Dari "Potongannya", Cocok Jadi Menteri Pendidikan?

Kamis, 14 Februari 2019 | 21:53 WIB
0
370
Dari "Potongannya", Cocok Jadi Menteri Pendidikan?
 
 

"Dari potongannya, Fadli Zon ini cocok jadi menteri pendidikan," kata Prabowo dengan nada bercanda.

Demikian kutipan ini saya temukan diantara jejak digital jauh sebelum nama yang disebut memiliki posisi seperti sekarang ini di Dewan Perwakilan Rakyat sana. Kompas.com pada 7 Desember 2013 menyimpan rapi sepenggal narasi yang disampaikan oleh Prabowo Subianto terhadap sosok Fadli Zon. Kala itu tengah berlangsung event peluncuran buku Sepuluh Tahun Koperasi (1930-1940) di sebuah Hotel di bilangan Gatot Subroto.

Entah angin berbisik dari mana datangnya manakala ujug-ujug pentolan partai Gerindra mengeluarkan statement yang bisa jadi melambungkan angan politik sedemikian tingginya. Hanya karena yang bersangkutan memiliki jasa dalam menerbitkan kembali buku karya RM Margono Djojohadikusumo waktu itu diluncurkan melalui Fadli Zon Library?. 

Semudah itukah pertimbangan pemilihan posisi calon menteri di mata Prabowo. Semoga saja tidak. Anggap saja itu sebuah cara Prabowo mengangkat nama Fadli Zon di depan tamu undangan yang hadir. Maklum saja banyak orang penting yang hadir. Diantaranya dua mantan GUbernur Bank Indonesia yakni Darwin Nasution dan Burhanuddin Abdullah.

Waktu pun berlalu. Pilpres tahun 2014, beberapa bulan setelah kalimat berisi angin surga itu disampaikan, Prabowo harus mengalami kekalahan. Sosok yang digadang-gadang menjadi salah satu menteri dalam kabinetpun harus menerima takdirnya. Beruntung, Fadli Zon menjadi caleg terpilih dari dapil Jawa Barat V dengan wilayah pemilihan Kabupaten Bogor. 

Putra Minang satu ini pun melenggang ke Senayan. Bahkan langsung menduduki posisi sebagai Pimpinan DPR RI. Tak apalah gagal jadi menteri, yang penting dapat kursi meski hingga kini Zon belum mampu menunjukkan prestasi  kerja dan kesungguhannya memperjuangkan kesejahteraan rakyat.

Sempat ada cerita kegagalan Fadli Zon memperoleh kuri DPR Pada pemilihan legislatif tahun 2009. Dimana dia mencalonkan diri sebagai DPR RI dari Daerah pemilihan Sumatra Barat. Itu bukan kegagalan Fadli Zon yang pertama dan yang terakhir, sebab sebelumnya saat pemilu tahun 1999, rupanya lelaki kelahiran Payakumbuh ini sempat mencoba peruntungan politik melalui Partai Bulan Bintang (PBB) masih dari daerah pemilihan Sumatra Barat, tanah kelahirannya. 

Kini tahun 2019  musim Pilpres  datang. Prabowo kembali mencalonkan diri untuk yang kedua kalinya. Namun masihkah Fadli Zon digadang sebagai calonn menteri pendidikan? atau jangan-jangan Prabowo lupa dengan apa yang diucapkan. Atau akibat potongan tubuh yang sudah tidak seperti dulu lagi, maka pos menteri pendidikan akan diganti oleh orang lain.

 Ah itu masih teka teki. Yang jelas saat pasangan Prabowo yakni Sandiaga Uno mengeluarkan pernyataan seperti yang dilansir dalam TribunNews.com terkait Menristekditi dari kalangan milenial. Ada kesan Fadli Zon tak segan untuk "mencegah" niatan Cawapres Prabowo itu. Kita bicara pemenangan Pilpres dulu. Begitu katanya. 

Menanggapi kutipan pernyataan Sandiaga Uno berikut ini :

"Saya berjanji untuk memberikan kursi menteri pada milenial. Salah satunya Menpora dan Menristek Dikti," ujar Sandiaga lewat keterangan resmi yang diterima TribunJakarta.com, Minggu (11/11/2018).

 Sementara menurut Fadli Zon domain menentukan menteri harus dibicarakan dengan calon presiden, Prabowo Subianto. Dari situ terlihat Fadli Zon seolah belum ikhlas begitu saja melepas jatah menteri yang dulu akan dipersembahkan baginya. Mungkinkah diam-diam Fadli Zon memang punya ambisi dan berniat menjadi Menteri Pendidikan?

Beberapa langkah sudah Fadli Zon tempuh antara lain dengan mendirikan Fadli Zon  Library (Jakarta), Rumah Budaya Fadli Zon (Sumatera Barat), dan Rumah Kreatif Fadli Zon (Cimanggis, Jawa Barat). Hingga Kampung Sunda di Paseban, Kabupaten Bogor. Konon  tempat -tempat tersebut akan  digunakannya sebagai ruang untuk  mengembangkan dan memajukan pendidikan, seni, dan budaya bangsa. Sebegitu tertariknyakah sosok berkacamata ini dengan dunia pendidikan dan kebudayaan? Kira-kira apa misi yang akan dia emban kedepan?

Jika misi budaya yang hendak dia perjuangkan, sosok Fadli Zon belumlah cukup jika harus dibandingkan dengan para budayawan yang ada. Meski latar belakang akademik nyata menyebutnya sebagai lulusan fakultas ilmu budaya di Universitas negeri ternama di wilayah Jabodetabek. Lantas seberapa mampu ruang akademisi memberinya kepercayaan untuk menjadi Menteri Pendidikan?

Memupuk Asa dan bercita-cita hingga sedikit berambisi menjadi menteri khususnya menteri pendidikan adalah hal yang wajar bagi seorang Fadli Zon. Kedekatannya dengan sosok Prabowo menjadi karpet merah yang begitu mudah mengantarkannya pada singgasana kekuasaan. Itu JIka prabowo bisa mengalahkan Jokowi pada Kontestasi Pilpres April nanti.

Sayang, langkah Fadli Zon mengagungkan budaya melalui sentuhan sastra kerap terpeleset oleh licinnya ruang politik. Puisi-puisi Fadli Zon dinilai sarat muatan politis dan jauh dari energi murni sastra itu sendiri. 

Bukan bermaksud membuka luka sejarah sastra yang lama. konflik ideologi yang tercipta tercipta antara dua blok sastra yakni  Lekra (lembaga Kebudayaan Rakyat) dan Manikebu (Manifes  Kebudayaan). Dan kini Fadli Zon seolah kembali membuka ruang itu. Setelah Taufiq Ismail yang konon adalah Paman dari Fadli Zon kerap melontarkan sinisme sastra dengan menyebut komunis sebagai kata kunci.

Apa yang menjadi karya Fadli Zon memuat unsur percikan perlawanan layaknya karya-karya Lekra jaman itu. Padahal Taufiq Ismail selalu mendengungkan Manifes Kebudayaan yang mengutamakan sastra berlandaskan Pancasila. 

Hingga puncaknya, Puisi dengan judul doa yang tertukar menjadi bukti bahwa FAdli Zon cukup berani terhadap seorang KH Maimun Zubair. Ketokohan Kyai Khos asal Rembang Jawa Tengah di kalangan NU sudah tidak diragukan lagi. Demi syahwat politik untuk memenangkan capres 02 dan upaya mengalahkan cawapres 01, puisi Fadli Zon tak ubahkan karya sastra yang dihasilkan oleh kalangan Lekra.

Jelas-jelas puisi berjudul doa yang tertukar itu menisbikan posisi Ulama besar dari kalangan NU. Sungguh bukan karya sastra yang terlihat lahir dari kalangan Manifes Kebudayaan yang mengangungkan nilai Pancasila. Dan inilah catatan penting bagi sosok menteri pendidikan kedepan. Kebebasan berekspreasi melalui puisi menjadi hak bagi semua orang. 

Namun manakala puisi tersebut berisi tentang sebuah upaya cacat moral terhadap suatu kalangan? Lantas dimana nilai -nilai Pancasila  yang seharusnya menjadi nafas pendidikan dan mampu mengejawantah dalam tiap proses dan produk pendidikan?

Mari sejenak kita melihat wajah asli seorang Fadli Zon. Duhai cermina Ajaib, siapakah sejatinya seorang Fadli Zon?.Terlepas dari pusaran konflik lama Lekra atau Manikebu, Indonesia atau Rusia, jangan jangan jika tidak diantaranya ada darah"Yudaisme" dalam diri mr Zon. Dan itu sah-sah saja sebab hanya Tuhan dan Mr Zon yang tahu.

***

Sumber bacaan;

1234 dll