Anwar Usman cs Sudah Berani Membawa MK Jadi "Mahkamah Kejujuran"

Bukan ucapan atau komentar pihak lain di luar sidang. Sampai sejauh ini majelis hakim MK masih tampak netral dalam ruang sidang.

Jumat, 21 Juni 2019 | 11:34 WIB
0
3946
Anwar Usman cs Sudah Berani Membawa MK Jadi "Mahkamah Kejujuran"
Ketua MK Anwar Usman. (Foto: VoaIndonesia.com).

Tampaknya Tim Kampanye Nasional (TKN) paslon 01 Joko Widodo – Ma’ruf Amin dan Kuasa Hukum paslon 01 yang dipimpin Yusril Izha Mahendra belum paham benar dengan beberapa putusan terkait status Anak Perusahaan BUMN.

Yakni: Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/2017, putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 48/2013, Peraturan Menteri BUMN Nomor 3/2013, Undang-Undang (UU) Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, dan UU Anti Korupsi.

Isi semuanya berketetapan bahwa anak perusahaan BUMN adalah BUMN. Berdasar semua fakta hukum tersebut, maka status cawapres 01 Ma'ruf Amin sebagai Ketua Dewan Pengawas BNI Syariah dan Bank Mandiri Syariah tak sekadar konsultan lepas.

Tapi, merupakan pejabat resmi yang bertugas sebagai pengawas atas kebijakan yang diambil oleh kedua anak perusahaan BUMN tersebut. Artinya, KPU secara hukum melegitimasi telah terjadi pelanggaran pasal 277 P UU Nomor 7/2017 oleh Ma'ruf Amin.

Itulah yang terjadi saat mendaftar sebagai cawapres paslon 01. Ironisnya pelanggaran tersebut malah disahkan KPU, sehingga ini memastikan telah terjadinya kecurangan penyelenggaraan Pilpres 2019 secara Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM).

Fakta pelanggaran hukum tersebut wajib ditetapkan oleh MK yang menyidangkan PHPU kali ini sebagai pelanggaran yang harus mendapatkan sanksi diskualifikasi. Itu karena kecurangan sudah dilakukan paslon 01 bersama KPU sejak masa pendaftaran.

Tak hanya itu. Kekacauan yang bersumber dari kemunculan suara siluman pada Pilpres 2019 ini adalah DPT Invalid sebanyak 17,5 juta yang digugat DPP Gerindra. Namun, DPT Invalid itu tak pernah diperbaiki KPU sampai waktu penyelenggaraan Pilpres dan Pileg 2019.

Karena itulah, secara hukum kualitas penyelenggaraan itu tidak sah. Sebab diselenggarakan dengan peserta yang tidak sah. Dus, hasil pemenang Pilpres 2019 pun tidak sah.

Namun, dengan fakta adanya Paslon peserta Pilpres 2019 yang melakukan pelanggaran syarat, maka secara hukum paslon tersebut wajib didiskualifikasi sebagaimana Pasal 227 huruf P Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

Pelanggaran tersebut terkait dengan posisi Cawapres Paslon 01 Ma'ruf Amin yang masih tercatat menjabat sebagai DPS di Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah. Artinya, Ma'ruf Amin saat menjadi paslon Pilpres 2019 telah melakukan pelanggaran hukum.

Sehingga, majelis hakim MK sebagai Wakil Allah di muka bumi, wajib mendiskualifikasi paslon 01 Jokowi – Ma’ruf. Putusan MK, MA, dan beragam UU serta peraturan lain telah menetapkan AP BUMN merupakan BUMN.

Otomatis, pejabat AP BUMN merupakan representasi BUMN. Pelanggaran juga dilakukan KPU yang mengesahkan jumlah TPS siluman. Artinya, KPU juga melakukan pelanggaran hukum, sehingga wajib pula didiskualifikasi.

Apakah fakta hukum itu menjadi putusan MK? Semoga majelis hakim masih memiliki rasa takut pada Allah, seperti yang diucapkan Ketua MK Anwar Usman saat awal sidang PHPU  yang dimohonkan paslon 02 Prabowo Subianto – Sandiaga Uno itu.

Sehingga bisa menegaskan statusnya sebagai Wakil Allah di muka bumi. Bukan takut pada manusia yang sama-sama mahluk ciptaan Allah SWT, yang diminta pertanggungjawaban di Padang Mashar kelak di kemudian hari.

Pelanggaran juga dilakukan KPU yang mengesahkan jumlah TPS siluman. Artinya, KPU juga melakukan pelanggaran hukum, sehingga wajib didiskualifikasi. Apalagi, rekayasa pemilih di bawah umur terbongkar di Ruang Sidang MK.

Masihkah pencurangan Peserta Pemilu/Pilpres 2019 itu diingkari? Apalagi, sidang PHPU ini disaksikan oleh jutaan pasang mata rakyat Indonesia, dan bahkan, Internasional. Bagaimana pun Pilpres 2019 ini telah menyedot perhatian Dunia.

Terutama Amerika Serikat, Rusia, Jerman, dan negara-negara Arab, yang selama ini menjadi negara sahabat Indonesia. Mereka tidak mau terjadi perpecahan di Indonesia lantaran Pilpres 2019. Mereka ingin demokrasi di Indonesia tetap berdiri tegak.

Demokrasi tanpa pencurangan. Demokrasi bebas dari tekanan kekuasaan. Bukan demokrasi liberal berjaket Pancasila. Tapi, Demokrasi Pancasila yang berdasarkan musyawarah-mufakat seperti yang dicontohkan para tokoh pejuang kemerdekaan dulu.

Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi kejujuran yang beradab, kita harus bisa menunjukkan kepada dunia bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang cinta damai. Bangsa yang selalu menghormati kejujuran dan keadilan. Pemilu Jujur dan Adil!

Karena, itulah jati diri bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Bukan bangsa pecundang yang lebih mengedepankan perilaku culas dan curang. Apalagi, semua ajaran agama yang berlaku di Indonesia telah mengajarkan perilaku seperti jurdil tersebut.

Mahkamah Kejujuran

Sejak proses sidang PHPU yang diajukan Kuasa Hukum paslon 02 yang diketuai Bambang Widjajanto, ruang sidang MK kini menjadi tempat berlangsungnya “Mahkamah Kejujuran”. Para pihak yang berselisih saling mengungkap fakta dan data.

Fakta yang terjadi terkait dengan gelaran Pilpres 2019. Para pihak tidak bisa lagi menyimpan kebohongan, perilaku curang dan culas dari pihak yang dituding melakukan pelanggaran pada Pilpres 2019. Para saksi yang diajukan pun bebas bicara tanpa rasa takut.

Lihat saja bagaimana para saksi yang diajukan oleh Bambang Widjajanto Cs bersaksi perihal adanya pencurangan yang dilakukan oleh KPU. Seperti Agus Maksum, Hairul Anas Suaidi, dan Jaswar Koto. Ketiganya ahli dan praktisi dalam bidang IT.

Yusril Izha Mahendra, Ketua Tim Kuasa Hukum paslon 01, sempat mencecar Jaswar Koto dengan pertanyaan yang mengarah ke akademis. Namun, dengan tenang dan rendah hati, ia menjawab skakmat atas pertanyaan yang diajukan Yusril itu.

Jaswar Koto telah menjadi Man of the Match dalam sidang MK saat ini. Penemuan akademis tentang pencurangan IT KPU mulai dari C1 palsu, ghost voter, DPT Siluman hingga constant fix yang dipakai untuk memenangkan suara paslon 01, diungkap.

Ketika tidak bisa berargumen lagi, Yusril mencoba untuk menjatuhkan Jaswar Koto secara personal dengan menanyakan latar belakang akademis dan pengalaman kerja dalam bidang forensik IT. Setelah dijawab, Yusril terdiam.

Kemudian bertanya lagi, apakah saksi punya sertifikat untuk melakukan forensik IT? Jaswar Koto bilang, “Kalau di Indonesia saya tak punya, tapi di luar negeri punya, karena saya lama kerja di luar negeri,” jawabnya.

“Malahan sidik jari (finger print) dan sidik mata itu saya yang keluarin sertifikatnya.” Di akhir pernyataan Yusril mengakui, “Penemuan Bapak ini membahayakan...penemuan bapak ini dapat men-diskualifikasi 01 dan bahkan memenangkan Prabowo Sandi.”

Pernyataan Yusril adalah sinyal bagi hakim MK dan seluruh rakyat Indonesia. “Apa yang Bapak tulis dalam laporan Bapak yang dipresentasikan tadi itu yang saya sebut ahli-lah. Ini merupakan sesuatu yang sebenarnya sangat luar biasa, Pak.”

“Dampak dari hasil kajian Bapak itu bisa membatalkan keputusan KPU dan bisa menentukan siapa presiden RI yang penduduknya 250 juta. Siapa yang akan jadi presiden, siapa yang tidak,” demikian cuplikan video ucapan Yusril dalam sidang MK.

Memang, penampilan Jaswar Koto tenang di MK. Tapi analisanya bisa membungkam Yusril. Ia membongkar data Palsu C1 yang dipakai Quick Count yang memberikan input ke Situng, dan Rekapitulasi Berjenjang KPU. Terbongkar sudah mengapa jumlahnya hampir sama!

Beliau adalah Al-Habib Prof. Jaswar Koto, PhD Al Husaini. Kelahiran Padang. President of International Society of Ocean, Mechanical & Aerospace (ISOMAse). Guru besar, dosen di Jepang dan Malaysia. S1 Jurusan Fisika ditempuh di ITS Surabaya. Masih WNI.

Tidak kalah serunya lagi adalah kesaksian Hairul Anas Suaidi yang masih keponakan Mahfud MD, mantan Menhan Era Presiden Abdurrahman Wahid. Putra Madura ini pencipta ‘robot’ yang mampu merekam tampilan layar Situng KPU menit demi menit.

Anas yang caleg Partai Bulan Bintang (PBB) pimpinan Yusril itu pernah mengikuti Training of Trainer untuk para trainer saksi Jokowi – Ma’ruf pada 20-21 Januari 2019. Ia membeber materi “Kecurangan Bagian dari Demokrasi” yang disampaikan Moeldoko.

Materi berjudul “Kecurangan adalah Bagian Demokrasi” tersebut disampaikan Moeldoko, Kepala KSP yang juga Ketua Harian Tim Kampanye Nasional (TKN) paslon 01 Jokowi – Ma’ruf. Materi ini mengusik idealisme dirinya dan beberapa teman-temannya.

“Materi ini menjadi bahan pembicaraan kami hingga di kamar,” jelas Anas. Materi lain yang diungkapan oleh Anas antara lain tentang strategi mengajak masyarakat menjadi golput untuk memenangkan paslon 01 Jokowi Ma’aruf.

“Menurut saya ini tidak benar Yang Mulia. Kita malah mengajak orang untuk golput,” papar Anas kepada majelis hakim. Anas juga mengatakan adanya kalimat-kalimat yang tidak pantas seperti aparat tidak boleh netral.

“Aparat itu tidak boleh netral. Kalau aparat netral, buat apa?” Anas mengutip kalimat dari salah satu pemateri mengenai netralitas aparat negara. Kalimat tersebut disampaikan oleh Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.

Melansir Tempo.co, ia membantah pernah menyatakan “dalam sebuah demokrasi kecurangan adalah hal yang wajar”. Menurut Moeldoko, Anas telah memelintir ucapannya. “Itu sebuah pelintiran yang ngawur,” kata Moeldoko di Gedung Bina Graha, Jakarta.

Moeldoko pun menjelaskan konteks sesungguhnya dari pelatihan saksi yang digelar sekitar Februari tersebut. Menurut Moeldoko, saat itu dia menyampaikan kepada para saksi pemilu untuk lebih waspada dan hati-hati melihat situasi.

Sebab, lanjutnya, apa saja bisa terjadi dalam sebuah demokrasi yang mengedepankan kebebasan. “Termasuk juga kecurangan, bisa terjadi. Untuk itu kalian para saksi harus bekerja sungguh-sungguh,” katanya, Kamis (20/6/2019).

Dus, siapa diantara keduanya yang jujur, Anas atau Moeldoko? Kita serahkan saja pada para hakim MK yang bisa menilainya. Tapi, yang perlu dicatat, ucapan dalam sidang inilah yang akan menjadi pertimbangan majelis hakim MK.

Bukan ucapan atau komentar pihak lain di luar sidang. Sampai sejauh ini majelis hakim MK masih tampak netral dalam ruang sidang. Jadi, paslon 01 tidak perlu lagi mengirim utusannya untuk melobi Presiden AS Donald Trump segala.

Nanti jadinya malah “diketawain” lagi oleh Trump yang anti komunis dan sudah ditunjukkan sikapnya yang “menghukum” Huawei, perusahaan asal China, akibat “perang dagang” kedua negara tersebut.

Dan, yang terpenting, majelis hakim MK Indonesia tidak bisa diintervensi pihak lain! Catat itu!

***