Prabowo-Sandi Wajib Satukan Sistem Pemenangan Mesin Partai dan Relawan

Senin, 5 November 2018 | 07:40 WIB
0
540
Prabowo-Sandi Wajib Satukan Sistem Pemenangan Mesin Partai dan Relawan
Prabowo Subianto (Foto: Detik.com)

Itulah yang harus dilakukan oleh paslon Prabowo Subianto – Sandiaga Salahuddin Uno untuk bisa memenangkan Pilpres 2019 nanti. Jika tak mau menyatukan Sistem Pemenangan Mesin Partai dan Relawan, jangan harap Prabowo – Sandi bisa menang.

Peringatan itu disampaikan sumber PepNews.com di lingkungan Istana. Arena Pilpres 2019 nanti, boleh jadi, merupakan pertempuran terakhir Prabowo. Kemenangan atau kekalahan kembali mantan Pangkostrad ini sangat menentukan nasib bangsa dan NKRI di masa depan.

Dan, Pilpres 2019 adalah pertarungan politik eksistensi bagi mantan Danjen Kopassus dengan pangkat terakhir Letjen TNI AD itu. “Ini bukan sekedar politik demokrasi,” ujar sumber tadi.

Bila Allah SWT meridhoi doa mayoritas muslim Indonesia dan non-muslim, yang prihatin atas kondisi negara Indonesia saat ini, maka Sang Jendral akan memenangkan Pilpres 2019 dan kemenangan itu akan mengantarkan NKRI untuk take-off menuju sebuah negara yang adil makmur kerto raharjo.

Sebaliknya, kalau saja Sang Jendral kembali kalah. Secara matematika, nasib bangsa dan NKRI akan meredup dan lebur tanpa arah. NKRI akan menjadi sebuah negara yang tidak memiliki kedaulatan.

“Karena akan menjadi sebuah negara yang tak lagi bisa mengatur kebijakan sendiri. Namun, menjadi sebuah negara yang akan diatur oleh tangan-tangan misterius,” lanjut sumber yang sangat mengenal Prabowo maupun capres Joko Widodo.

Demokrasi sudah dirapuhkan, adanya sekedar sebagai simbul dan slogan semata. Faktanya, menurut sumber itu, Jokowi sangat kuat dalam penetrasi di masyarakat. Segala cara mereka halalkan, untuk mendapatkan dukungan masyarakat calon pemilih.

“Melakukan manipulasi fakta telah menjadi hal lumrah. Bersilat lidah dalam berargumen telah menjadi agama keduanya,” tegasnya.

Sementara posisi Prabowo secara teknik, memiliki kelemahan dalam banyak sektor yang menentukan keberlangsungan sebuah Pilpres yang jujur, adil, dan demokrasi. Indikasi itu tercermin dari KPU yang berhasil dipolitisasi, Polisi diperbudak, Kepala Daerah dipaksa.

Beberapa fakta yang sudah jelas terbuka di depan mata. Politik yang menjijikan itu sudah terang benderang dipertontonkan. Pelanggaran sekecil ini akan terus menggelinding menjadi pelanggaran lebih besar. “Karena sudah menjadi kebiasaan, budaya dan karakter politik koalisi Jokowi,” tambahnya.

Ironisnya tidak ada satu pun langkah hukum yang dilakukan Tim Pemenangan Prabowo. Mereka diam sambil geleng-gelengkepala, sembari berkata “harap dimaklumi”.

Ketika kekurangajaran itu menjadi gumpalan besar lalu tinggal Prabowo berkata, “sudahlah, kita tidak punya cukup daya merubah itu”.

Koalisi pengusung dan pendukung Prabowo sesungguhnya sudah berlangsung lama, sejak Pilkada hingga Pilpres. Fakta data menunjukan gerbong Prabowo banyak kalah di lapangan Pilkada.

Analisis paling tepat menunjukkan, mesin partai koalisi Gerindra, PAN, dan PKS sangatlah lemah. Mesin partai pendukung Prabowo tidak memiliki etos dan keberanian merentas masuk ke publik.

Ketidak beranian tersebut, karena Partai tidak didukung oleh Relawan Politik yang fanatik. “Relawannya hanya mendukung Prabowo-Sandi, tapi tidak menyukai sepak terjang politisi partai pengusung,” ungkap sumber tadi.

Model Koalisi Prabowo

“Parpol Jalan sendiri; Relawan Jalan Sendiri”. Sebuah kondisi berbeda dengan PDIP sebagai kapal besar koalisi Jokowi. Mereka sangat memahami psikologis dan wawasan politik publik:

(a) masyarakat malas menegur orang nekat, karena bila ditegur bakal terjadi keributan. Itulah yang menyebabkan spanduk dan baliho dari kubu Jokowi bertebaran di mana-mana walaupun itu melanggar UU Pemiliuah Umum.

(b) Setiap Caleg dari DPRD Kab/Kota,Provinsi, dan Pusat diwajibkan mengalokasikan dana untuk menggerakan kerja relawan sekaligus biaya kenekatan mereka. Mereka benar-benar bekerja untuk Partai, sekalipun kita menghinanya dengan sebutan “...”, tetapi mereka nekat mendapatkan posisi dari rasa tidak malu tersebut.

Prabowo berpotensi kembali kalah pada 2019 ini, bilamana sistem kerja mesin pemenangan yang berkekuatan Tim Pemenangan dan Relawan tidak segera dibenahi. Bahkan disinkronkan dalam satu kesepakatan kerja bersama, yang solid.

Tolok ukur potensi itu berdasar pada penetrasi terhadap masyarakat pedesaan, yang sebesar 68% sebagai penentu kemenangan seorang capres. Sementara mesin pemenangan Prabowo (partai dan relawan) selama ini hanya unggul di perkotaan.

Ini berdasar pengakuan dari beberapa relawan lembaga survei, yang menolak disebutkan namanya. Lembaga survei selama ini hanya melakukan tugasnya secara random, hanya di perkotaan daerah.

“Tidak sampai pelosok desa, yang berpotensi dilakukan manipulasi hasil suara saat Pilpres sebagaimana yang terjadi pada 2004, 2009, dan 2014,” ungkapnya.

Para anggota mesin pemenangan Prabowo-Sandi perlu bersikap cerdas dan nalar, wong deso itu malas baca WhatsAp, facebook, instagram, tweeter, koran, medsos, media-media online. Sekitar 68% orang desa itu lebih suka nonton propaganda televisi, yang akan diterimanya sebagai kebenaran.

Selain itu, karakter orang desa yang susah, tapi tak pernah mengeluh. Mereka iklas menerima kesusahan hidupnya sebagai takdir dan garis tangan hidup. Karena itu, “Secerdas-cerdasnya Rizal Ramli dan Fahri Hamzah menjelaskan kebijakan yang dzalim dari Jokowi, hal itu tak dimengerti oleh wong deso di pelosok,” jelas sumber Pepnews.com.

Kalaupun boleh dinilai secara politik, maka cara berpolitik tim pemenangan Jokowi saat ini, telah menerapkan politik diktator modern. Satu sisi kampanyekan soal keadilan, tetapi pada sisi lainnya menerapkan pengendalian kebebasan publik.

Dia memanipulasi kebijakan, seperti kata moralis hukum Fuller bahwa, “di negeri hukum selalu ada pelanggaran hukum. Namun, yang paling mengerikan dan menjijikan, penguasa yang menggunakan hukum untuk memuluskan jalan syetannya”. Dan, “Sekarang jalan syetan sudah terjadi dan akan menjadi lebih dahsyat.”

Jika tim Prabawo-Sandi masih bereuforia dengan gegap gempita di kehebohan hasil survei medsos, hasil lembaga survei berbayar, laporan mesin pemenangan dan relawan pendukung yang kurang menyentuh masyarakat desa di pelosok negeri;

Gelaran beragam aksi ketauhidan, takbir Allah Akbar, dan tebaran tagar #2019GantiPresiden, #2019PrabowoPresiden atau tagar-tagar lain, maka secara teknik peluang kemenangan duet Prabowo-Sandi dalam Pilpres 2019 sangat berat.

Solusi untuk merebut kemenangan yang sudah di depan pintu tersebut, hanya satu. Satukan komitmen kerja antara Tim Pemenangan Partai Pendukung, dengan Relawan Pendukung Prabowo-Sandi yang selama ini masih tercerai-berai.

“Satukan mesin pemenangan itu dalam sebuah Kapal Perang Raksasa yang berbendera Al-Liwa dan Ar-Roya. Sebuah panji suci yang mengantarkan kemenangan pasukan Rasulullah Muhammad SAW terhadap kedzaliman, ketidakadilan hukum, kebohongan, kebodohan, dan kesombongan yang meracuni sistem berpikir umat manusia,” paparnya.

***