aparat.

Padahal ribuan spanduk terpasang TNI-Polri menjamin keamanan Pemilu 2019 hingga TPS. Mungkin karena slogannya menjamin hingga TPS, maka setelah kotak suara keluar dari TPS bukan lagi tanggungjawab TNI-Polri. Begitu batasan Tupoksinya.

Pernyataan Mahfud tadi seakan memberi jalan bagi Polhukam Wiranto untuk mengelar rapat tingkat menteri, seperti dilansir Detik.com (Rabu, 24 April 2019, 11:04 WIB). Yang menjadi pembahasan adalah masalah pasca-pemungutan suara Pemilu 2019.

Rapat digelar di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (24/4/2019). Pejabat yang hadir seperti Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo.

Selain itu, ada juga perwakilan dari Kementerian Komunikasi dan Informasi dan Kejaksaan Agung. Rapat dilakukan secara tertutup dari media. Namun, sebelum rapat dimulai, Wiranto memberikan pengantar soal tujuan rapat digelar.

 “Kita bahas banyak hal soal hoax, tuduhan adanya konspirasi kecurangan pemilu. Saya minta partisipasi saudara sekalian untuk dapat lengkapi dan nanti ambil kesimpulan,” ujar Wiranto. Soal dugaan kecurangan, ia mengajak diselesaikan melalui jalur hukum.

Wiranto mengajak semua pihak agar menggunakan langkah hukum dalam menyelesaikan dugaan kecurangan Pemilu 2019. Hal tersebut dinilainya suatu langkah konkret untuk menjaga stabilitas keamanan Negara.

“Hal-hal yang mengenai kegiatan yang dianggap negatif dalam Pemilu itu kan sudah ada wadahnya untuk menyelesaikan," kata Wiranto di Istana Bogor, Kota Bogor, Jawa Barat, seperti dilansir Okezone.com, Selasa (23/4/2019).

Wiranto meminta, agar peserta Pemilu melaporkan pelanggaran etika ke DKPP. Sementara untuk pelanggaran di daerah telah ada Gakkumdu. Sedangkan, pelanggaran yang merupakan perbedaan perhitungan ada di Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut Wiranto, “Jadi saya kira ada mekanisme untuk menyelesaikan hal-hal yang tidak wajar, jangan kemudian diselesaikan dengan cara sendiri itu namanya melanggar hukum,” tegasnya.

Mantan Panglima ABRI itu menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara hukum yang harus dijaga bersama. Sehingga, setiap pelanggar bisa saja diberikan sanksi sesuai dengan kesalahannya.

“Dan tidak boleh dalam negara demokrasi (ada) kebebasan kelompok masyarakat kebebasan individu sebebas-bebasnya, tidak ada. Negara demokrasi itu kebebasan ada batasannya, yang batasi itu apa? Hukum, konstitusi, dan UU. Itu batasannya,” jelasnya.

“Dan di sana ada aparat penegak hukum, percayakan kepada mereka-mereka itu, kalau sudah tidak percaya hukum, tidak percaya aparat keamanan, bagaimana jadi itu sebenarnya,” tandas Wiranto.

Proses Hukum

Dapat dipastikan, karena pengalaman “dipecundangi” ketika mengajukan gugatan hukum via MK, Prabowo tidak akan mengulang lagi langkah yang sama terkait kecurangan pada Pilpres 2019 ini. BPN akan bertahan dengan hitungan form C1 miliknya.

Apalagi, TKN dan paslon 01 Joko Widodo – Ma’ruf Amin tidak pernah merilis data form C1 yang dipegangnya. Atau mungkin karena mereka memang tak punya data form C1 seperti di BPN. Makanya, TKN hanya berpatok pada Quick Count dan KPU.

Sementara, data output hasil hitung KPU ternyata ditemukan banyak manipulasi perolehan suaranya yang dinilai menguntungkan Jokowi – Ma’ruf. Bukan hanya sebesar 101 keselahan input seperti yang disebut Mahfud saat mengunjungi KPU itu.

Disebutkannya, sampai 24 April 2019 pukul 17.15 WIB, data jumlah yang terinput sudah mencapai 241.366 tempat pemungutan suara (TPS). “Sampai sore ini ada 101 kesalahan.” Hanya ada 0,0004 persen atau satu kekeliruan dalam 2.500 TPS.

“Dari situ sangat tidak mungkin ada rekayasa terstruktur,” tegas Mahfud. Kedatangan Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan bersama guru besar ilmu statistik IPB Asep Saefuddin dan Putri Gus Dur, Alissa Wahid, tentu patut dipertanyakan motifnya.

Apalagi, Bawaslu melalui Gakkumdu sejak proses kampanye hingga hari H saat pencoblosan tampak berpihak ke capres 01 yang juga petahana menolak cuti sebagai presiden. Banyaknya fakta kebohongan capres 01 yang dilakukan selama ini.

ASN yang tidak netral dan diskriminasi dalam penegakan hukum. Banyaknya pengaduan dari masyarakat 'setengah hati' diproses Bawaslu, namun kalau kubu paslon 01 yang melaporkan langsung super cepat diproses. Ini fakta yang terjadi, bukan hoax.

Menurut Aktivis MPRS & Penasehat DPP KOMPAS 02 M-16 Taufik Hidayat, sebagai salah satu inisiator dan pelapor kebohongan Jokowi pada saat Debat Pilpres ke 2, ketika Jokowi berbohong soal data import, sengketa lahan dan klaim infrastruktur.

Terlapor tidak pernah dipanggil, apalagi diperiksa, berbeda terkait dengan kasus hoax Ratna Sarumpaet, polisi langsung sigap, hampir semua tokoh elit paslon 02 dipaksa hadir jadi saksi, bahkan yang tidak hubungannya Rocky Gerung pun harus dihadirkan di pengadilan.

“Ini sebuat parodi sosok Machfud MD yang kecewa batal jadi Cawapres Jokowi,” tulisnya. Sebagai mantan Ketua Tim Sukses Prabowo Subianto – Hatta Rajasa, Machfud lupa, paslon  02 Prabowo sudah pengalaman kapok 'dikerjain dan dibohongi' saat sengketa Pilpres 2014.

Dulu lemahnya Prabowo – Hatta karena kurang memiliki alat bukti form C1 dan kelengkapan saksi di setiap TPS. Kesigapan paslon 02 melabrak KPU atas banyaknya pemilih ganda, DPT siluman dan orang gila ikut memilih.

Sekarang BPN Prabowo – Sandi sudah menyiapkan fakta form C1 rekapitulasi hasil hitungan capres 01 vs 02 lengkap dengan foto form C1-nya. Kecurangan tak berakhir di tingkat bawah. Ditemukan banyaknya Gudang Penyimpanan Kotak Suara Siluman.

Kotak Suara Siluman itu disimpan di berbagai gedung aula hingga hotel. Kotak suara yang mestinya diamankan di kecamatan bisa diubah dan dicuri form C1-nya. Bahkan hasil Situng KPU bisa diintervensi dengan ditemukan perbedaan hasil hitung dengan lembaran form C1.

Semua kecurangan menguntungkan dan menambah suara ke paslon 01. Dan nyaris tidak ada protes kecurangan dari kubu TKN Jokowi – Ma'ruf. Bila hari-hari ini Tim IT Tabulasi Suara Pilpres BPN 02 mengejar waktu secepatnya menyelesaikan hitungan form C1 hingga 99%, maka bisa dipastikan siapa pemenang Pilpres 2019 ini.

Hitungan ter-update BPN, sekitar 61,56% untuk Prabowo – Sandi dan 38,44% untuk Jokowi – Ma'ruf. Kubu 02 memenangkan di 28 propinsi, termasuk Jakarta dan Jawa Timur. Artinya, Prabowo – Sandi Menang Mutlak dan Telak!

Bagi MK sendiri, bila selisih suara Pilpres terlalu jauh, bahkan melebihi 20% selisih suara tidak signifikan, maka tidak perlu digelar Sidang Sengketa Hasil Pilpres 2019. Berbeda di Pilpres 2014 selisih suara di bawah 4% dan pihak yang kalah mengajukan gugatan ke MK.

Dipastikan, paslon 02 tidak akan pernah mengajukan gugatan ke MK, karena sudah menang mutlak. “Begitu Cak Machfud, hanya orang dungu yang mau masuk jatuh ke lubang yang sama. Kecuali Anda sudah kehilangan Akal Sehat!!?” tulis Taufik Hidayat.

Menurut Direktur Eksekutif The Global Future Institute Hendrajit, arogansi itu ternyata semacam virus. Bisa menular. Mahfud MD contohnya, setelah gagal sebagai cawapres, tingkah lakunya kian hari mirip LBP (Luhut Binsar Panjaitan).

“Ada di mana-mana, merambah ke mana-mana,” katanya. Dengan ditolaknya LBP dan ide pemilu ulang oleh publik, maka tinggal dua langkah lagi yang tersisa. Ciptakan chaos dan terbitkan “dekrit” yang menggagalkan pemilu. “Jadi, hindari chaos,” tegas Hendrajit.

Jika itu yang terjadi, yakinlah, yang mendukung oligarki akan dilibas oleh sesama mayoritas Senopati Lembah Tidar Berjiwa Patriot Cinta NKRI.

***