Dorong Rekonsiliasi Politik Usai Pemilu 2019 di Momen Idul Fitri

Konflik di tingkat elite hanya sebagai permainan politik, namun di masyarakat justru tidak hanya sebagai permainan, tetapi ada yang menganggapnya perang total.

Senin, 3 Juni 2019 | 10:08 WIB
0
318
Dorong Rekonsiliasi Politik Usai Pemilu 2019 di Momen Idul Fitri
Pramono Ubaid Tanthowi (Foto: Harian Nasional News)

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, pihaknya mendorong adanya rekonsiliasi politik pascapenyelenggaraan Pemilu Serentak 2019. Menurut Pramono, Idul Fitri harus dijadikan momen untuk melakukan rekonsiliasi setelah rasa kekeluargaan masyarakat Indonesia sempat terpecah-belah selama beberapa bulan pelaksanaan Pemilu 2019.

"Di dalam suatu keluarga besar bahkan satu kantor pilihan politiknya terpecah. Maka, momen lebaran tahun ini kami harapkan bisa menjadi momentum untuk merekatkan kembali persaudaraan yang kemarin sempat terkoyak," ujar Pramono di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (31/5/2019).

Pramono berharap rekonsiliasi terjadi pada dua tingkat, yakni di tingkat elite politik dan tingkat masyarakat akar rumput. Yang penting, kata dia, adalah rekonsiliasi di tingkat elite agar bisa menjadi contoh bagi rekonsiliasi di tingkat masyarakat.

"Pertama, di level elite politik. Yang mana biasanya hanya melakukan political game, pada hari ini berseteru menjadi lawan politik, maka berikutnya bisa menjadi koalisi, dan sebaliknya. Momen lebaran itu harus memberi contoh bagaimana mereka membangun rekonsiliasi," jelas Pramono.

Rekonsiliasi pada tingkat elite, kata dia, tidak boleh hanya bersifat simbolik saja. Rekonsiliasi harus dilakukan dengan tulus dan bisa juga menyelesaikan persoalan politik yang tersisa lewat mekanisme hukum yang berlaku.

"Kedua, rekonsiliasi yang paling penting justru di tingkat akar rumput, di tingkat masyarakat. Sebab mereka betul-betul terimbas dari konflik elite, provokasi hoaks dan narasi yang penuh konflik," ungkap dia.

Menurut Pramono, jika konflik di tingkat elite hanya sebagai permainan politik, namun di masyarakat justru tidak hanya sebagai permainan, tetapi ada yang menganggapnya perang total yang bisa merembet ke hal lain yang sensitif, seperti agama dan suku.

"Sehingga di kalangan masyarakat kita itu konfliknya bukan hanya dianggap sebagai permainan, tapi seperti perang total atau jihad atau armageddon. Sehingga rekonsiliasi di tingkat masyarakat perlu tetapi elite harus memberikan contoh dulu," pungkas dia.

***