Jokowi Seperti Menarik Benang dalam Tepung

Apa iya DPR mau terus-terusan berhadapan dengan rakyat yange diwakilinya, sementara keberadaan mereka di lembaga legislatif adalah representasi dari rakyat, bukan Partai politik.

Sabtu, 28 September 2019 | 05:48 WIB
0
707
Jokowi Seperti Menarik Benang dalam Tepung
Foto: Detik.com

Sejak awal sepertinya Jokowi menghindari berhadapan secara frontal dengan DPR, berusaha mengikuti arus keinginan DPR. Jokowi membiarkan mahasiswa berhadapan secara langsung dengan DPR.

Sehingga cukup alasan bagi Jokowi menolak revisi UU KPK dengan menerbitkan Perppu. Semua melihat seperti apa reaksi masyarakat, penggiat anti korupsi, dan mahasiswa menolak Revisi UU KPK.

Memang apa yang dilakukan Jokowi sangat riskan. Resikonya sangat besar, tapi seorang pemimpin memang harus berani menghadapi dan menerima resiko dari sebuah keputusannya.

Sebagai pemimpin tertinggi di Republik ini, Jokowi harus bertindak hati-hati. Ibarat kata "Seperti menarik benang dalam tepung, benang ditarik tepungnya tidak tumpah".  Berhitung dengan kalkulasi yang matang, dan penuh dengan strategi.

Demo mahasiswa yang menolak Revisi UU KPK di DPR selama beberapa hari belakangan ini, juga memancing reaksi pelajar yang belum cukup usia, juga kelompok-kelompok yang mempunyai agenda tersendiri.

Jokowi meminjam tangan mahasiswa untuk memukul semak yang semakin menjadi belukar, akhirnya ular-ular pun keluar. Jokowi sadar bahwa dukungan terbesar terhadap kekuasaannya adalah dari masyarakat, bukan dari Partai politik pendukungnya.

Disaat genting, Jokowi sendirian menghadapi, Partai pendukungnya bergeming tanpa reaksi, mereka bersembunyi didalam semak belukar kepentingan.

Reaksi Partai pendukung Jokowi hanya terlihat disaat pembagian kursi Menteri yang diwacanakan, sampai sekarang masih belum terlihat seberapa besar porsi yang mereka dapat.

Jelas ini sangat mempengaruhi dukungan bagi Pemerintahan Jokowi. Tidak ada makan Siang gratis, begitulah prinsip Partai politik dalam memberikan dukungan.

Melalui dengar Pendapat dengan beberapa tokoh masyarakat, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD menawarkan tiga opsi kepada Pemerintah untuke menolak Revisi UU KPK.

Pertama adalah legislatif review, artinya nanti disahkan kemudian dibahas pada periode berikutnya. Kan biasa terjadi revisi undang-undang yang sudah disahkan.

Kedua, judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

Ketiga, mengeluarkan Perppu agar (UU KPK) itu ditunda dulu.

Sementara tuntutan masyarakat dan mahasiswa saat ini, agar Presiden Jokowi segera menerbitkan Perppu untuk membatalkan revisi UU KPK. Bagi mahasiswa tidak ada kata 'Menunda' yang ada hanya kata 'Menolak'' atau 'Membatalkan'.

Dengan mengapresiasi semua aspirasi yang berkembang dewasa ini, dengan mempertimbangkan berbagai aspek, maka Jokowi sangat memungkinkan untuk menerbitkan Perppu, dan itu adalah cara yang dianggap paling tepat untuk mengakomodir keinginan masyarakat.

Jadi yang menolak Revisi UU KPK bukanlah Jokowi, tapi aspirasi masyarakat, penggiat anti korupsi, dan mahasiswa. Tidak ada alasan bagi DPR Periode 2014-2019 untuk tidak menerima aspirasi tersebut.

Sebagai sebuah strategi politik sah saja kalau awalnya Jokowi menyetujui, lalu kemudian menolak. Karena apa yang dilakukan Jokowi tersebut atas dasar mempertimbangkan aspirasi masyarakat.

Pemerintah dan DPR adalah pelayan masyarakat, tanpa masyarakat Pemerintah dan DPR tidak ada yang bisa dikerjakan. Produk Undang-Undang yang dihasilkan DPR, toh tetap berorientasi untuk kepentingan masyarakat, bukan kepentingan Partai.

Apa iya DPR mau terus-terusan berhadapan dengan rakyat yang diwakilinya? Sementara keberadaan mereka di lembaga legislatif adalah representasi dari rakyat, bukan Partai politik.

***