Komitmen Berantas Korupsi, Jokowi Kejar Dana Jarahan Hingga ke Swiss

Minggu, 23 Desember 2018 | 06:00 WIB
0
390
Komitmen Berantas Korupsi, Jokowi Kejar Dana Jarahan Hingga ke Swiss

"Korupsi adalah korupsi, tidak bisa diganti dengan nama lain," tegas Jokowi dilansir dari akun instagram presiden Jokowi pada Senin (11/12) lalu.

"Kita tidak memberikan sedikit pun, sekali lagi, kita tidak memberikan toleransi sedikit pun kepada pelaku tindak pidana korupsi yang melarikan uang hasil korupsinya ke luar negeri," tegasnya.

Dua kutipan tadi mengingatkan kita pada janji kampanye Jokowi di tahun 2014 lalu. Secara berulang-ulang presiden Jokowi yang saat itu masih capres menegaskan komitmennya untuk memberantas korupsi di Indonesia melalui penguatan KPK dan elemen lainnya.

Ucapan seorang putra daerah keturunan Boyolali ini tidak main-main, selama 4 tahun pemerintahannya, ia bersama KPK telah melakukan Operasi Tangkap Tangan dan Penyelidikan kasus-kasus korupsi secara gencar. Dilansir dari BBC News.com dan Kompas.com, di tahun 2016 setidaknya ada 15 OTT, tahun 2017 setidaknya ada  19 OTT dan di tahun 2018 ini sudah ada 28 OTT KPK yang dari tahun ke tahun makin banyak melibatkan pejabat daerah.

Tak heran jika OTT bisa makin masif dilakukan karena di tahun 2016 Jokowi mengeluarkan Instruksi Presiden no.10 Tahun 2016 mengenai "Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi" yang diterapkan di kementerian, pemda dan lembaga lainnya. Inpres ini menguatkan aturan pemberantasan korupsi di tujuh sektor yaitu industri ekstraktif/ pertambangan, sektor privat, infrastruktur, penerimaan negara, tata niaga, BUMN serta Pengadaan Barang dan Jasa.

Semua yang dilakukan Jokowi layaknya menguliti aksi para koruptor dan cukup membuat koruptor kelas kakap ketar ketir. Tak sampai di situ, pada puncaknya Jokowi akan mengejar dana hasil korupsi yang disimpan di bank-bank yang ada di Swiss yang selama ini sulit tersentuh penegak hukum dari Indonesia.

Jokowi melalui menteri Sri Mulyani telah menjalin kerjasama dengan pemerintah Swiss melalui upaya Bantuan Hukum Timbal Balik (Mutual Legal Assistance) yang jika telah disepakati kelak akan memberi wewenang pemerintah Indonesia mengejar dana hasil kejahatan korupsi di semua bank si Swiss. Perjanjian yang sudah dirintis sejak tahun 2015 ini menurut presiden Jokowi sudah berada di tahap akhir pembahasan dengan pemerintah Swiss.

Selama ini, koruptor, pengemplang pajak dan sindikat narkoba bisa dengan lengangnya mengamankan dana haram mereka di negeri Swiss tanpa tercolek sedikitpun oleh pemerintah Indonesia.

Saat ini masa-masa ktitis dimana ketentraman koruptor terusik dengan sikap tegas dan tekad presiden Jokowi membersihkan negeri ini dari korupsi dan mengembalikan kekayaan negeri ini yang sempat terlepas oleh tangan-tangan bejat.

Tak pandang bulu, siapapun jika terlibat korupsi maka tak bisa lari dari proses hukum yang menjerat. Bahkan seorang Setya Novanto, ketua DPR, politisi Golkar yang sudah menyatakan dukungannya kepada Jokowi untuk periode ke dua, dengan kasus ektpnya yang begitu licin lari dari penciuman KPK akhirnya takluk pada kedigdayaan penegakan hukum di Indonesia.

Bahkan Jokowi pernah menolak rencana revisi Peraturan Pemerintah No. 99 tahun 2017 yang diajukan oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly. Rencananya, PP itu akan memasukkan justice collabolator sebagai syarat remisi bagi napi koruptor. Jokowi menolak rencana tersebut karena bisa menjadi celah napi korupsi mendapatkan kemudahan remisi.

"Saya sampaikan sekalian mengenai revisi PP 99 Tahun 2012. Sampai sekarang juga belum sampai ke meja saya tetapi kalau sampai ke meja saya saya akan sampaikan. Saya kembalikan, saya pastikan," ujar Jokowi.

Mengenai MLA Indonesia-Swiss, Direktur Otoritas Pusat dan Hukun Internasional Kementerian Hukum dan HAM, Cahyo Rahadian Muzhar mengatakan bahwa dengan adanya MLA Indomesia-Swiss kelak Indonesia dapat meminta bantuan Swiss dalam upaya paksa dan upaya non paksa dalam melacak koruptor dan rekening koruptor.

Upaya paksa berupa penggeledahan, pemblokiran rekening serta membuka rekening bank yang bersnagkutan Upaya non paksa berupa meminta daftar perusahaan terkait pencucian uang. Meskipun begitu, MLA tidak termasuk kerjasama ekstradisi dan hukuman badan terhadap pelaku tindak pidana dari Indoneaia di Swiss.

Dilansir dari Kontan.co.id, rata-rata setiap tahunnya, dari Indonesia mengalir dana gelap ke luar negeri sebesar 18 miliar dolar AS atau sekitar Rp 200 triliun. Menurut peneliti senior Perkumpulan Prakarsa, Setyo Budiman, aliran dana yang paling besar adalah yang dari transaksi ilegal.

Terbayang kan berapa besar dana haram dari Indonesia melayang ke negara lain setiap tahunnya yang Prabowo pernah sampaikan dengan slogan "Bocor! Bocor!"

Ironisnya saat ini, koalisi Prabowo justru mendekap kroni orde baru yang konon menyimpan harta jarahan hasil 32 tahun Soeharto berkuasa di bank Swiss.

Aksi nyata Jokowi memang membuat mereka sebisanya menggagalkan terpilih kembalinya seorang Jokowi untuk meneruskan usaha pemberantasan korupsi ini.

Melalui akun instagramnya, presiden Jokowi menghimbau agar gerakan anti korupsi ini menjadi gerakan bangsa, gerakan bersama antara pemerintah, warga sipil dan masyarakat luas.

Lantas, dengan catatan sejarah yang bersih dan tekad kuat seorang presiden Jokowi membersihkan negeri ini dari praktek korupsi, nikmat mana lagi yang mau kamu dustakan? Tentu bukan nikmat harta jarahan orde baru bukan?

***