Usamah Hisyam dan Retaknya Persaudaraan 212, Syariah atau Politik Praktis?

Sabtu, 15 Desember 2018 | 12:03 WIB
0
418
Usamah Hisyam dan Retaknya Persaudaraan 212, Syariah atau Politik Praktis?
Ketua Umum Parmusi Usamah Hisyam, di Jakarta, Selasa (27/11). (CNN Indonesia/Dhio Faiz)

Ikatan yang ada di dalam sebuah hubungan persaudaraan, sebaiknya memang tidak bisa begitu saja menjadi retak, dan kemudian pecah dengan sendirinya. Namun, apalah daya jika orientasi atau tujuan dari persaudaraan itu sudah melenceng dan menyimpang dari apa yang diniatkan dahulu.

Pada hakikatnya, manusia memang begitu mudah disatukan jika sama-sama memiliki rasa senasib dan sepenanggungan. Itu pula yang jadi alasan terbentuknya Persaudaraan Alumni (PA) 212. 

Diniatkan untuk sama-sama menggalang massa untuk meminta negara menegakkan hukum atas tindakan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang dianggap telah melakukan penistaan agama. Dan, niat itupun berbuah hasil, sesuai yang diharapkan.

Namun, ketika persaudaraan ini dicoreng oleh kepentingan politik, tentu saja bagi figur-figur yang sejak awal meniatkan diri berjuang di jalan syariah, tujuan politik ini dianggapnya sudah melenceng jauh, sehingga tak perlu lagi berada di dalam persaudaraan tersebut.

Sikap Inilah yang mungkin diambil KH Ma'ruf Amin, Ali Mochtar Ngabalin, Kapitra Ampera, atau yang juga dilakukan Ketua Umum Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) Usamah Hisyam, yang memilih mundur dari jabatan Anggota Penasihat Persaudaraan Alumni (PA) 212.

Usamah mengaku kecewa dengan PA 212, yang dinilainya tak lagi  bersemangat membela agama, seperti yang dilakuan pada Aksi Bela Islam 2 Desember 2016. Bahkan, Usamah menilai Gerakan Islam ini, telah terkontaminasi dengan politik praktis.

Apa yang dikatakan Usamah sangat beralasan, mengingat sepertinya PA 212 juga tak begitu ngotot dan "marah" ketika capres nomor urut 02 Prabowo Subianto dalam pidatonya mengatakan bahwa Indonesia tak masalah jika Kedubes Australia untuk Israel pindah ke Yerusalem. 

Diakui atau tidak, PA 212 memang sudah masuk ke dalam politik praktis, setelah secara institusi menggelar Ijtimak Ulama, yang hasilnya merekomendasikan Prabowo Subianto sebagai capresnya.

Terkait dukungan politik, Usamah atau Parmusi tidak secara spesifik memerintahkan kadernya untuk memilih salah satu kandidat apakah Jokowi-Ma'ruf atau Prabowo-Sandi. 

"Pilih yang taat agama," ujar Usamah.

***