Presiden Jokowi juga master pencitraan ulung, sampai ke tingkat bisa mengelabui banyak orang tanpa yang bersangkutan merasa dikelabui.
Dari sekian banyak presiden RI yang dapat stigma "pencitraan" cuma SBY. Istilah "pencitraan" ini secara semantik sebetulnya kurang tepat, tetapi karena kita memang tidak punya istilah lain yang lebih pas, ya diterima saja.
Dalam bahasa Inggris dia disebut "self-aggrandizing" atau "conceited". Dalam kamus "self-aggrandizing" diberi definisi "the acting or practice of enhancing or exaggerating one's own importance, power or reputation".
Betulkah cuma presiden SBY doang yang punya sindrom "pencitraan"?
Menurut saya, semua presiden RI punya sindrom ini. Yang paling parah tentulah presiden Soekarno. Sampai-sampai di pers asing dia dijuluki "megalomania".
Presiden Soeharto juga mengidap "pencitraan" ini. Tapi sesuai dengan gaya wong Solo, pencitraannya dilakukan dengan "lemah lembut".
Sesungguhnya, tendensi "pencitraan" ini dimiliki oleh semua manusia, karena dia ingin dianggap baik, berhati mulia, berjiwa sosial, berwajah tampan/cantik etc etc. Lihat saja di medsos seperti Facebook, Instagram dll kita bisa menyaksikan pameran "pencitraan" itu.
Lalu bagaimana dengan presiden Jokowi dan dokter Terawan, apakah kedua beliau ini juga melakukan pencitraan?
Kalo saya bilang, keduanya adalah master pencitraan yang sangat piawai. Sedemikian piawainya, sehingga banyak orang menjadi pengagum buta.
Lihatlah pada kasus dokter Terawan. Sedemikian banyak orang, mulai dari petinggi partai, jenderal, sampai orang awam membela habis-habisan dirinya waktu dikenai sanksi pemecatan oleh IDI.
Ini hasil penggalangan (manipulasi) pencitraan yang dilakukan oleh dr Terawan. Mungkin banyak yang tidak tahu, bagaimana seorang dokter kolega dr Terawan yang sudah resmi keluar skep sebagai Kepala RSPAD dibatalkan waktu dokter tersebut baru sehari menjabat dan jabatan kepala RSPAD tersebut dialihkan kepada dr Terawan.
Mungkin banyak juga yang tidak tahu bagaimana dr Terawan bisa mendapat pangkat jenderal bintang tiga. Dan juga akhirnya menjadi Menteri Kesehatan. Semuanya itu karena kelihaian pencitraan yang dilakukannya.
Bagaimana dengan presiden Jokowi? Saya harus mengatakan bahwa dia juga master pencitraan ulung. Sampai ke tingkat bisa mengelabui banyak orang tanpa yang bersangkutan merasa dikelabui.
Jadi kalo di cerita silat beliau suhu-nya.
Apakah ini merugikan? Ya jelas, karena dia membuat kita menjadi tidak obyektif dan tidak adil kepada orang lain. Dan juga membuat kita jadi terbelah. Anda sudah merasakannya dalam kasus Jokowi dan dr Terawan, bukan?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews