Demo Buruh Rentan Ditunggangi Provokator

Demo buruh yang akan dilakukan pada akhir November 2021 ini sejak awal tak mendapat izin, karena masih masa pandemi. Selain itu, unjuk rasa bisa rawan disusupi oleh provokator.

Minggu, 28 November 2021 | 04:00 WIB
0
119
Demo Buruh Rentan Ditunggangi Provokator
Demo buruh (Foto: mediarakyatjelata.com)


Buruh akan berdemo lagi tanggal 29 November 2021 dengan alasan tidak puas dengan kenaikan upah minimum provinsi. Masyarakat menolaknya karena sangat rentan ditunggangi oleh provokator yang dapat memicu aksi anarkis dan menimbulkan kerusuhan massa.


Indonesia adalah negara demokrasi dan berunjuk rasa adalah salah satu cara menyampaikan aspirasi yang diperbolehkan. Akan tetapi, demo saat pandemi tentu tidak diperbolehkan karena membuat kerumunan. Termasuk juga demo buruh yang akan dilakukan tanggal 29 hingga 30 November 2021.

Para buruh beralasan bahwa unjuk rasa dilakukan demi solidaritas dan menggugat, mengapa Upah Minimum Provinsi (UMP)dinaikkan sangat kecil? Padahal jika dipikir-pikir, masih untung ada kenaikan UMP, daripada malah berkurang karena alasan pandemi? Seharusnya para buruh berempati, banyak pengusaha yang nyaris kolaps bahkan harus berhutang demi membayar para karyawannya.

Selain alasan pandemi, demo buruh juga rawan provokasi. Neta S Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch menyatakan bahwa provokator adalah musuh dalam demo buruh. Dalam artian, para buruh wajib mewaspadai ada provokator yang menyusup dan mereka sengaja menunggangi acara itu, dengan maksud-maksud tertentu.

Provokator akan sengaja bermain di air kotor untuk menghasut para buruh dalam berbuat kerusakan, misalnya dengan membakar ban dan merusak fasilitas umum. Demo yang berawal dengan damai bisa berakhir ricuh, bahkan bisa memicu kerusuhan. Jika ada kerusuhan dan tawuran maka bisa dimanfaatkan provokator untuk makin menggalang massa dan menggerakkannya untuk mendekat ke gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Dikhawatirkan, ada provokasi seperti ini yang berujung pada ‘nostalgia’ peristiwa tahun 1998. Padahal keadaannya sangat berbeda. Jika dulu massa berdemo dan menggulingkan kekuasaan karena orde baru sudah terlalu lama berdiri, maka sekarang temanya adalah protes gaji buruh. Namun bisa saja tema demo dibelokkan karena bisikan setan dari para provokator.

Provokator bisa memancing di air keruh dan terus mengompori para pendemo untuk menghujat pemerintah lalu merusak fasilitas-fasilitas umum. Jika kekacauan  terjadi maka juga dikhawatirkan ada pencurian massal, karena keadaan sudah chaos dan penuh emosi. Jakarta bisa membara gara-gara demo buruh yang terus dihasut oleh para provokator jahat.

Oleh karena itu aparat menjaga jangan sampai ada kemungkinan buruk seperti ini. Penyebabnya karena akan sangat merugikan masyarakat dan juga pemerintah, karena akan ada banyak fasilitas umum yang rusak. Padahal untuk membangunnya kembali butuh biaya yang sangat besar, tetapi para buruh tidak mau bertanggungjawab sama sekali.

Untuk mencegah terjadinya kerusuhan karena demo buruh maka sejak awal aparat menegaskan tidak akan memberi izin pada unjuk rasa tersebut. Jika para buruh masih nekat maka akan dihalau. Selain karena berkerumun dan harus dibubarkan, massa memang wajib dipecah agar demo dibatalkan.

Pembatasan gerak dilakukan tidak hanya di dekat patung kuda, lapangan monas, atau istana negara. Akan tetapi pencegahan kedatangan para pendemo dilakukan juga di stasiun dan terminal. Sehingga mereka tidak akan bisa bergerak ke lokasi demo, karena sudah dihalau sejak awal oleh aparat.

Para pendemo seharusnya tidak marah ketika dihalau oleh aparat. Pertama, demo jelas tidak berizin karena masih masa pandemi. Kedua, demo bisa ditunggangi oleh provokator sehingga bisa memicu kericuhan dan membahayakan masyarakat.

Demo buruh yang akan dilakukan pada akhir November 2021 ini sejak awal tak mendapat izin, karena masih masa pandemi. Selain itu, unjuk rasa bisa rawan disusupi oleh provokator. Sehingga dikhawatirkan ada kerusuhan besar yang merugikan pemerintah dan masyarakat.

***