Jangan Jadikan Jokowi dan Anies Seperti "Tom and Jerry"

Yang dibutuhkan Anies Baswedan justeru pemberitaannya di media, agar tidak terkesan DKI Jakarta tidaklah bekerja atas belas kasihan pemerintah pusat.

Jumat, 3 April 2020 | 06:55 WIB
0
347
Jangan Jadikan Jokowi dan Anies Seperti "Tom and Jerry"
Anies Baswedan (Foto: matamatapolitik.com)

Publik akhir-akhir ini menyoroti hubungan antara Pemprov DKI Jakarta, dan Pemerintah Pusat. Ada yang kurang enak terlihat di pemberitaan media, semacam terjadi tarik menarik antara Jokowi dan Anies Baswedan.

Jadi ingat hubungan antara Tom and Jerry, tokoh kartun yang dipersonifikasikan layaknya ada hubungan yang penuh ketidak-akuran. Apa sih sebetulnya yang menjadi pangkal masalah antara keduanya?

Jokowi bukanlah rival Anies Baswedan, karena Jokowi bukan lagi Calon Presiden, yang akan menjadi pesaing Anies pada Pilpres 2024. Sebagai Presiden, mau tidak mau, suka atau tidak suka, Jokowi adalah Presidennya Anies, secara struktural pemegang pimpinan tertinggi di Indonesia.

Hubungan yang sangat sensitif, dan tidak sadar posisi, akan selalu memicu ketegangan diantara keduanya. Selalu ada yang tidak singkrun dalam banyak hal, dan situasi ini sangat mudah disantap oleh media.

Baru saja diributkan media persoalan data korban yang wafat diakibatkan virus corona, yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat, lewat juru bicara pemerintah khusus penanganan virus corona. Selang beberapa waktu setelah itu, Anies pun mengumumkan jumlah korban yang wafat di DKI Jakarta, yang melebihi data korban yang wafat versi pemerintah.

Sekarang kembali menjadi berita di media, pemerintah pusat mengumumkan bahwa Jokowi bantu Anies untuk subsidi 2,5 juta jiwa warga DKI Jakarta terdampak corona.

Sebelumnya dikabarkan Anies melaporkan, ada 3,6 juta jiwa warga DKI butuh bantuan pemerintah. 1,1 juta jiwa sisanya menjadi tanggung jawab Pemprov DKI Jakarta.

Sudah sewajarnya Jokowi membantu Anies, karena DKI Jakarta adalah Ibu Kota Negara, merupakan pusat pemerintahan negara. Tidak satu pun ada yang ditinggikan, juga tidak ada yang direndahkan dalam hubungan kerja yang memang sudah semestinya.

Tiba-tiba dikabarkan, Anies menagih piutang DKI Jakarta pada Sri Mulyani sebesar 5,1 triliun, dan inipun di ekpos media. Apakah Anies ada merasa bantuan pemerintah yang di publish media, merendahkan posisinya dimata masyarakat? Sehingga dia perlu meninggikan kembali posisinya dengan membuka aib pemerintah atas piutang tersebut?

Persoalan piutang pemerintah pusat kepada Pemprov DKI Jakarta, selayaknya cukup dibahas secara internal, antara Anies dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, tidak perlu harus diekspos di media.

Seperti dilansir CNN Indonesia.com, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta pemerintah pusat mencairkan dana piutang dan dana bagi hasil dalam waktu dekat. Dana piutang milik Pemprov DKI yang bisa dicairkan Kementerian Keuangan sebesar Rp5,1 triliun.

Hal ini disampaikan Anies kepada Wakil Presiden Ma'ruf Amin saat melakukan rapat virtual, Kamis (2/4).

"Kita membutuhkan kepastian dana bagi hasil. Ketika ratas kami sampaikan ada dana bagi hasil yang sesungguhnya perlu segera dieksekusi, Pak. Karena itu akan membantu sekali. Ini tagihan tahun lalu jadi piutang ke Kemenkeu," kata Anies dalam rapat tersebut, Kamis (2/4).

Padahal Anies mengungkapkan piutang itu saat rapat virtual dengan Wapres, Ma'ruf Amin, namun pada kenyataannya menjadi konsumsi media.

Kalau dipikir-pikir, subsidi untuk 2,5 juta jiwa bagi warga DKI Jakarta, yang diberikan Jokowi, nilainya bukanlah sedikit, artinya cukup meringankan beban Pemprov DKI Jakarta saat ini.

Memang sih, piutang itu adalah haknya Pemprov DKI, dan merupakan kewajiban pemerintah pusat untuk mengeluarkannya segera, mengingat Pemprov DKI sendiri sangat membutuhkannya untuk penanganan penyebaran virus corona. Dimana DKI saat ini menjadi episentrum penyebaran corona.

Anies membeberkan mulanya angka piutang Kemenkeu ke DKI sebesar Rp6,4 triliun. Namun dengan sejumlah penyesuaian, angka piutang tahun lalu ini menyusut menjadi Rp5,1 triliun.

Kemudian Anies menyatakan ada dana bagi hasil DKI pada kuartal ke II sebesar Rp2,4 triliun. Seperti halnya dana piutang, Anies juga meminta Kementerian Keuangan pimpinan Sri Mulyani itu lekas mencairkan dana bagi hasil.

Sebetulnya hal-hal seperti ini adalah "rahasia dapur" yang tidak perlu disebar ke publik, tidak ada kepentingannya publik mengetahui, sehingga terkesan sengaja dipolitisir bahwa Anies tidak bisa direndahkan, karena pemerintah punya hutang dengan Pemprov DKI Jakarta.

Sebelumnya, Presiden Jokowi telah menambah alokasi belanja dan pembiayaan dalam APBN 2020 sebesar Rp405,1 triliun untuk menangani COVID-19. Alokasi dana itu tercantum dalam Perppu Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan yang dikeluarkan berbarengan dengan PP PSBB.

Artinya kalaupun saat ini pemerintah pusat ada anggaran, tentunya diprioritaskan untuk kebutuhan pembiayaan penanganan penyebaran virus corona. Sementara untuk membayar piutang Pemprov DKI Jakarta, bisa jadi belumlah dianggarkan.

Atau jangan-jangan Anies sebetulnya tidaklah membutuhkannya saat ini, yang dibutuhkan Anies justeru pemberitaannya di media, agar tidak terkesan DKI Jakarta tidaklah bekerja atas belas kasihan pemerintah pusat.

***