Banyak yang out of context ketika orang mengomentari tentang ejekan Prabowo berkait Boyolali. Lalu banyak yang menunjukkan betapa majunya Boyolali: bahwa daerah ini adalah New Zealand of Java, di mana produksi susu daerah ini kualitasnya sangat bagus.
Tandanya apa, dari susu tersebut dapat diproduksi keju bermutu tinggi. Lalu ditunjukkan pula sederet tokoh yang berasal dari daerah ini, dianataranya Dr. Suharso seorang orthopedis terkemuka yang kemudian jadi pahlawan nasional dan dijadikan nama rumasakit di Surakarta.
Ada pula yang menyebut SK Trimurti, tokoh pergerakan wanita yang justru karena aktivitasnya menjangkau umur yang sangat panjang. Berkah dalem, eyang. Juga yang kekinian disebut Bambang Widiatmoko seorang peneliti dengan area khusus peralatan berbasis laser dan pemilik sekira 30 paten laser. Bahkan ada yang menunjukkan kemajuan (atau baca internasionalisasi) kota ini dengan dalam tahun ini mereka berhasil mengundang group Europe yang terkenal dengan dengan lagu Final Countdown itu.
Semua itu benar, tapi menurut saya tetap gagal membaca kenapa PS bisa sedemikian nyinyir terhadap Boyolali. Saya bisa sampaikan minimal tiga fakta historis dan real yang lebih mendasar, yaitu:
Pertama, Ini fakta historis pertemanan yang aneh. PS melalui sebuah klub pengajian yang sangat terkenal di Jogja (di Jawa malah ding). Gak enak saya menyebutnya, tapi clue-nya klub ini punya acara tetap di beberapa kota. Kedua tokoh ini sudah sangat dekat sejak masa reformasi. Sudah saling berkunjung dan tampaknya persahabatan mereka abadi. Walau di banyak event, beliau ini selalu mendaku netral, mungkin saking malunya atas kelakukan PS yang sering minor.
Syahdan, pada masa kampanye Pilpres 2014, salah satu isu yang paling gencar dilakukan adalah Jokowi anak PKI. Dan melalui tangan si cak inilah mereka mengubek-ubek seantero Solo untuk mencari bukti bahwa Jokowi itu antek PKI. Seluruh jemaah pengajiannya tiba-tiba dapat tugas khusus mengejar bukti itu. Dan wabil khusus daerah itu adalah Boyolali, di mana orang tua Jokowi berasal.
Apa hasil investigasi itu? Ya, tentu nol besar!
Tapi telanjur Boyolali tetap melekat di alam bawah sadar PS sebagai yah demikian: Jokowi adalah PKI. Masih laku jaulan itu, Om?
Ini memperkuat fakta kedua, bahwa Boyolali dari dulu memang daerah merah, zaman Orde Lama PKI memang sangat populer. Kemudian setelahnya PDI Perjuangan nyaris selalu menang di sini. PDI Perjuangan masih lah partai wong cilik, orang-orang yang selamanya secara tradisional lekat dengan daerah ini.
Jangan lupa, sistem pemeliharaan sapi di daerah ini sangatlah populis yang menunjukkan kedekatan patron-klien. Seorang juragan besar, bisa memiliki ribuan sapi. Tapi kandang di rumahnya sendiri kosong. Ia menyebarkan sapinya dengan cara gaduh, menitipkan di banyak peternak lainnya. Sistem yang sangat berbeda dibanding cara bisinis susu Prabowo yang belakangan terkenal, dipopulerkan dengan Revolusi Putih itu. Program yang harus menodong-nodong Pemprov DKI untuk membelinya secara paksa itu.
Bandingkan dengan susu Boyolali, yang menyehatkan rakyat di sepanjang Joglo Semar di angkringan-angkringan murah. Yang bisa dinikmati segala usia tanpa harus mencuri duit negara. Perbandingan tolol inilah, barangkali justru secara tidak sadar berhasil diangkat PS. Menunjukkan betapa naif, serakah, dan kapitalistik-nya dia!
Ketiga, Boyolali adalah basis produksi mobil Esemka, mobil murah nasional yang bagi kaum bumi datar pendukung PS sangatlah dilecehkan. Dikatakan sebagai menjiplak mobil China, harganya murahan, kualitasnya rendah. Dan tentu saja segment-nya adalah kaum yang sebagaimana dikatakan PS itu: yang tampangnya tidak pantas masuk hotel berbintang!
Deal!
Lah buat apa hotel berbintang? Jangan lupa, hotel berbintang itu masih hidup sampai hari ini karena pembayaran oleh pihak ketiga. Itu berasal dari lembaga-lembaga pemerintah atau perusahaan swasta besar, yang memaksakan diri mengadakan acara-acara di tempat tersebut karena anggaran negara atau perusahaan. Di mana panitianya biasanya dapat rente yang cukup besar.
Jangan lupa ketika Menteri PAN, pernah melarang untuk mengadakan kegiatan sejenis di hotel berbintang banyak: langsung keluarlah protes keras dari PHRI. Sementara mereka yang dapat fasilitas empuk itu, kalau harus bayar sendiri dari kantong sendiri ya langsung hubungi Traveloka putar otak untuk cari hotel budget.
Kembali ke mobil Esemka, jangan lupa bulan Desember 2018 ini delapan varian merek ini akan di-launching. Beberapa sudah lulus uji, beberapa lain masih dalam perbaikan untuk mendapat Surat Uji Tipe (SUT) dari Deperindag. Tentu ini akan jadi kampanye baik bagi Jokowi, yang membuktikan tuduhan bahwa mobil Esemka hanya ilusi terbantahkan.
Intinya Prabowo itu justru cerdas dan sudah benar (walau sebenarnya sangat pengecut). ia berani mengasosiasi Jokowi dengan Boyolali-nya, dalam konteks keturunan PKI, basis PDI-P, sapi rakyat, dan mobil Esemka. Mana berani ia menyebut Sala, Solo, atau Surakarta? Karena suka tidak suka di kota terakhir ini basis massa pendukungnya, yang kaum intoleran itu sangat banyak!
Sedemikian banyak, sehingga berani berkoar "Kita jatuhkan Jokowi dari Kotanya Sendiri". Hehehe... kedua orang ini, pasangan PS dan SU, bagi saya tetaplah sejenis politikus-penghbur, mereka ini lawakannya lucu luar biasa. Mengalahkan pelawak modern model Stand Up Comedy yang di mata saya malah sama sekali tidak lucu itu. Lucu disini bisa diganti dengan kata naif, dungu, wagu, munafik, penipu, manipuatif, bla bla bla.
Bagi saya: mereka ini mau kalah saja, ribetnya luar biasa. Hobi kok nambah mungsuh!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews