Membaca “Pesan Langit”, Tak Mungkin Kiai Maimoen Salah Baca!

Selasa, 5 Februari 2019 | 13:36 WIB
0
501
Membaca “Pesan Langit”, Tak Mungkin Kiai Maimoen Salah Baca!
Capres Prabowo Subianto saat silaturahmi di Ponpes Al-Anwar, Sarang, Rembang. (Foto: Gatra.com).

Secarik kertas dikeluarkan dari saku KH Maimoen Zubair. Kiai khos yang akrab dipanggil Mbah Moen ini kemudian membaca doa penutup acara “Sarang Berzikir untuk Indonesia Maju” di Ponpes Al-Anwar, Rembang, Jawa Tengah, Jum’at (1/2/2019).

Sebelumnya, sebuah video viral di media sosial lantaran ulama kharismatik asal Rembang yang juga Ketua Majelis Syariah PPP itu mendoakan Prabowo Subianto menjadi pemimpin. Menariknya, doa itu diucapkan di sebelah capres petahana Joko Widodo.

Mendengar doa yang diucapkan itu bukan untuk Jokowi, Ketum PPP Romahurmuziy alias Romi buru-buru menghampiri Mbah Moen supaya segera meralat isi doanya untuk Jokowi juga. Romi dan Jokowi sampai perlu masuk ke kamar pribadi Mbah Moen.

Hanya demi meralat doa Mbah Moen yang “salah sebut” nama Prabowo sebagai pemimpin, bukan Jokowi! Mungkin Jokowi dan rombongan tak mengira, acara yang sebenarnya untuk Presiden Jokowi ini justru berbalik menjadi panggung sosialisasi Prabowo.

Saat seseorang berbicara, sebuah kesalahan menyebut nama seseorang sebagai aplikasi lupa atau khilaf. Sebaliknya saat seorang ulama memimpin berdoa, maka proses berdoa tersebut melibatkan tangan-tangan Allah Robbul'alamin.

Menurut seorang Ustadz, ada dua tujuan keterlibatan “tangan” Maha Penguasa alam semesta itu. Pertama, Allah SWT telah menunjukkan kekuasaanNya sebagai Maha Penentu dan Maha Pembolak-balik Hati.

Allah hanya ingin menunjukkan pada kaum muslim tentang sosok yang akan mendapat Ridho Allah, sosok yang akan dibantu Allah SWT saat memimpin Indonesia nanti, dan sosok yang akan mampu menolong kebangkitan Indonesia yang kini menjadi bahan gosip Internasional.

Kedua, Allah sedang menunjukkan KekuatanNya pada para muslim dan ulama, yang sudah mulai kehilangan rasa dan roso Islamiyah yang diajarkan oleh Rasulullah Muhammad SAW.

“Sikap Amar Mahruf Nahi Munkar, kehilangan rasa Ukhuwah Islamiyah yang dilunturkan oleh kepentingan pribadi, golongan, dan kelompok,” ungkap ustadz yang masih keturunan Sunan Ampel ini kepada Pepnews.com.

Artinya, saat kaum muslim dan ulama yang tidak melaksanakan amar mahruf nahi munkar itu tidak segera sadar, maka bukan sebuah kemuskilan jika Allah akan marah dalam senyum yang diikuti oleh sebuah bencana alam yang lebih dahsyat dari sebelumnya.

Astagfirullah al'ahzim. Allah ingin menunjukkan Kuasa-Nya ketika seorang pemimpin tidak percaya dengan adanya akherat. Allah juga mau menunjukkan ketika Jokowi diberi izin untuk memimpin Indonesia (2014) dan membuktikan doa Daeng M. Jusuf Kalla.

Ingat, sebelum digandeng Jokowi dalam Pilpres 2014 sebagai cawapres, JK pernah berujar, “Indonesia akan hancur jika dipimpin Jokowi,” begitu kira-kira isi ucapannya kalai itu. Kini Allah ingin menunjukkan bukti kepada rakyat Indonesia soal ucapan JK itu.   

Kali ini, pesan dari Langit itu disampaikan melalui doa Mbah Moen. “Ya Allah, hadza ar rois, hadza rois, Pak Prabowo ij'al ya ilahana,” kata Mbah Moen dalam rekaman video acara Sarang Berzikir untuk Indonesia Maju yang viral di medsos tersebut.

Mbah Moen membacakan doa sambil melihat secarik kertas kuning yang dia keluarkan dari sakunya. Doa ini dibacakan Mbah Moen dalam bahasa Arab. Artinya kurng lebihnya, “Ya Allah, inilah pemimpin, inilah pemimpin Prabowo, jadikan, ya Tuhan kami”.

Menurut para pakar, Mbah Moen menyebutkan nama Prabowo secara spontan. Bahkan, ada yang mengatakan, untuk pilpres kali ini tampaknya yang ada dalam hati Mbah Moen adalah Prabowo. Bukan lagi Jokowi. Mungkin karena Jokowi tidak amanah.

Tapi, kubu Jokowi mengatakan bahwa yang dimaksud Mbah Moen itu jelas Jokowi, bukanlah Prabowo. Sebaiknya kita tidak perlu berdebat kusir soal spontanitas Mbah Moen dan maksud sesungguhnya di dalam hati beliau. Sebab, jawabannya sudah sangat jelas.

Yang krusial sekarang ini adalah bagaimana dengan ralat seketika yang dilakukan Romi itu? Kelihatannya, Romi juga bertindak spontan. Ia hanya ingin meluruskan isi doa yang terlanjur untuk Prabowo itu. Sampai ia perlu masuk ke kamar pribadi Mbah Moen.

Mbah Moen diminta meralat doanya. Yang menjadi masalah, setelah Romi meminta Mbah Moen meralat, ternyata kiai karismatik itu masih menyebut nama Prabowo sampai dua kali. Baru kemudian ralat Mbah Moen menjadi benar. Terpaksa meralatnya?

Bisa saja Mbah Moen tak mau ribet, sehingga nurutin kemauan Romi. Supaya acaranya cepat selesai. Jangankan seorang capres atau presiden, kalau ada maling yang datang dan minta doa saja seorang ulama pantang menolaknya. Pastinya juga akan mendoakan.

Pesan Langit

Ustadz Kusairi Muhammad mencatat, dalam sebuah hadits, Rasulullah pernah mengatakan, sebaik-baik manusia adalah orang yang panjang umurnya dan paling baik amalannya. Inilah tipe manusia yang memiliki derajat tinggi di mata Allah.

Orang dengan derajat seperti ini doanya sangat makbul. Karena kehidupannya lebih banyak diabdikan buat kepentingan akhirat. Orang semacam ini seperti menjadi waliyullah, sebagai penangkap isyarat langit dengan isyarat bumi.

Sebagai hamba Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa, kita semua sangat dianjurkan untuk banyak meminta doa kepada orang yang seperti ini, minimal dengan orang tua kita sendiri yang usianya sekitar 80 tahunan ke atas.

Karenanya, ketika Jokowi sebagai capres memohon doa kepada Mbah Moen, seorang ulama khos dari Rembang, yang usianya sekitar 90 tahunan untuk masa jabatan kedua, ini sudah cukup tepat.

Cuma ketika Mbah Moen bermunajat dengan redaksi yang lain tentu menjadi pertanyaan. Padahal dia berdoa sembari memegang teks. Ada yang salah dengan teks itu? Tentu tidak. Secara rasio kita meyakini, tak ada yang salah dengan redaksi atau teks doa Mbah Moen.

“Kita sama meyakini, teks itu pasti sudah diperiksa dan diteliti betul sehingga tidak mungkin ada kesalahan penyebutan nama, apalagi menyangkut figur yang didoakan,” ungkap Ustadz Kusairi Muhammad

Satu hal yang perlu kita pahami. Sesuai keutamaan orang yang sudah berada di usia sepuh, apalagi setingkat Mbah Moen, 90 persen kehidupannya sudah diabdikan buat kepentingan akhirat.

Jiwa beliau lebih banyak terkoneksi oleh kehidupan “langit” ketimbang hiruk pikuk “bumi”. “Saya meyakini doa yang beliau panjatkan cukup khusyu. Dalam hal ini khusyu bisa kita pahami sebagai silahuun wa liqoun baina abdi wa rabbihi,” lanjutnya.

Artinya, ini adalah kondisi dimana tersambungnya dan bertemunya antara jiwa hamba dengan Tuhannya. Sebagaimana ketika khusyu-nya seseorang yang melakukan sholat. Penting dicatat bahwa sesungguhnya yang didoakan Mbah Moen, adalah capres Indonesia.

Seorang kepala negara atau presiden yang akan memimpin Indonesia. Karena sejatinya beliau berdoa buat kebaikan Indonesia. Bukan buat kepentingan kelompok Jokowi atau kelompok Prabowo. Perkara yang hadir itu jasad atau casing-nya adalah Jokowi itu soal lain.

Jokowi sekadar sebagai “jembatan” atau “perantara” penyampaian hajat. Tapi, ketika Mbah Moen menyebut nama Prabowo, sebagai Rois atau Presiden, hingga 2 kali sebelum akhirnya “diralat”, ada tabir yang agaknya menarik untuk didalami.

Ini bisa dimaknai bahwa sesungguhnya bashiroh atau penglihatan kasat matanya Mbah Moen ada pada diri Prabowo. Konektivitas spiritualitasnya bisa dibilang ada pada Prabowo, bukan Jokowi.

Ketika doa beliau dianggap salah sebut, tentu saja ini sudah menjadi dimensi lain. Ini bukan lagi terkait “hajatan langit”. Tapi, lebih kepada keinginan “dunia bumi” yang syarat dengan beragam kepentingan.

Kesediaan beliau “meralat” doanyapun bisa dipahami sebagai bentuk penghormatan terhadap tamu yang kebetulan membawakan “hajat ke-Indonesiaan” tersebut. Dalam hal ini Jokowi dan rombongan. Dan tidak ada yang salah dengan semua yang terjadi.

Persoalannya tinggal kepada rakyat yang akan menentukan pilihan. Apakah dapat menangkap isyarat langit yang disampaikan Mbah Moen. Atau memiliki tafsirnya sendiri. Allahu 'alam....

Tempo.co yang berusaha “meralat” judul tulisannya pun masih meninggalkan jejak URL: “Di Acara Jokowi Kiai Maimun Zubair Doakan Prabowo Jadi Pemimpin”.

***