Papua: Mabuk Warganya, Judi Elitnya!

Warga Papua kini seharusnya memberikan dukungan kepada KPK dan aparat penegak hukum lain, untuk membersihkan pejabat yang merugikan rakyat Papua.

Selasa, 20 September 2022 | 17:22 WIB
0
191
Papua: Mabuk Warganya, Judi Elitnya!
Lukas Enembe (Foto: Sonora id)

Stigma negatif dan citra buruk yang selama ini ditanggung anak anak muda Papua, termasuk para mahasiswanya - khususnya di kota kota tempat mereka kuliah di kota kota Jawa - sebagai pemabuk dan perusuh. Setelah mabuk mereka bikin onar.

Kini stigma ditambah satu lagi, yaitu penjudi. Tak tanggung tanggung, berjudi dilakukan sang gubernur dengan skala miliaran, bahkan ratusan miliar ! 

Apa yang diungkap Menko Polkam Mahfud MD, KPK dan PPATK, kemarin, merupakan puncaknya.

Dalam penelusuran PPATK, Gubernur Lukas Enembe transfer uang ke kasino lebih dari setengah triliun rupiah. Bahkan ada temuan, menemukan sekali setor sampai 5 juta dollar.

Sebebarnya sudah sejak 2017 lalu, Wakil Rakyat Papua mengadukan Gubernur Papua Lukas Enembe dan Bupati Lanny Jaya, Befa Yigibalom, ke Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Kedua kepala daerah di Papua tersebut diduga kuat sering bepergian ke luar negeri tidak dalam rangka tugas dan tanpa seizin Menteri Dalam Negeri sebagai atasan.

Yang mengadukan tak lain Nius Kogoya, anggota DPRD Kabupaten Lanny Jaya, Provinsi Papua. 

Dalam aduannya, Nius menyertakan data Imigrasi sebagai bukti bahwa kedua kepala daerah di Papua itu sering bepergian ke luar negeri.

Tak semata mengadu dengan ucapan kosong, Niur melampirkan data imigrasi menyebutkan bahwa Lukas telah 52 kali melakukan penerbangan internasional dengan negara tujuan Singapura, selama periode April 2010 hingga Juli 2016 saja.

Karena itu, penetapan tersangka dan pengungkapan data transfer dana ratusan miliar ke luar negeri – lebih spesifik ke kasno - merupakan puncak kasus yang menumpuk selama beberapa tahun ini.

PEMERINTAH Pusat cenderung sangat berhati hati dalam menangani kasus pejabat di bumi Papua. Isu yang merebak dari wilayah yang kaya sumber alam ini cenderung dipolitisir, dan mendunia – karena segera dikaitkan dengan HAM.

Korporasi global sangat ingin menguasai dan mengeruk bumi Papua, menyebabkan konflik di kawan ini sangat mereka inginkan terjadi. Agar Papua bisa kembali jatuh ke kekuasaan mereka.

Karenanya, penyalahgunaan jabatan dan kejahatan kecil atau sedang para pejabat di Papua cenderung ditolelir oleh Jakarta.

Dosa rezim masa lalu – khususnya rezim Orde Baru - yang membuat pembangunan di bumi Nusantara paling timur itu terpuruk, dan rakyatnya masih terbelakang - menjadi tanggungan pemerintah berikutnya. 

Patut diduga perusahaan asing yang menambang mineral di Papua sengaja membuat warga lokal menjadi pemabuk, membiarkan kecanduan alkohol, tidak sekolah - agar tetap bodoh dan terbelakang sehingga kekayaan alam yang luar biasa bebas dikeruk dan dibawa ke negeri mereka.

Presiden RI Jokowi dan juga presiden di era reformasi sebelumnya berjuang untuk giat membangun Papua agar sejajar dengan provinsi lain. Menekan kesenjangan dengan pembangunan di Jawa dan wilayah lainnya.

Namun ternyata, terbukti kini - mereka yang mendapat kepercayaan dan amanah untuk memimpin Papua - yang dipilih oleh warga Papua sendiri – malah sibuk berjudi.

DI KALANGAN aktifis anti korupsi, informan LSM dan polisi di ibukota, hal ikhwal kegemaran oknum pejabat Papua yang gemar judi, dugem dan miras - bukan rahasia lagi. 

Setiap akhir pekan, oknum oknum pejabat Papua berada di Jakarta, berkumpul di satu hotel bintang lima di Jakarta Pusat, atau menyebar ke lokasi hiburan lain, dan disediakan lapak untuk judi.

Bandarnya sudah koordinasi dengan aparat, sehingga mereka “aman”. Dan kegiatan itu sudah berlangsung bertahun tahun.

Sebagian dari mereka berdalih, tiap akhir pekan sengaja terbang ke Jakarta untuk menghindari pemalakan dan pemerasan warga mereka, oknum LSM lokal, ormas, yang minta macam macam, lantaran merasa sudah berjasa, membawanya ke tampil bupati atau kepala daerah lain.

Namun info lain, para oknum pejabat itu, memang lupa diri, kaget, kaya mendadak. Dan mabuk. Lalu ingkar janji pada pendukung dan pemilihnya. Lari dari pemilihnya.

Masyarakat Papua, yang minim informasi, mendapat informasi sebaliknya. Mudah diprovokasi dan menyalahkan pemerintah pusat, dari oknum pejabat yang selama ini merasa nyaman berada di balik penderitaan rakyat Papua.

Mereka mengatasnamakan rakyat Papua – “memeras” pemerintah pusat, yang hasilnya untuk keuntungan diri sendiri. Untuk foya foya, beli property, main perempuan dan berjudi.

Mereka tega mengeksploitasi saudaranya sendiri, dimana rakyat Papua kebanyakan tetap miskin dan terbelakang. Sementara para pejabatnya menghamburkan anggaran pembangunan di atas kemiskinan rakyatnya.

DALAM jumpa pers bersama, Menko Polkam, KPK dan PPATK, Mahfud MD mengungkapkan, ada 12 temuan penyimpanan dan pengelolaan uang yang tidak wajar oleh Lukas yang angkanya mencapai ratusan miliar rupiah.  

Merujuk laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), kata Mahfud, dari 12 temuan, satu di antaranya berupa dugaan transaksi setoran tunai ke kasino judi senilai Rp 560 miliar. PPATK juga menemukan setoran tunai Lukas dalam jangka waktu pendek dengan nilai fantastis mencapai Rp 5 juta Dollar Singapura.

Kemudian, masih dengan metode setor tunai, tercatat ada pembelian jam tangan senilai 55.000 Dollar Singapura atau sekitar Rp 550 juta.

Gubernur Papua Lukas Enembe diduga terlibat aktivitas judi di dua negara berbeda. Buntut temuan itu, PPATK memblokir sejumlah rekening bank dan asuransi yang nominalnya mencapai Rp 71 miliar.

"Dugaan korupsi yang dijatuhkan kepada Lukas Enembe yang kemudian menjadi tersangka bukan hanya terduga, bukan hanya gratifikasi satu miliar," ujar Mahfud.

Atas dugaan ini, Mahfud pun mengimbau Lukas segera memenuhi panggilan KPK. Sebabnya, Lukas selalu mangkir dari pemanggilan.

Warga Papua kini seharusnya memberikan dukungan kepada KPK dan aparat penegak hukum lain, untuk membersihkan pejabat yang merugikan rakyat Papua.  

Guyuran triliun rupiah pun dari pemerintahan pusat di Jakarta akan habis di meja judi, jika Papua memilih “otak judi” sebagai pejabatnya.

Pejabat Papua dipilih rakyat sendiri. Tapi pemilihan cenderung manipulatif. Memanfaatkan warga buta huruf, terpencil, dan diwakili kepala kepala suku, dengan iming iming kesejahteraan. Namun, setelah jadi, mereka ditinggalkan. Janji diabaikan. Fasilitas pejabat dan guyuran anggaran digunakan untuk kepentingan sendiri, untuk memperkaya diri - bukan untuk mensejahterakan rakyatnya.

Seperti elite di ibukota, kekayaan Papua yang melimpah dimonopoli dan dinikmati segelintir elite - yang membayar centeng, pengacara dan preman untuk melindungi mereka.

Karena itu, perlu tindakan drastis, agar masyarakat berani melawan korupsi dan ketidak adilan agar kelak saudara kita di Papua bisa sejahtera seperti saudara saudara kita di provinsi lainnya.

***