Bukan Masyumi murni. Mazhabnya jelas, salawi (semua salah Jokowi). Para antagonis yang selalu memakai isu agama dengan cara tak agamis.
Benarkah virus Corona, atau Covid-19, menakutkan? Sebenarnya tidak. Virus lemah pikIr, lemah iman, dan lemah syahwat, itu lebih mengerikan. Virus yang disebut Lepileilesya ini bersifat massif, tersistem dan terstruktur. Apalagi dua kali berturut kecewa dengan Pilpres 2014 dan 2019.
Apa hubungan antara pengidap virus Lepileilesya dengan Pilpres? Karena maksud dan tujuan mereka tak tercapai. Mereka siapa? Pengidap Lepileilesya itu lho. Baca dong! Lepileilesya ini musuh besar Pancasila. Itu jika pengertian Pancasila adalah manifestasi toleransi dan kebersamaan dalam berketuhanan, persatuan, kemanusiaan, dan budaya masyawarah mufakat yang berkeadilan sosial.
Oleh Bung Karno, sebetulnya bisa diperas dalam tri-sila persatuan, kemanusiaan, keadilan sosial. Itu pun masih bisa diperas lagi, kata Bung Karno, dengan satu sila: Gotong-royong. Urutan logikanya jelas, tapi para penderita lepileilesya bukannya tak bisa memahami. Lebih karena tak sudi memahami. Dengan alasan preambule UUD 1945 dengan 17 kata mengenai ‘kewajiban melakukan syari’at Islam.'
Nah, ketahuan ‘kan, penderita lepileilesya ini teridentifikasi dari agama tertentu? Meski kita tahu di Indonesia tak ada agama tertentu. Yang diakui negara: Agama Hindu, Buddha, Katholik, Protestan, Khonghucu, dan tentu saja; Islam. Tapi, mongsok beragama kok ngidap lepileilesya? Ya bisalah. Wong kita pernah punya menteri agama masuk penjara karena korupsi. Kurang apa? Memang virus itu menyerang mereka yang suka mengatasnamakana agama, padal sesungguh-sungguhnya merugikan agamanya sendiri. Karena yang dipraktikkan justeru penistaan, pendustaan atau manipulasi agama.
Di Yogyakarta belum lama lalu, ada pawai di Malioboro, diusung kelompok yang mengatakan nasionalisme telah membuat Islam tercerai-berai. Mereka mengajak umat Islam bersatu. Untuk apa? Mendirikan negara syariah khilafah. Negara berdasar agama. Negara berdasar agama Katholik? Bisa ngamuk mereka. Ya, Islam dong!
Itu contoh lepileilesya. Seperti kejadian di Yogya pula, konon NU dan Muhammadiyah bentrok. Ternyata itu ulah kelompok HTI. Lha, kenapa bisa diadu? Karena lepileilesya juga.
Para pengidap lepileilesya, beberapa kini memakai bendera baru tapi lama; Masyumi Reborn. Reborn? Film? Ya, agama tapi pakai istilah kekinian. Numbek, numpang beken karena emang nggak kreatif. Numpang isu mulu. Siapa mereka? Ada penyair Angkatan 66 Taufiq Ismail, Margharito Kamis. Tengku Zulkarnaen, Ridwan Saidi, Sobri Lubis, Musni Umar, Munarman, Fahira Idris,… nah ketahuan ‘kan kelompok apa? Bukan Masyumi murni. Mazhabnya jelas, salawi (semua salah Jokowi). Para antagonis yang selalu memakai isu agama dengan cara tak agamis.Eh, tapi kenapa dengan lemah syahwat? Ya, itu hanya untuk menggambarkan, kita punya potensi luar biasa, tapi karena lepilei maka justeru lesya. Apalagi pengikutnya, pengidap akut lepileilesya tingkat dewa-19, mirip dengan covid-19 ‘kan?
@sunardianwirodono
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews