Jika ada serangan Corona yang ketiga maka bisa jadi PPKM akan diperketat lagi, dan mobilitas warga dibatasi. Para buruh akan mengeluh lagi karena susah kelaur rumah.
Buruh akan berdemo lagi tanggal 10 November 2021 dalam rangka hari pahlawan. Masyarakat jelas menolaknya karena saat ini masih pandemi Covid-19, sehingga rentan menyebabkan kluster baru Covid-19.
Hari pahlawan biasanya dirayakan dengan seremonial dan menjadi momen yang sakral, karena setelah dan upacara biasanya langsung pergi ke taman makam pahlawan untuk berziarah. Akan tetapi, hari itu juga biasanya digunakan sebagai alasan untuk berunjuk rasa. Para buruh akan berdemo dan alasan mereka adalah menyampaikan aspirasi secara langsung.
Presiden KSPI Said Iqbal menyatakan bahwa demo tanggal 10 November 2021 akan dilakukan besar-besaran, karena yang terjun ke jalan sampai 10.000 buruh. Mereka ada di 26 provinsi dan 150 kota/kabupaten di Indonesia. Unjuk rasa akan dilakukan dalam waktu yang bersamaan, yakni jam 10 pagi, di depan kantor walikota, bupati, atau gubernur, dan dilakukan dalam rangka hari pahlawan.
Said melanjutkan, ada 4 tuntutan unjuk rasa. Pertama, naikkan upah minimum buruh sebesar 7 hingga 10%, kedua hapus onlibus law UU Cipta Kerja, ketiga berlakukan upah minimum sektoral 2021 dan 2022, sedangkan yang keempat adalah berlakukan perjanjian kerja bersama (PKB) tanpa omnibus law.
Masyarakat jelas menolak unjuk rasa buruh karena takut ada kluster Corona. Hal ini diperkuat oleh statement epidemiolog UI Tri Yunis Eko Wahyono yang menyatakan bahwa demo tersebut akan menjadi ajang penularan Corona dengan cepat, sebab saat unjuk rasa akan sulit sekali untuk menjaga jarak aman (minimal 1 meter).
Dalam artian, pendemo jelas melanggar protokol kesehatan karena berjalan beriringan dengan berdempetan, padahal mereka tidak tahu siapa di antara pengunjuk rasa yang merupakan OTG. Dengan berdemo dan meluapkan emosi, mereka bisa lupa diri dan tidak taat prokes. Apakah tidak takut kena Corona?
Padahal jika kena Corona mereka sendiri yang akan rugi karena harus berobat di RS atau isolasi mandiri selama 14 hari. Iya kalau dapat izin cuti khusus dari pabrik, kalau tidak? Mereka bisa terancam kehilangan pekerjaan, hanya gara-gara terburu nafsu untuk berdemo. Padahal mencari pekerjaan baru di masa pandemi jauh lebih susah dari biasanya.
Belum lagi resiko penularan Corona dari pendemo ke keluarganya, dan apakah tega jika anak-anak yang masih kecil tertular virus covid-19? Resikonya makin besar karena anak-anak di bawah 12 tahun belum divaksin.
Dari demo-demo yang lalu, ada rapid test secara acak dan selalu ditemukan OTG di antara kumpulan massa. Apakah ini tidak dijadikan pelajaran? Jangan demo sembarangan dan mengakibatkan terbentuknya kluster Corona baru, karena bisa mengancam nyawa.
Saat ini keadaan sudah relatif aman karena jumlah pasien Corona tidak sampai 1.000 orang per harinya. Akan tetapi jika para buruh selalu ngotot untuk berdemo, maka akan terjadi kluster baru dan jumlah pasien covid bisa naik. Padahal Corona menyebar dengan luas dan bisa menyebabkan serangan gelombang ketiga.
Jika ada serangan Corona yang ketiga maka bisa jadi PPKM akan diperketat lagi, dan mobilitas warga dibatasi. Para buruh akan mengeluh lagi karena susah kelaur rumah. Padahal ini gara-gara kesalahan mereka sendiri yang nekat berdemo di tengah pandemi.
Hari pahlawan sebaiknya diisi dengan ziarah ke TMP dan donasi pada kaum papa. Jangan malah berdemo dengan alasan ini dan itu. Berdemo bukanlah cara baik untuk menyampaikan aspirasi, dan demo di hari pahlawan tidak otomatis membuat pengunjuk rasa jadi pahlawan. Mereka malah bisa jadi suspect karena turut menyebarkan Corona.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews