Habib Rizieq Bukan Generasi "NATO", Soal Bendera Tauhid, "Bungkus Pak Eko"!

Kamis, 15 November 2018 | 06:44 WIB
0
477
Habib Rizieq Bukan Generasi "NATO", Soal Bendera Tauhid, "Bungkus Pak Eko"!

Andaikan di Arab ada Pegadaian, mungkin ada baiknya Habib Rizieq lekas mendatanginya. Tak perlu menggadaikan emas atau yang lainnya, cukup meminta bantuan untuk menyelesaikan masalah tanpa masalah. Habib Rizieq Shibab boleh dikata sosok fenomenal. Ditengah jalan dakwah yang dia tempuh, sepak terjangnya menjadikan lingkaran politik layaknya medan perang.

Wajar jika kemudian masalah demi masalah kerap menghinggapinya. Rizieq bukanlah pemain baru yang kerap bersinggunggan dengan pihak kepolisian. Sejak diangkat menjadi Ketua Majelis Tanfidzi DPP FPI 2003–2008, Rizieq mengawali debut kontroversinya dengan hukuman selama7 bulan penjara akibat dianggap menghina Kepolisian Republik Indonesia melalui dialog di acara Televisi yang ada. Tak berhenti disitu, kontroversi lain kerap dia lakoni berturt-turut dari tahun 2015 untuk kasuk penghinaan budaya sunda hingga puncaknya tahun 2017 terkait percakapan digital yang mengandung unsur pornografi.

Rizieq pun hengkang ke negara yang pernah menjadi tempatnya menimba ilmu yakni Arab Saudi. Maksud hati ingin menghindari masalah, apa daya semangat dakwahnya kian membara. Sang Habib kian masuk pada pusaran politik pilpres 2019. Dukung mendukung, seruan, hingga komando massa kerap kali menjadikan Rizieq sebagai salah satu tokoh sentral yang bisa diandalkan.

Sudah menjadi hukum alam dan ketetapan perputaran kehidupan. Semua ada masa-nya. dan Sejauh-jauhnya masalah dihindari pasti akan kembali menghampiri. Lebih dari 1 tahun Rizieq efektif menjadi objek wacana dan pemberitaan dari tanah suci. Rizieq pun harus bersedia mengambil hikmah dari semua. Dibalik semua konsistensi dukungan politiknya, ada sebuah konsekuensi yang harus dijalani.

Belakangan, arus politik membawa Rizieq dan FPI-nya berkolaborasi. Tidak hanya dengan politisi melainkan juga dengan HTI. Perlahan tapi pasti paradigma dakwah Rizieq pun ikut terkontaminasi. HTI yang kemudian menjadi organisasi "terlarang" dikarenakan tujuan Khilafahnya itu melebur dalam tiap aksi bersama mereka yang penuh kontroversi.

Begitu pula saat Habib Rizieq menyerukan untuk mengibarkan bendera tauhid di tempat-tempat strategis yang tersebar di jejaring media sosial. Himbauan itu sarat muatan ideologi HTI yang harus dilakukan oleh anggota FPI. Apakah FPI telah beralih menjadi HTI?. Ya, mungkin Habib Rizieq pun tengah mengalami galaunya hati dan fikiran di tanah perantauan. Sehingga baginya tak penting lagi mana jatidiri FPI mana ideologi HTI.

Dalam kegalauan akibat masa visa tinggal yang telah habis, hingga kondisi ekonomi yang tidak seperti dulu lagi (dari semua tinggal di hotel kini tingal di hunian biasa) itulah Rizieq memaksimalkan potensi yang ada di depan mata. HIngga saat ramai terkait bendera tauhid dibakar di Garut, Rizieq melihat hal itu sebagai peluang untuk menyatukan semua elemen dibawah komando darinya. Bungkus!!!

Sebagai Imam besar, Rizieq tidak perlu lagi dipertanyakan. Yakin bahwa dia bukanlah generasi "NATO" (No Action Talk Only). Apa yang sudah dia ucapkan tentu akan dengan serta merta disertai dengan aksi tindakan. Jals-jelas, Habib Rizieq telah memerintahkan untuk mengibarkan panji-panji tauhid sebagai bentuk perlawanan. Wajar jika kemudian, dia pun akan melakukan seperti apa yang dia ucapkan. Yakni memasang bendera Tauhid di rumah yang ditempatinya di Arab.

Bagi saya yang melihat konsistensi Sang Habib, yakin bahwa pemasangan bendera tauhid di rumah yang ditempatinya jelas-jelas bukan oleh orang lain. Apalagi Intelegen yang jauh-jauh datang ke Arab untuk sekedar pasang Bendera. Banyak Hal penting yang bisa dilakukan oleh BIN menjelang pilpres ini dibanding dengan memasang bendera tauhid. Memang, analoginya, tidak mungkin Sang Habib memasang pendera tauhid dengan tanyangnya sendiri. Pasti ada orang yang disuruhnya untuk melakukan hal sepele tersebut. Ini tentu menjadi logika sederhana terkait konseptor dan eksekutor sebagai pelaksana teknis di lapangan.

Jadi, kenapa harus ribut tentang hal ini?. JIka memang Habib Rizieq jelas-jelas bukan generasi NATO, urusan pasang bendera tauhid sebagai konsekuensi dari seruannya itu, sudah pasti, siapa lagi?  Semua pun menginsyafi bahwa Rizieq bukanlah sekelas Ratna Sarumpaet yang Pandai mengarang cerita bohong. Jelas tho, bahwa Rizieq akan konsekuen turut memasang bendera sebagai aksi nyata atas seruannya. Pemerintah Arab Saudi, Tunggu apa lagi? , : Bungkus pak Eko!!(Meski, di Arab sana tidak ada yang bernama Pak Eko, semoga pesan ini sampai kepada yang berwenang, terlepas siapapun namanya)

Dan di tengah kebimbangan Sang Habib terkait perpanjangan visa tinggal dan kebutuhan operasional untuk hidup disana itu pulalah, ada baiknya ada pihak yang sudi menggalang dana sosial agar Sang Habib kembali pada jati diri FPInya. Sehingga dia bisa membedakan mana seruan HTI, mana seruan FPI. Atau jangan-jangan , diam-diam Rizieq telah membaiatkan diri menjadi imam HTI yang merangkap imam FPI? Hanya bisa berkata Waallhu Alamu Bishowab.

Sungguh andaikan sang Habib Tabbayun dalam hal ini, masalah insiden Bendera Tauhid tidak perlu dieksport hingga ke negara yang konon asal dari Bendera tersebut yang justru menjadikannya sebagai masalah. Bersyukur,  pemerintah RI melalui Kementrian luar negeri akan mendampingi penuh dalam kasus ini. Biar bagaimana pun toh Rizieq masih berstatus sebagai WNI.

***