Pemilu Damai, Seperti Apa?

Kamis, 21 Februari 2019 | 21:08 WIB
4
716
Pemilu Damai, Seperti Apa?
Ilustrasi Pemilu Damai (Foto: Beritagar)

Pemilu idealnya adalah Pesta Demokrasi                   

Pemilu adalah mekanisme penting dalam proses demokrasi di Indonesia, sebagai negara merdeka dan berkedaulatan penuh sejak 73 tahun lamanya. Pemilihan umum idealnya merupakan pesta demokrasi yang damai dan penuh sportivitas. Tujuan pemilu adalah untuk memberikan warga negara Ini sebuah kesempatan untuk memilih secara bebas pemimpin yang dianggap pantas menjadi kepala pemerintahan sekaligus kepala negara NKRI, terlepas apakah para calon berasal dari partai politik atau bukan.

Faktanya, mekanisme dan sistem di Indonesia hanya memungkinkan seseorang memenuhi pencalonan bila didukung oleh koalisi partai atau partai yang punya kapasitas untuk mengusung jagoan mereka. Selayaknya sebuah pesta, maka harapan kegembiraan peserta dari semua unsurnya – penyelenggara, kontestan dan pemilih sama-sama berpartisipasi aktif dan terbuka menerimahasilnya. Apa sih di dunia ini yang 100% ideal selain dalam wacana?

Pemilu Damai, Sebuah “Mission Possible”

Namun bukannya tidak mustahil bahwa Pemilu damai berlangsung pada Pilpres 2019 ini. Menarik disimak, bahwa Pepnews! dengan pendiri sekaligus CEO-nya Kang Pepih Nugraha menginisiasi gagasan Deklarasi Penulis untuk Pemilu Damai.

Sebuah pernyataan sikap bersama dari sejumlah tiga puluh penulis yang berasal dari individu pegiat menulis. Deklarasi ini juga memberikan penekanan pada sikap yang terangkum dalam tiga hal -- yaitu anti intoleransi, anti radikalisme, dan anti terorisme.

Baiklah, dari sinilah Penulis yang mendapat kesempatan ikut sebagai bagian dari pendukung gagasan itu, menangkap tiga hal di atas sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari prasyarat “Pemilu Damai.”

Di tengah suasana tahun politik yang tidak diingkari terasakan memanas, ajakan dan tekad untuk menjadi bagian dari pendukung dan pengawal Pemilu yang damai sungguh melegakan, menjanjikan, dan memotivasi diri mengambil bagian aktif mencapai tujuan pemilu, Indonesia melanjutkan kehidupan berbangsa dengan lebih baik setiap harinya, dari masyarakat di wilayah hulu sampai hilir, dari Sabang sampai Merauke.

Seiring dengan tujuan Deklarasi, tentu kesempatan itu membuka pintu bagi siapa pun yang sepakat dari awal tentang niat baik penggagasnya. Dengan kata lain, semua yang hadir menyadari bahwa perbedaan itu perlu dipandang dan disikapi secara positif. Contohnya, semua yang hadir terdiri dari berbagai unsur dan latar belakang berbeda.

Mungkin ada yang die-hard capres tertentu, atau sebaliknya punya jejak pernah menjadi die-hard capres berbeda, atau mungkin biasanya menjadi penulis yang alergi dengan isu politik. Bagaimanapun, mendukung usaha adanya Pemilu Damai toh tidak selalu harus menulis bak “political hardcore”. Pasalnya, Pilpres 2019 menampilkan dua calon presiden yang persis sama dengan dua calon presiden pada Pilpres lima tahun lalu, Pilpres 2014.

Yang berbeda dari kedua periode Pilpres ini adalah figur calon wakil presidennya. Semua pihak saling mengamati, kadang mencurigai. Inilah yang menjadi salah satu sumber permasalahan, ada pihak yang rawan termakan hasutan, fitnah, atau kabar bohong.  

Dinamika politik mungkin lebih tak terduga dibanding dengan spekulasi siapa yang akan menang atau kalah dalam sebuah pertandingan besar piala dunia sepak bola. Atau, dapatkah kita dengan tepat melakukan penerawangan model cenayang, bahwa menurut perhitungan cocokologi, kali ini yang menang adalah capres A, atau capres B, misalnya. Bahwa parpol dan tokoh C,D,E, kali ini akan berbelok arah dan mengalihkan dukungan mereka pada tokoh ataupun koalisi partai sebelumnya?

Maksimalkan Usaha Pemenangan

All is fair in love and war”, sebuah ungkapan yang pada intinya menggambarkan adanya usaha segala cara akan dilakukan oleh pihak tertentu untuk mendapatkan tujuannya. Mungkin pembaca sependapat bahwa hal itulah yang terjadi saat ini. Logika lurus, logika terbalik, fakta nyata, fakta diputarbalikkan, tuduhan ngawur, sinyalemen ternyata benar, maling teriak maling, siapa memfitnah dia, siapa melapor, banyaklah kejadian yang terpapar setiap harinya, dan itu bahkan berlangsung sejak sebelum dan sesudah Pilpres 2014.

Di antara serangkaian peristiwa dan dinamika bernuansa politik itu, tiga isu penting mempertajam isu konflik di negeri kita tercinta, dan itulah hal krusial yang perlu diwaspadai dampak dan akibat destruktifnya bila pemerintah dan aparat tidak pandai-pandai dan tegas menanganinya.

Write It Right

Deklarasi Penulis menegaskan tiga hal itu -- isu intoleransi, radikalisme, dan terorisme. Bravo, Pepnews! untuk inisiatifnya. Kita semua tahu, dari yang kecil tanpa kita sadari akan berkembang menjadi besar. Nyala puntung rokok yang dibuang sembarangan di hutan tanah Riau, berpotensi membesar dan mengobarkan kebakaran berskala luas.

Sebaliknya, dari tekad tiga puluh penulis yang mendukung Deklarasi, itu awal yang mudah-mudahan menjadi kekuatan solid yang semakin berkembang sebagai tebaran benih kebaikan, dalam hal ini melalui tulisan yang baik. Baik sendiri itu relatif, namun secara universal, bolehlah Penulis meminjam ungkapan keren ini, “Write It Right!”

Di era serba digital dan internet ini, CEO Pepnews! Pepih Nugraha memberikan tips bijaknya kepada para penulis yang hadir, dan kebetulan sebagian besar adalah blogger, “Tidak perlu ada kode etik bagi blogger seperti pada jurnalis.

Adopsi saja kode etik jurnalisme – kode etik yang berlaku universal analogis dengan Sepuluh Perintah Allah – jangan membunuh, jangan mencuri dan seterusnya. Pahami dan praktikkan sopan santun berinternet. Think twice sebelum menuliskan hal yang lebih banyak negatifnya alih-alih dampak positifnya. Padamkan api alih-alih mengobarkannya.”

Salam Optimis, Ojo grusa-grusu...

Indria Salim

***