Awal Desember tahun kemarin saya diopname di rumah sakit. Di UGD, saat perawat hendak pasang infus, saya bertanya, "Itu disposable, kan?" sambil melirik jarum yang hendak ditusukkan ke lengan saya. Si Perawat manis tersenyum, "Tentu saja, Pak."
Ketika sudah di ruang perawatan, perawat yang sama datang, hendak menyuntikkan obat cair melalui selang infus. Saya bertanya hal serupa, "Itu disposable, kan?"
"Di rumah sakit manapun jarum suntik selalu sekali pakai, Pak," jawabnya.
Sejak itu, setiap kali hendak menyuntikkan obat, perawat itu, pun rekannya selalu menunjukkan spuit (syringe) plus jarum yang masih dalam kemasan. Mereka membukanya di hadapan saya sebelum menyedot cairan dari ampul obat dan menyuntikkan ke dalam tubuh saya melalui selang infus.
Sejak dulu saya senantiasa cemas syringe dan jarum santik tidak sekali pakai. Karena itu saya selalu bertanya untuk memastikan. Jika tak dibuka di depan saya, saya minta kemasannya diperlihatkan. Saya merasa ngeri mendengar orang-orang terjangkit penyakit mematikan sebab alat yang tidak higienis, sudah dipakai orang lain.
Ini pula yang membuat saya tak pernah mau kulit saya ber-tatoo meski hati senantiasa tergoda mencobanya. Kecurigaan jarum tatoo tidak sekali pakai dan ketakutan terjangkit penyakit menular mengalahkan godaan hati. Soal jarum yang tak disposable ini pula kecemasan terbesar saya setiap kali berdonor darah.
Bayangkan saja jika saya terjangkit HIV hanya gara-gara jarum suntik bekas pengidap HIV. Bukan saja mati sia-sia, nama baik saya juga akan rusak. Saya akan disangka suka sembarang menyuntikan peju, plus tak melek pentingnya membungkus organ strategis dengan lateks.
Maka membaca berita pernyataan Prabowo Subianto bahwa alat cuci darah di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo digunakan oleh 40 orang bikin saya lemas dan marah.
Saya tak mengerti benar bagaimana alat itu. Tetapi dari pemberitaan media, Prabowo mengatakan jika di RSCM alat yang tidak boleh dipakai lebih dari 1 orang itu digunakan oleh 40 orang.
Nah, saya lantas berpikir, kalau RSCM yang merupakan rumah sakit umum pusat nasional kelas A berakreditasi penuh tingkat lengkap saja begitu, bagaimana dengan rumah sakit di daerah-daerah? Berarti SOP penggunaan barang seperti selang cuci darah, spuit dan jarum, dan peralatan sejenis ternyata omong kosong belaka?
"Ini adalah kejahatan besar!" Penuh rasa marah plus cemas akan bayang-bayang kena hepatitis, HIV, dll, saya telusuri berita jawaban pihak RSCM. Syukurlah RSCM membantah itu. Mereka menjelaskan bahwa alat cuci ginjal itu terdiri dari 3 komponen utama, yaitu: mesin hemodialisis, selang hemodialisis dan dialiser.
Menurut RSCM, mesin dialisis tidak berkontak langsung dengan darah pasien sehinggga dapat digunakan bergantian untuk beberapa pasien. Sementara hemodialisis dan dialiser di RSCM hanya sekali pakai. Bahkan meskipun dialiser psejatinya dapat digunakan berulang kali pada pasien yang sama setelah sterilisasi, di RSCM hanya satu kali digunakan.
Penjelasan pihak RSCM membuat saya lega, namun amarah masih ada dan kini berpindah ke sosok Prabowo. Sebab membaca tanggapan Gerindra atas klarifikasi RSCM, saya berkesimpulan Prabowo tidak bisa mempertanggungjawabkan pernyataan dan informasi yang ia terima.
Banyak pertanyaan muncul di kepala. Apakah Prabowo berbohong? Bagaimana bisa ia tega berbohong soal sensitif seperti ini? Apakah hanya demi sensasi kehebohan publik mendengar pidatonya? Siapa yang memberinya kabar demikian? Apakah orang-orang biasa yang ia temui di kandang kudanya? Apakah tak ada orang cerdas di tim sukses yang bisa memberinya masukan berkualitas?
Apakah Prabowo tidak punya kebiasaan berpikir dulu saat mendapat informasi; mencari tahu dulu suatu hal; menimbang dulu dampaknya sebelum asal cuap ke publik? Tidak cukupkah skandal hoaks Ratna Sarumpaet jadi bahan pembelajaran bagi Prabowo?
Saya yakin bukan hanya pasien cuci darah. Orang-orang yang pernah diinfus, yang pernah diperiksa darahnya, yang pernah disuntik pun sangat cemas mendengar pernyataan Prabowo. Sangat mungkin mereka kehilangan kepercayaan terhadap pelayanan di rumah sakit meski telah membaca klarifikasi RSCM.
Bagi saya hanya satu penyelesaian untuk mengembalikan kepercayaan publik. Jika pihak RSCM sungguh tidak pernah mempraktikan apa yang Prabowo katakan, mereka harus melaporkan Prabowo ke polisi. Ia harus diperiksa, diadili, dipenjarakan jika pernyataannya tidak benar.
Entah Prabowo berbohong atau lagi-lagi keliru, khilaf atau grasa-grusu, saya pikir untuk soal yang satu ini tidak bisa lagi diselesaikan hanya dengan permohonan maaf. Sudah berulang kali Prabowo mengaku khilaf dan minta maaf. Untuk soal yang satu ini, tiada maaf yang sepadan.
Seseorang tidak bisa dibiarkan khilaf terus-menerus. Jika permintaan maafnya tidak dibarengi perubahan sikap dan perilaku, hanya sanksi pidana yang bisa mengubahnya.
Ingat, khilaf itu hanya sekali. Pernyataan sesat yang berulang kali itu patut diduga disengaja, dan pernyataan sesat yang disengaja adalah berbohong.
Sumber:
Tribunnews.com (02/01/2019) "Prabowo Soal Selang Cuci Darah Dipakai 40 Pasien: RSCM Bantah, Gerindra Sebut Bisa Jadi Khilfaf"
Tayang juga di Kompasiana.com/tilariapadika
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews