Masa Depan Kebebasan [8] Kapitalisme Menjadi Ibu Kandung Demokrasi dan Kebabasan

Kekuasaan tak lagi tunggal di tangan seorang diktator. Kekuasaan lama kelamaan menjadi plural, karena munculnya beragam oposisi.

Selasa, 11 Februari 2020 | 07:44 WIB
0
301
Masa Depan Kebebasan [8] Kapitalisme Menjadi Ibu Kandung Demokrasi dan Kebabasan
Ilustrasi pekerja anak, korban kapitalisme (Foto: tirto.id)

Tidak semua negara yang kaya berubah menjadi negara demokratis. Tidak semua negara yang menegakkan demokrasi berhasil melahirkan kebebasan. Ibarat taman bunga agar tetap indah dan asri, demokrasi dan kebebasan memerlukan iklim dan tukang kebun yang merawatnya.

Demokrasi dan kebebasan memerlukan hadirnya kelas menengah yang kuat. Sistem itu membutuhkan hadirnya civil society yang tangguh. Kelas menengah dan civil society adalah anak kandung Kapitalisme.

Studi statistik yang paling komprehensif mengenai hubungan antara kekuatan ekonomi suatu bangsa dan kelangsungan sistem demokratiknya pernah dikerjakan oleh Adam Przeworsksi dan Fernando Limongi (1997). Mereka melakukan studi mengenai berbagai rezim di seluruh dunia antara 1950-1990.

Mereka menemukan rumus bahwa di negara di mana pendapatan per kapitanya di bawah $ (AS) 1.500, maka rezim demokratis itu hanya akan memiliki harapan hidup selama 8 tahun. Setelah itu demokrasi akan padam.

Dengan per kapita $ 1.500 hingga $ 3.000, rata-rata masa hidup rezim demokrasi adalah 18 tahun. Dan di atas $ 6.000, demokrasi akan menjadi sangat kuat bertahan. Pada kelompok terakhir ini hanya ada 1 di antara 500 negara yang demokrasinya bakal mati.

Sekarang ini, negeri-negeri demokratis mapan memiliki rata-rata pendapatan per kapita sebesar $ 9.000. Jika digabung, masa hidup mereka sudah mencapai 736 tahun. Tidak ada satupun pada kelompok ini yang demokrasinya mati.

Sebaliknya dari 69 rezim demokratik yang jumlah pendapatan per kapitanya lebih rendah, 39 di antaranya menjadi rezim demokratis yang gagal – tingkat kematiannya 56%.

Hanya dengan pendapatan per kapita antara $ 3.000 hingga $ 6.000, negara itu memasuki zona transisi demokrasi yang aman.

Periode transisi menuju demokrasi dipastikan akan mulus dan sukses jika sebuah negara sudah berada pada tahap pendapatan per kapita antara $ 3.000 hingga $ 6.000. Inilah zona transisi yang juga pernah ditempuh oleh negara-negara demokrasi Barat.

Pada tahun 1820 rata-rata pendapatan per kapita negara-negara Eropa berkisar pada angka $ 1.700. Itulah tahun ketika mereka menapakkan langkah pertama menuju demokrasi.

Lima puluh tahun kemudian, pada 1870, pendapatan per kapita mereka naik menjadi $ 2.700. Pada 1913, naik lagi menjadi $ 4.800. Perang Dunia I membuat mereka bangkrut lagi. Kemiskinan membuat negara-negara Eropa jatuh ke dalam cengkeraman fasisme dan komunisme.

Baru setelah 1945, ketika pendapatan per kapita Eropa mencapai rata-rata sekitar $ 6.000, mereka benar-benar bisa memasuki zona transisi menuju demokrasi yang stabil.

Negara-negara Eropa Selatan dan Eropa Timur mengalami perlambatan demokratik karena lambat mencapai zona aman demokratisasi.

Spanyol, Yunani, dan Portugal mengalami perlambatan proses demokratisasi selama sekitar 30an tahun dibandingkan negara-negara Eropa Barat. Pencapaian pendapatan per kapita di zona aman, di negara itu baru dicapai pada tahun 1970an.

Itu juga berlaku untuk Polandia, Czeko, dan Hungaria. Aneka negara itu mencapai zona aman itu pada akhir 1980an, bersamaan dengan runtuhnya Uni Sovyet. Jadi negara itu lebih lambat 40an tahun dibandingkan negara-negara Eropa Barat.

Mereka yang masih berada di bawah pendapatan per kapita $ 6.000 pada 1990an, seperti Romania dan Albania, lebih lambat lagi proses demokratisasinya.

Jika sebuah rezim otokratik tumbang dan rakyatnya berjuang menegakkan demokrasi, apa yang membuatnya bertahan?

Secara historis jawaban tunggal atas pertanyaan itu adalah: kekayaan. Mengapa kekayaan penting bagi kebebasan?

Proses pembangunan ekonomi selalu membuktikan munculnya dua elemen penting yang sangat krusial bagi demokrasi.

Pertama, pembangunan ekonomi membuat salah satu segmen masyarakat terpacu untuk menjadi independen dari negara. Mereka adalah sektor bisnis privat dan kelas borjuasi pada umumnya. Inilah kelas menengah. Inilah kelompok yang melahirkan civil society.

Kedua, baik kelas menengah dan civil society memaksa negara berlaku fair dan bertindak berdasarkan hukum. Ini menciptakan kultur konstitusi. Dari sini rule of law tumbuh.

Liberalisasi ekonomi menciptakan borjuasi dan masyarakat sipil yang kuat. Bersama mereka melahirkan demokrasi liberal.

Proses liberalisasi ekonomi menuju demokrasi liberal adalah proses sejarah Barat yang terus bisa diulangi di negara-negara lain.

Seperti yang terjadi di Barat, proses liberalisasi ekonomi biasanya membuat kaum otokrat di mana pun tak sadar bahwa situasi sedang berubah. Dengan meruyaknya proses modernisasi akibat pertumbuhan ekonomi, kekuasaan kaum otokrat itu tidak bisa dipertahankan. Sudah ada sektor-sektor lain yang siap menggantikannya.

Pembangunan ekonomi memberi jalan bagi meluasnya kelas menengah terpelajar.

Semua jenis diktator menginginkan pertumbuhan ekonomi. Tapi sesungguhnya mereka membuat kesalahan serius ketika mengembangkannya. Jalan itu adalah jalan bunuh diri bagi mereka, sekaligus jalan bagi terciptanya para pembangkang.

Pembangunan ekonomi melahirkan apa yang disebut “infrastuktur pluralistik.” Proses ini menciptakan tumbuhnya masyarakat sipil yang makin sadar bahwa mereka berada hidup di bawah cengkeraman kekuasaan yang menindas. Ini menciptakan liberalisasi politik.

Kekuasaan tak lagi tunggal di tangan seorang diktator. Kekuasaan lama kelamaan menjadi plural, karena munculnya beragam oposisi.

Hanya pertumbuhan ekonomi kapitalis yang bisa menciptakan demokrasi liberal.

Pada dan di dalam dirinya sendiri, uang tidak bisa menciptakan kebebasan. Uang hanya menghasilkan kekayaan. Tapi tidak semua kekayaan menciptakan kebebasan.

Iran sangat kaya pada tahun 1970an. Begitu juga Arab Saudi, Venzuela, dan negara-negara penghasil minyak lainnya. Dengan kekayaan itu, negara-negara penghasil minyak memodernisasi negerinya. Negeri-negeri itu membangun gedung-gedung tinggi, rumah sakit mewah, mengimpor mobil, membangun televisi, pabrik-pabrik, dll.

Tapi karena rakyatnya tetap bodoh, tidak berpendidikan dan tidak berketrampilan, maka yang mengoperasikan sarana-sarana publik modern itu adalah pekerja asing. Pemerintahannya tetap otokratik, tetap melakukan penindasan kepada warganya. Kekayaan tidak serta merta menghasilkan kebebasan.

Hanya pembangunan ala kapitalis yang membuat negara-negara mengalami demokratisasi. Ini diakui sendiri oleh Karl Marx, ketika dia mengatakan bahwa kapitalisme menghasilkan demokrasi borjuis.

Kaptalisme menciptakan kelas pengusaha yang memiliki karakter independen, dan karena itu secara alamiah akan tumbuh menjadi oposisi bagi semua jenis kekuasaan otokratik-diktatorial-despotik.

Hanya kekayaan yang dihasilkan oleh kelas pengusaha kapitalis yang secara otentik bisa menghasilkan demokrasi liberal.

Negara-negara dengan sumber daya alam yang melimpah justru berkorelasi dengan kegagalan ekonomi.

Makin kaya suatu negara dengan sumber alam – mineral, pertanian, cadangan minyak – makin lambat pertumbuhan ekonominya. Arab Saudi dan Nigeria adalah contohnya.

Sebaliknya negara-negara yang hampir tidak memiliki kekayaan alam – negeri-negeri seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan – tumbuh pesat ekonominya.

Sementara negara-negara dengan sumber kekayaan alam yang cukup – seperti di Eropa Barat – memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang sedang.

Pengecualiannya adalah Chili, Malaysia, dan Amerika. Ketiga negara itu memiliki kekayaan alam yang besar, tapi juga memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan perkembangan politik yang sehat.

Mengapa kekayaan bawaan seringkali menjadi kutukan?

Ini karena kekayaan itu membuat mereka merintangi pembangunan institusi-institusi modern di sektor politik, hukum, dan birokrasi. Dengan desain kelembagaan seadaanya, pemerintahan mereka tetap bisa menarik pajak penduduknya yang kaya karena mengandalkan kekayaan alamnya.

Sebaliknya, banyak negeri yang sumber alamnya sangat sedikit atau tidak tidak ada, mengharuskan pemerintahnya memikirkan bagaimana menghasilkan kekayaan.

Itu sebabnya mereka menciptakan harus fasilitas ekonomi dan politik agar penduduknya terpacu untuk berusaha maksimal tanpa hambatan. Mereka juga mampu menghasilkan kekayaan. Dengan cara itu, aneka pemerintahan itu menarik pajak.

Demokrasi dan kebebasan tak akan lahir dan bertahan kokoh hanya bersandarkan niat baik pemimpin. Demokrasi dan kebebasan memerlukan pejuang. Mereka adalah kelas menengah dan civil society. Hanya dalam iklim demokrasi, kelas menengah dan civil society hidup sehat dan tumbuh.

Kapitalisme yang melahirkan kelas menengah dan civil society. Kapitalisme yang melahirkan para pejuang demokrasi itu.

(Bersambung)

Denny JA

Tulisan sebelumnya: Masa Depan Kebebasan [7] Ketika Negara Terlalu Dominan dan Kebebasan Anak Tiri