Jumlah populasi yang terinfeksi terus meningkat dalam jumlah puluhan juta (76,6 juta). Biaya akan sangat tinggi. Resiko kematian dalam uji klinis mungkin lebih besar.
Prof. Yuwono, seorang Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik, mengungkapkan, pada pekan pertama uji klinis di UK: Efek samping alergi dan bell's palsy (lumpuh wajah) yang terjadi setelah disuntik vaksin pfizer adalah hal yang serius secara medis.
“Ada apa sebenarnya? Sebenarnya itu karena uji klinis fase 3 yang menjamin keamanan dan efektifitas Belum Selesai di seluruh dunia, termasuk uji klinis di Kota Bandung,” ungkapnya dalam akun Facebook Prof. Yuwono, Kamis (10/12/2020).
Catatan lainnya, kata Prof. Yuwono, adalah vaksin pfizer itu hanya RNA Virus, sedangkan Sinovac itu Virus Utuh, logikanya bisa jadi efek sampingnya lebih beragam dibanding yang RNA saja.
Sebagai dokter spesialis mikrobiologi klinik ia wajib menyuarakan ini, sebagai konsekuensi dari sumpah dokter: “Saya akan menghormati kehidupan mulai dari pembuahan” dan prinsip praktik dokter “the first do not harm”, yang utama dan pertama jangan bikin cilaka pasien”!
“Moga ini didengar oleh siapapun para pemimpin agar jangan bikin cilaka warganya dalam hal apapun!” ujar Prof. Yuwono.Bahwa vaksin akan berkontribusi sebagai salah satu cara mengakhiri pandemi, menurut Prof Yuwono, itu mungkin.
“Tapi faktor lain seperti sembuh sudah 80%, yang sakit berat kurang dari 1%, yang wafat 3%, dan kehati-hatian masyarakat yang semakin baik, apakah ini bukan modal untuk mengakhiri pandemi covid?” tegas Prof. Yuwono.
“Coba buka data Pandemi HIV AIDS yang fatal 100% dan belum ada 1 pun yang sembuh! Jangan fokus dan cuma ngandalkan vaksin, tapi andalkan Allah Tuhan Yang Maha Kuasa serta kompak-kompak saling lindungi dan bantu sesama warga NKRI,” lanjutnya.
“Jangan seperti berita ramai saat ini, apapun dalihnya, membuat warga takut, susah, sakit atau mati adalah langkah tak manusiawi!” ungkap Prof. Yuwono mengingatkan.
Reaksi alergi setelah disuntik Vaksin Covid-19 Pfizer juga diuraikan Arie Karimah, Pharma-Excellent, Alumni ITB.
Dua tenaga kesehatan (perempuan setengah baya) di Alaska, AS, dan dua lainnya di UK dilaporkan mengalami reaksi alergi yang parah, dikenal sebagai reaksi anafilaktik. Reaksi muncul beberapa menit setelah vaksin disuntikkan secara intramuskular (ke dalam otot).
Tandanya adalah: Pemerahan di wajah, akibat pelebaran pembuluh darah. Sesak nafas, akibat penyempitan saluran pernafasan. “Reaksi alergi ini disebut sebagai adverse effect atau reaksi yang tidak diharapkan, dan bersifat merugikan,” ungkap Arie Karimah.
Sedangkan efek samping (side effect) juga merupakan reaksi yang tidak diharapkan, tidak selalu merugikan bahkan kadang-kadang membawa manfat. Efek samping vaksin Pfizer: demam, sakit kepala, atau nyeri otot.
Kedua perempuan Alaska tersebut tidak mempunyai riwayat alergi sebelumnya. Perempuan pertama sebelumnya mencoba mengatasi reaksi alergi itu dengan minum kapsul antialergi Benadryl, namun tidak membawa manfaat.
Akhirnya dibawa ke rumah sakit dan mendapat suntikan epinefrin (EpiPen), yang merupakan standar pengobatan untuk reaksi anafilaktik. Selain itu juga mendapat obat lambung Pepcid dan Benadryl melalui infus. Gejalanya segera mereda setelah mendapat epinefrin.
Orang pertama itu mendapat vaksinasi hari Selasa, dan perlu diobservasi di rumah sakit semalam. Sementara orang kedua disuntik pada hari Rabu dan langsung pulih sepenuhnya.
Reaksi anafilaktif terhadap suntikan vaksin tersebut merupakan kasus yang sangat jarang terjadi (langka), dan umumnya hanya berlangsung singkat, jika segera mendapat suntikan epinefrin.
Dan sesuai aturan yang sebelumnya sudah dikeluarkan oleh FDA, barangsiapa mengalami reaksi alergi pada suntikan vaksin yang pertama itu, maka yang bersangkutan tidak akan mendapat suntikan kedua (booster).
Di UK seminggu sebelumnya juga dilaporkan ada 2 tenaga kesehatan yang mengalami reaksi anafilaktik. Reaksi segera tertangani karena keduanya memang sudah menyiapkan suntikan epinefrin. Keduanya memiliki riwayat alergi tersebut.
Menurut Arie Karimah, UK kini telah membuat rekomendasi baru: Siapapun yang pernah punya riwayat alergi parah sebaiknya tidak ikut vaksinasi.
Sebenarnya reaksi anafilaktik Sudah Pernah dilaporkan dalam uji klinis di UK, sehingga Alaska sudah siap dengan penangkalnya. Ini adalah kasus pertama di AS, dan program vaksinasi akan tetap berjalan sesuai yang sudah direncanakan.
Para dokter di AS kini diminta untuk memberi perhatian tentang kemungkinan munculnya reaksi alergi yang langka ini pada suntikan pertama vaksin.
FDA sendiri sebenarnya sudah mengeluarkan aturan tentang siapa yang Tidak Boleh divaksinasi: Mereka yang mempunyai riwayat alergi Parah, pada suntikan pertama dengan vaksin. Mereka yang alergi Parah terhadap komponen vaksin.
Menurut Arie Karimah, arti aturan ini bagi praktisi: Tetap toh harus mengalami reaksi alergi dulu disuntikan pertama, baru tidak boleh mendapat suntikan kedua (booster); Bagaimana bisa tahu alergi terhadap komponen vaksin (yang begitu banyak), kalau tidak dilakukan tes alergi terlebih dahulu.
Bagi yang belum pernah belajar tentang alergi: Alergi adalah suatu Kelainan, bukan penyakit, dimana tubuh seseorang menganggap zat yang tidak berbahaya bagi Sebagian Besar orang sebagai zat berbahaya untuknya.
Uji klinis vaksin Sinovac itu sudah didesain Dengan Benar. Kalau ada “manipulasi” di tengah jalan akan diketahui dari hasilnya. Dokter, Clinical Pharmacist dan Clinical Trial Experts akan mengetahuinya.
Ada istilah namanya inclusion criteria dan exclusion criteria. Siapa-siapa yang boleh menjadi volunteers dan siapa yang Tidak Diikutsertakan sebagai volunteers.
“Daftar exclusion criteria Sangat Panjang. Artinya, jangan tanya efek vaksin terhadap orang-orang yang masuk dalam kategori exclusion criteria,” ujar Arie Karimah.
Kenapa tidak dilibatkan? Menurutnya, ini akan membutuhkan waktu uji klinis yang panjang, sementara keberadaan vaksin Covid-19 sangat mendesak dibutuhkan, karena angka kematian di seluruh dunia yang begitu tinggi (1,6 juta).
Dan, jumlah populasi yang terinfeksi terus meningkat dalam jumlah puluhan juta (76,6 juta). Biaya akan sangat tinggi. Resiko kematian dalam uji klinis mungkin lebih besar.
Arie Karimah menyebut, biasanya akan dilibatkan dalam uji klinis lanjutan, atau diketahui efeknya secara tidak sengaja dalam uji klinis fase 4 (post marketing surveillance).
“Klaim dalam obat dan vaksin itu harus berdasarkan bukti statistik (evidence-based), yang diperoleh dari uji klinis. Bukan asal mangap, atau saya kira, atau saya duga,” ungkapnya.
Menurut Arie Karimah, jika uji klinis fase 2 dilakukan dengan baik, mestinya fase 3 berjalan lancar. Seperti kandidat-kandidat vaksin yang lain.
Tapi kalau fase 3 dilakukan sebelum hasil fase 2 dipublikasikan, “Ya begini jadinya: maju kena mundur kena.” (Bersambung)
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews