Makna Tersirat Doa Ustadz Abdul Somad

Makna yang tersirat dari doa UAS untuk Prabowo itu hanya bisa dibaca oleh orang yang mau berpikir dengan logika akal sehat.

Sabtu, 13 April 2019 | 13:19 WIB
0
544
Makna Tersirat Doa Ustadz Abdul Somad
Ustad Abdul Somad dan Prabowo Subianto (Foto: Lampungpro.com)

Dialog singkat antara Ustadz Abdul Somad dengan Prabowo Subianto yang ditayangkan TV One setidaknya telah menjawab tudingan selama ini yang dialamatkan ke Capres 02 itu. Hal ini bisa dilihat dalam doa yang diucapkan UAS tersebut.

UAS mendoakan, “Jadikan Negara Kesatuan Republik Indonesia negeri yang aman, damai, tenteram, menjunjung kebhinnekaan, di bawah Panji Pancasila.” Ini telah menjawab ucapan mantan Kepala BIN Jenderal (Purn) AM Hendropriyono.

Seperti diketahui, menjelang akhir masa kampanye Pilpres 2019, Hendro “membelah” rakyat Indonesia sebagai “Pro Pancasila” dan “Pro Khilafah”. Serangan Hendro ini jelas diarahkan ke paslon 02 Prabowo Subianto – Sandiaga Salahuddin Uno.

Sementara, bukan rahasia umum, Hendro adalah mantan jenderal yang gethol dan berjuang untuk paslon 01 Joko Widodo – Ma’ruf Amin. Pernyataan Hendro ini justru dinilai sangat mengkhawatirkan. Bisa membelah rakyat dalam dua kubu!

Dengan kampanye ala Hendro ini, tentunya kita khawatir jika bangsa Indonesia ini nantinya benar-benar terbelah dalam dua kubu yang akan berhadapan dan bermusuhan selamanya, seperti kekhawatiran dari Prabowo: “Indonesia Bubar”.

“Kita harus belajar dari pengalaman sejarah di seluruh dunia, betapa banyak bangsa dan negara yang mengalami nasib tragis (retak, pecah, dan bubar) selamanya. The tragedy of devided nation,” ungkap Susilo Bambang Yudhoyono.

 “Indonesia adalah “Negara Pancasila” dan juga “Negara Berke-Tuhanan”. Inilah yang harus diperjuangkan oleh Partai Demokrat, selamanya,” tegas SBY dalam sebuah surat internal yang ditujukan kepada pimpinan Partai Demokrat itu.

Pernyataan itu adalah sikap tegas SBY perihal ideologi komunis. Indonesia adalah “Negara Pancasila” dan “Negara Berke-Tuhanan”. Jangan harap komunis bisa hidup dan berkembang di Indonesia, karena bertentangan dengan ke-Tuhanan.

Ya Allah, tanamkan taufik dan hidayahMu ke dalam hati kami, sehingga kami bisa berjuang menolong agamamu, dengan amal yang Kau cintai dan Kau ridhai. Jadikan NKRI ini negeri yang aman, damai, tenteram, menjunjung kebhinnekaan, di bawah Panji Pancasila.”

Doa UAS itu seolah meneguhkan pembelaan SBY kepada Prabowo yang selama ini dilabeli dan disebut sebagai “kelompok radikal” anti NKRI dan Kebhinnekaan yang ingin mendirikan Negara Khilafah. UAS telah menegaskan dalam doanya itu.

Sebelumnya, SBY secara tegas menyatakan, “Saya berpendapat bahwa juga tidak tepat kalau Pak Prabowo diidentikkan dengan khilafah. Sama tidak tepatnya jika kalangan Islam tertentu juga dicap sebagai khilafah ataupun radikal”.

Dampak dari tudingan tersebut, UAS pun sempat beberapa kali mengalami perlakukan “tidak adil” dari ormas Islam dengan mempersekusi dakwahnya di beberapa daerah. Doa UAS yang disampaikan di depan Prabowo itu telah menjawabnya.

Upaya justifikasi Hendro untuk mendiskriditkan Prabowo sebagai “Pro Khilafah” telah pula dimentahkan UAS melalui doanya tadi. Tidak benar, Pemilu dan Pilpres pada  17 April 2019 adalah pertarungan dua ideologi: Pancasila vs Khilafah.

Tampaknya jenderal yang dikenal berada di kubu paslon 01 Jokowi – Ma’ruf ini mulai panik dengan realitas politik dukungan masyarakat pada paslon 02 Prabowo – Sandi, sehingga dia perlu menakuti-nakuti rakyat dengan manuver Khilafah.

UAS bahkan menegaskan dalam doanya itu, “Jadikan NKRI ini negeri yang aman, damai, tenteram, menjunjung kebhinnekaan, di bawah Panji Pancasila.” Jadi, tidak benar tudingan bahwa umat Islam itu anti kebhinnekaan dan anti Pancasila.

Kalimat dalam doa UAS itu sekaligus sebagai jaminan dan menegaskan bahwa siapapun yang tinggal di Indonesia ini tetap aman, damai, tenteram, menjunjung kebhinnekaan, dan toleransi di bawah naungan Panji Pancasila, bukan Negara Khilafah.

Jadi, jangan khawatir jika nantinya Prabowo – Sandi terpilih sebagai Presiden – Wapres pada Pilpres, 17 April 2019, tidak akan mengubah Ideologi Pancasila sebagai Dasar Negara. NKRI tetap di bawah naungan Panji Pancasila, seperti doa UAS itu.

Secara tersirat, doa UAS itu juga menunjukkan bahwa umat Islam itu menolak ideologi Anti Pancasila seperti Komunis. Ini jelas sejalan dengan pernyataan SBY. “Bagi kita Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika adalah harga mati,” ungkap SBY.

“Tidak boleh NKRI menjadi Negara Agama ataupun Negara Komunis,” tegas SBY. Artinya, jangan harap komunis bisa hidup dan berkembang di Indonesia, karena bertentangan dengan ke-Tuhanan. Itulah yang harus dipahami masyarakat.

Doa UAS selanjutnya, “Berikan kami pemimpin yang adil dan amanah. Jangan Kau hukum kami karena dosa-dosa kami. Jangan Kau angkat pemimpin pengkhianat yang tak sayang kepada kami dan tak takut padamu ya Allah.”

Dan, “Jadikan negeri ini aman damai, negeri Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur. Taqabalallahu Minna wa minkum. Minna wa minkum Taqabal yaa Kariim.” UAS mohon agar Allah tidak mengangkat pemimpin pengkhianat.

Meski tidak menyebut nama siapa yang dimaksud “pemimpin pengkhianat” itu, sebenarnya kita sudah tahu siapa pemimpin tersebut. Siapa pemimpin yang tidak sayang kepada rakyat, tidak takut kepada Allah SWT, dan tidak takut akherat!

Juga kita sudah tahu siapa yang pernah menyatakan “tidak butuh” suara umat Islam, tetapi yang terjadi justru memanfaatkan tokohnya sebagai paslon untuk “petugas partainya”. Nah, di sinilah sebenarnya UAS mengingatkan masyarakat.

Jangan pilih “pemimpin pengkhianat” yang selama ini sebenarnya tak sayang kepada rakyat Indonesia, tetapi tetap ingin terpilih kembali. Makna doa UAS itulah yang seharusnya bisa dicermati rakyat dengan cerdas dan teliti rekam jejaknya.  

Rakyat tidak butuh pencitraan sehingga akhirnya tertipu dengan penampilannya selama ini. Itu yang disampaikan UAS saat memberikan minyak wangi Oud dan tasbih. “Saya tak kaya, tak ada duit saya untuk ngasih apa-apa ke bapak.”

Saya kasih dua saja. Pertama, minyak wangi Oud. Oud itu kayu gaharu. Simbolnya, supaya bapak menebarkan keharuman di negeri ini.Yang kedua, tasbih. Oud untuk orang lain bapak harum semerbak. Tasbih, tidak bisa hati bapak kosong.”

Bapak harus banyak berdzikir. Ini tasbih kesayangan saya. Tasbih dari batu natural stone. Namanya Syah Ma'sud dari Persia. Paling saya sayang. Ini saya beli di Madinah. Bapak tak perlu pegang ini di depan orang banyak. Nanti disangka orang pencitraan.”

Bapak cukup (shalat) tahajjud malam, bapak berdzikir, afdhal dzikir (dzikir terbaik) adalah dzikir "Laa Ilaaha Ilallah (Tiada Tuhan selain Allah)".” Kedua hadiah itu diserahkan sebagai wujud “tahadu tahabuí”, saling memberi hadiah niscaya saling mencintai.

Itulah makna yang tersirat dari doa UAS untuk Prabowo. Tentunya doa itu hanya bisa dibaca oleh orang yang mau berpikir dengan logika akal sehat.

***