Menghidupkan Kembali Doktrin Politik Sunni

Doktrin sunni tentang "al-shahabatu kulluhum 'udul" bisa diterjemahkan kembali dalam konteks saat ini. Hanya dengan cara demikian kita bisa mengembalikan kewarasan politik.

Kamis, 16 Januari 2020 | 10:45 WIB
0
604
Menghidupkan Kembali Doktrin Politik Sunni
Banjir Jakarta (Foto: indonews.id)

Sebagaimana di era sepeninggal Nabi dulu, di mana politik (yaitu isu imamah atau pengganti Nabi sebagai pemimpin politik) menimbulkan perpecahan yang berlarut-larut, politik pulalah yang menimbulkan polarisasi yang berlarut-larut di negeri kita sekarang. Masing-masing kubu melahirkan para "rafidah" atau khawarij alias ekstremis-nya masing-masing.

Momen banjir sekarang ini menjadi pemicu munculnya kembali polarisasi yang menjengkelkan. Masing-masing kubu, baik pendukung atau pembenci, seperti berlomba mencetak skor untuk membuat lawan "keok".

Gara-gara situasi bipolar yang ekstrem inilah, dulu, muncul kelompok yang disebut Ahlussunnah wal Jamaah (atau dikenal dengan kelompok sunni). Salah satu doktrin penting yang diperkenalkan oleh kubu ini adalah: al-shahabatu kulluhum 'udul (الصحابة كلهم عدول), semua sahabat Nabi adalah orang baik, lepas dari kubu politik mana mereka berasal.

Jalan tengah politik yang ditempuh oleh kaum sunni ini lumayan suskes mengakhiri polarisasi politik yang berlebihan pada saat itu, meskipun faktor kesuksesan itu juga terkait dengan sokongan politik dari rezim yang berkuasa saat itu.

Polarisasi politik ini terjadi bukan saja di Indonesia, tetapi hampir di semua negara. Politik populisme di mana-mana telah melahirkan polarisasi politik yang amat ekstrem, dan berlangsung dalam suasana yang sangat emosional: antara penyuka dan pembenci.

Di negeri Amerika, misalnya, polarisasi yang parah juga terjadi, dan usaha untuk mengatasi polarisasi ini dicoba dilakukan oleh beberapa politisi di sana dengan menciptakan sebisa mungkin konsensus yang "bipartisan".

Saya lebih suka usaha-usaha ke arah ini, ketimbang merawat terus permusuhan dan polarisasi yang amat melelahkan. Saya kira, doktrin sunni tentang "al-shahabatu kulluhum 'udul" bisa diterjemahkan kembali dalam konteks saat ini. Hanya dengan cara demikian kita bisa mengembalikan kewarasan politik.

Ungaran, awal Januari, 2020

***