Adu Domba Makin Merajalela Usai Pemilu 2019

Sudah beredar berita dan ajakan menggelar aksi unjuk rasa serta pengerahan "people power" untuk menolak hasil Pemilu 2019.

Selasa, 21 Mei 2019 | 21:54 WIB
0
497
Adu Domba Makin Merajalela Usai Pemilu 2019
Ilustrasi adu domba (Foto: Duta Islam)

Saya tidak sengaja melihat slogan iklan mengenai adu domba, tapi kok kena di hati. Justru beberapa hari yang lalu saya sempat adu debat di media sosial mengenai korban yang meninggal akibat pembacokan ketika mengikuti Sahur On The Road (SOTR) yang pelakunya adalah gengster anak-anak muda.

Lawan bicara saya mengatakan kejadian ini hanyalah pengalihan isu, setiap pilpres selalu ada kejadian macam ini. Lalu yang lain juga mengatakan polisi sibuk mengurus pemilu serta dikatakan juga disuap oleh 01. Melihat mereka berkomentar seperti itu, satu-satu saya ladeni.

Pertama pengalihan isu agar masyarakat tidak konsen dengan pemilu. Ini hoaks yang sangat tidak berperikemanusiaan karena menyangkut nyawa manusia. Fakta berkata dilansir dari harian Kompas mengatakan setiap tahun, pada saat menjelang lebaran, gangster-gangster ini selalu muncul.

Sedangkan mengenai polisi sibuk mengurusi pemilu, padahal jelas-jelas polisi sudah menangkap para gangster bersamaan dengan pemberitaan kematian korban yang kami saling balas komentar. Terlihat betapa rendahnya daya literasi mereka.

Mengenai 01 yang dituduh menyuap polisi jelas-jelas hoaks yang tidak terstruktur, tidak sistematis dan sayangnya makin masif. Singkat kata, mana buktinya?

Jawaban saya juga dikomentari bahwa polisi memang tugasnya untuk menjaga keamanan, harus konsekuen, harus selalu ada ketika ada kriminalitas mereka harus ada di sana.

Waduh, makin melenceng saja debat ala media sosial ini. Dia pikir NKRI itu hanya seluas Jakarta, Iron Man dkk saja tidak 24 jam menjaga dunia, apa lagi polisi. Saya 'tuh makin geleng-geleng kepala sambil mengetik jawaban.

Ditambah lagi dia menyatakan kalau polisi digaji oleh rakyat, wajarlah mereka harus berkorban setiap detiknya untuk rakyat Indonesia tercinta. Wow, tiba-tiba muncul keinginan untuk membenturkan kepala saya ke kasur, untuk tes apakah mimpi atau tidak? Balasan saya hanya pertanyaan apakah dia sudah membayar dan lapor pajak secara benar? Dia sudah memberikan apa ke negara Indonesia?

Pengumuman Proses Rekapitulasi Pemilu Tuntas

Baiklah, saya tarik ke situasi terhangat hari ini, di mana sebagian masyarakat mengemukakan pendapat bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) curang. Ya, KPU, Senin (20/05/2019) malam, menuntaskan rekapitulasi nasional hasil Pemilu 2019 untuk pemilihan presiden-wakil presiden dan pemilihan anggota legislatif.

Baca Juga: KPU Tetapkan Jokowi-Ma'ruf Pemenang Pilpres 2019

Proses ini tuntas sehari lebih awal dari tenggat waktu yang ditetapkan Undang-Undang Pemilu disinyalir dari Kompas hari Selasa (21/05/2019).

Hasil hitung suara pemilu presiden dan wakil presiden RI adalah sebagai berikut;

#01 Joko Widodo - Ma'ruf Amin : 55,50%
#02 Prabowo Subianto - Sandiaga Uno : 44,50%

Undang-undang Pemilu mengatur penetapan rekapitasi perolehan pemilu 2019 dilakukan paling lambat 35 hari setelah pemungutan suara yaitu 22 Mei. Kata Ketua KPU Arief Budiman, "Itu paling lambat. Kalau ditetapkan lebih cepat tidak melanggar Undang-undang."

Keberatan dari Pihak Paslon nomor 02

Jika ada keberatan dari peserta Pemilu 2019 diberikan waktu 3 x 24 jam untuk mengajukan sengketa perselisihan hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). KPU akan menetapkan capres-cawapres terpilih paling lama tiga hari jika tidak ada sengketa hingga tenggat waktu tsb.

Sikap dari Saksi Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Subianto, Aziz Subekti justru pihak mereka menolak menandatangani hasil rekapitulasi seluruh provinsi yang telah dibacakan pada rapat pleno rekapitulasi nasional.

Laporan Aduan BPN Ditolak Bawaslu

Bawaslu menolak laporan dugaan pelanggaran administratif terstruktur, sistematis, dan masif yang diajukan oleh pihak BPN. Hal ini diputuskan dalam sidang putusan sela, Senin pagi (20/05/2019).
Mengapa laporan tersebut tidak diterima disebabkan salah satu dasar penetapan adalah belum terpenuhi kriteria serta kualitas bukti-bukti.

Bukti versi BPN adalah sebagai berikut'

1. hasil cetakan /kliping pemberitaan media daring
2. tautan media daring.

Dua laporan dari BPN yang adalah dugaan pelanggaran administrasi terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) diajukan oleh Djoko Santoso dan Ahmad Hanafi Rais serta Dian Islamiati Fatwa.

Yupen Hadi yang adalah kuasa hukum BPN perwakilan Djoko Santoso serta Ahmad Hanafi Rais membuat melontarkan komentar bahwa Bawaslu hanya melihat apa yang mereka lihat. Bahwa ada bukti pemberitaan media daring. Ia menambahkan bahwa buktinya bukan melulu tentang pemberitaan.
Yang sempat menjadi pertanyaan saya, bukti tautan media daring dari BPN ini media yang bisa dipertanggungjawabkan dan kredibel atau tidak?

Aksi Penolakan hasil Pemilu 2019

Jelang tanggal 22 Mei 2019, marak pemberitaan pergerakan "people power" tapi sekarang diganti istilahnya menjadi gerakan kedaulatan rakyat. Mungkinkah karena banyak pihak-pihak yang dilaporkan melakukan upaya makar jika menggunakan istilah ini.

Sudah beredar berita dan ajakan menggelar aksi unjuk rasa serta pengerahan "people power" untuk menolak hasil Pemilu 2019. Sempat kejadian ditemukan senjata angin dalam razia terhadap massa yang mungkin akan mengikuti aksi 22 Mei.

Polisi juga meringkus 8 terduga teroris jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Lampung.

“Dari hasil pemeriksaan tersangka yang pertama kali, si SL itu sebagai leader-nya itu ngomong, kita (manfaatkan) momentum ada people power, ada kerusuhan massa yang ada di Jakarta, itu akan kita manfaatkan sebagai trigger,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di kantornya, Jakarta Selatan, Senin (6/5/2019).

Jadi kelompok ini akan menunggangi aksi 22 Mei penolakan hasil Pemilu. Ini baru satu kelompok teroris, belum yang ditangkap Bekasi, Jatiasih tempo lalu. Serta ada lagi teroris dicicuk di Kudus.

Persatuan Indonesia

Jika dilihat orang-orang yang akan ikut aksi 22 Mei, adalah pihak-pihak pendukung 02. Yah sudah pasti. Mana mungkin juga pihak 01?

Saya hanya berpikir, seperti di artikel saya sebelumnya. Sekarang bulan puasa, bisakah pihak-pihak yang merasa "terzolimi" dan "dikriminalisasi" meredakan amarah akan menuntut "keadilan semu"?

Seperti di artikel saya sebelumnya, banyak pihak-pihak yang menyerukan masyarakat hendak menerima hasil Pemilu 2019 dengan damai. Bahkan PWNU menyatakan "people power" adalah haram.

Jadi, maukah Ramadan dinodai? Atau maukah devide et impera terulang kembali di masa kini ?

Sumber : 1, 2, 3, & 4

***