Putra Jenderal TNI Anunerta Basoeki Rachmat Menjawab

Sabtu, 27 Februari 2021 | 12:22 WIB
1
331
Putra Jenderal TNI Anunerta Basoeki Rachmat Menjawab
Keluarga Jenderal TNI Soeharto

_Tulisan bagus. Apakah penyebab kematian alm. H. Bambang Yogianto Basoeki Rachmat ini?
Hormat saya, Victoria Sidjabat di Maryland, Amerika Serikat. 
Saya ada kirim email juga ke Bapak._

Itulah tulisan dari seorang warga Indonesia bernama Victoria Sidjabat di Maryland, Amerika Serikat (AS) yang saya teruskan menyampaikannya kepada keluargga Jenderal TNI Anumerta Basoeki Rachmat.

Bambang Susanto, putra kedua Jenderal TNI Anumerta Basoeki Rachmat langsung menjawab pertanyaan seorang WNI di AS tersebut melalui saya.

"Mas Bambang Yogianto menderita stroke yang berat, ujar Mas Bambang Susanto. Ditambahkannya: "Memang banyak yang bertanya tentang penyakitnya, karena meninggalnya pas merebaknya Covid-19."

_Tidak karena penyakit lain_ , ujar Mas Bambang Susanto, sang adik. " Almarhum yang menceritakan, awal mulanya dibawa ke Rumah Sakit Pusat Otak Nasional. Karena sudah dua bulan di rumah sakit tersebut, Mas Bambang Yogianto dibawa pulang ke rumah. "

" Di rumah, saya dan adik-adik, ikut merawat kakak, hingga menghembuskan nafas terakhir," demikian ujar Mas Bambang Susanto yang sekarang sudah berusia 70 tahun, tetapi selalu berolahraga di rumah. Ketika, ia menelpon saya, ia sedang berolahraga.

Putra tertua Jenderal Basoeki Rachmat itu, yaitu Mas Bambang Yogianto meninggal dunia pada 28 April 2020, setelah lima bulan dirawat di rumah. Berarti, ia mengalami stroke berat sudah tujuh bulan.

Keluarga Jenderal TNI Basoeki Rachmat dengan Ibu Sriwoelan Basoeki Rachmat, memiliki tiga putra dan seorang perempuan, yaitu Bambang Yogianto, Bambang Susanto, Nindiyah Sri Erawati dan Bambang Wasono (Mas Nono).

Mas Nono ini, baru saja meralat tulisan saya di media sosial:

_Ada sedikit ralat ,
1. Pada waktu itu Pak Jusuf dan Amirmachmud, pangkatnya Brigadir Jenderal. Alm Bapak Basoeki Rachmat, Mayor Jenderal.
2. Alm Bapak tidak diutus oleh Soeharto tetapi alm Bapak minta izin untuk menghadap Bung Karno. Kenapa minta minta izin, karena dari jenjang kepangkatan, Pak Harto waktu itu, Menteri Panglima Angkatan Darat, Kabinet Presiden Soekarno, yang berpangkat Letnan Jenderal juga._

Saya terakhir bertemu Mas Nono ketika di Radio Suara Bekasi, Bekasi (Jawa Barat), hari Rabu, 24 Juni 2020 berlangsung diskusi tentang Supersemar. Diskusi dipandu pemilik radio, yaitu Imam Trikarsohadi dan saya hadir sebagai, penulis buku: _Jenderal TNI Anumerta Basoeki Rachmat dan Supersemar_ (Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo). Dicetak dua kali, pertama, bulan Agustus, 1998 dan kedua, bulan Juni 2008.

Mas Nono berbicara berdasarkan buku: _Jenderal TNI Anumerta Basoeki Rachmat dan Supersemar_ , halaman 67, Bab VII _Detik-Detik Lahirnya Supersemar._

_Mengenang Ibu Sriwoelan Basoeki Rachmat_

Ibu Sriwoelan Basoeki Rachmat telah meninggalkan kita semua, tepatnya 4 Desember 2013,l. Waktu itu, Jalan Besuki 11, Menteng, dilanda duka mendalam, karena Ibu Sriwoelan Basoeki Rachmat telah meninggalkan kita semua.

Waktu mendengar kabar duka tersebut,
bayangan saya langsung tertuju ke Jalan Besuki 11. Waktu itu tanggal 7 November 1996, saya dipercaya keluarga besar Jenderal TNI Anumerta Basoeki Rachmat menulis biografi almarhum. Hampir setiap seminggu sekali saya bertemu keluarga besar Jenderal Basoeki Rachmat, terutama isteri almarhum, Ibu Sriwoelan Basoeki Rachmat sekeluarga dan para ajudannya. Sudah tentu menyisakan sebuah kenangan yang tidak dapat dilupakan.

Sebagaimana penuturan saya di _Kompasiana_ , 14 September 2019, hasil perbincangan dan dialog di Jalan Besuki 11 itu menghasilkan sebuah buku biografi.

Mengapa saya harus mengungkapnya kembali? Hal itu karena ada sesuatu hal mengganjal, yaitu sebelumnyab tertundanya buku ini terbit, yaitu menunggu Kata Pengantar dari Presiden Soeharto.

Kata Pengantar dari Presiden Soeharto itu tidak muncul juga. Sebenarnya Presiden Soeharto berkenan menulis _Kata Pengantar_ karena buku setebal 184 halaman itu, tetapi kenapa yang terjadi sebaliknya?

Bukankah yang pertama mengajukan _Kata Pengantar_ tersebut adalah istri Jenderal TNI (Anumerta) Basoeki Rachmat yaitu Nyonya Sriwoelan yang sekarang juga sudah almarhum ?

Kedua, bukankah. persahabatan kedua tokoh tersebut, masing-masing Jenderal TNI Soeharto dan Basoeki Rachmat sangat akrab. Di dalam pikiran saya atau keluarga Jenderal TNI (Anumerta) Basoeki Rachmat, tidak mungkin Presiden Soeharto menolak menulis _Kata Pengantar_ di dalam buku tersebut. Tetapi memang itulah yang terjadi, *tidak ada jawaban dari Presiden Soeharto.*

Buku itu terbit juga pada tahun 1998 dan sudah tentu tanpa _Kata Pengantar_ dari Presiden Soeharto. Bagaimana pun pertanyaan tersebut muncul kembali, apa sebabnya ya? Kalau dikatakan sebuah keakraban, Presiden Soeharto sangat mengagumi Jenderal Basoeki Rachmat.

Bahkan pada waktu Jenderal Basoeki Rachmat meninggal dunia hari Jumat, 10 Januari 1969, Presiden Soeharto terkejut dan langsung ke rumah Jenderal Basoeki Rachmat di Jalan Besuki No. 11.

Suatu kehormatan untuk almarhum Jenderal TNI Basoeki Rachmat adalah kenaikan pangkat almarhum dari Letnan Jenderal menjadi Jenderal. Juga pada hari itu selain dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, maka pada tanggal beliau mangkat langsung diangkat sebagai Pahlawan Nasional. Jarang hal tersebut terjadi.

Menurut perkiraan saya, yang menjadi masalah adalah di judul buku yaitu kata Supersemarnya (Surat Perintah 11 Maret), meski Supersemar yang dipaparkan dalam buku sesuai dengan alur sejarah.

Selanjutnya pernyataan dari ajudan Jenderal Basoeki Rachmat, Stany Soebakir di dalam buku itu bahwa ketika hari sudah larut malam dan di dalam mobil jenis Toyota _Kanvas_ bernomor polisi  B 1968 S menuju Jakarta melalui Cibinong :

_Saya masih ingat, tempat ditandtanganinya naskah itu di Bogor, bukan Jakarta. Karena Bung Karno sudah menganggap, Bogor sebagai pusat pemerintahan_ , ujar Stany Subakir.

Perkiraan saya, sudah tentu di kalimat ini. Jika Presiden Soeharto membuat _Kata Pengantar_ , maka ia harus memaparkan Supersemar itu ditandatangani di Bogor sesuai pernyataan ajudan Jenderal TNI Basoeki Rachmat.

Benar, setelah Presiden Soeharto meninggal dunia, masalah Supersemar asli selalu dipertanyakan. Megawati, Jusuf Kalla dan Kepala Arsip Nasional pernah mengucapkan kalimat akan berusaha mencari Supersemar asli, tetapi tidak terwujud hingga hari ini.

Jika kita ke Arsip Nasional, yang kita temui bukan Supersemar asli sebagaimana kata ajudan Jenderal TNI Anumerta Basoeki Rachmat, yaitu Stany Soebakir katakan, bahwa Supersemar itu ditandatangani Presiden Soekarno beralamat di Bogor, bukan Jakarta.