Agar terkesan heroik padahal bokek Veronica Koman menggonggong seperti anjing galak saat ditagih untuk bayar hutang karena dia sendiri yang melanggar perjanjian dengan LPDP.
Banyak mahasiswa-mahasiswi yang ingin melanjutkan kuliah di luar negeri, terutama di universitas-universitas ternama dunia di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan master (S2) dan doktoral (S3) tapi tidak punya uang. Sebab biaya kuliah, tempat tinggal, dan makan sehari-hari sangat mahal akibat perbedaan kurs mata uang rupiah dengan negara yang dituju.
Pemerintah Indonesia membantu mahasiswa-mahasiswi berprestasi tapi tak punya biaya untuk kuliah di luar negeri seperti itu melalui program Beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) di bawah pengawasan Kementerian Keuangan (dulu Departemen Keuangan). Dipukul rata besaran dana beasiswa yang diberikan kepada satu orang itu sekitar Rp 1 miliar sampai Rp 2 miliar untuk dua tahun sampai tiga tahun kuliah tergantung universitas dan negaranya.
Karena Pemerintah Indonesia membiayai Beasiswa LPDP tersebut menggunakan uang rakyat yang diambil dari pajak kita, tentu saja, ada klausul perjanjian antara Penerima Beasiswa dan LPDP. Antara lain setelah menyelesaikan masa perkuliahan wajib kembali ke Indonesia dan mengamalkan/menerapkan ilmu dan kompetensi yang didapat selama kuliah di luar negeri untuk kepentingan nasional negara Indonesia.
Bila melanggar perjanjian tersebut Penerima Beasiswa wajib mengganti seluruh biaya yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia untuk dirinya selama kuliah di luar negeri.
Ada beberapa Penerima Beasiswa yang melanggar perjanjian dengan LPDP. Salah satunya adalah Veronica Koman Liau. Menurut LPDP, Veronica Koman tidak pernah kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan kuliahnya di satu universitas ternama di Australia. Selain itu, masih dari data LPDP, sampai saat ini Veronica Koman tidak menerapkan/mengamalkan ilmu yang didapat di negara berjuluk Down Under itu untuk kepentingan nasional negara Indonesia. Maka, sesuai klausul perjanjian, Veronica Koman wajib mengganti seluruh biaya yang sudah dikeluarkan Pemerintah Indonesia selama ia kuliah di Australia sebesar Rp 773.876.918!
Awalnya Veronica Koman setuju dan menyanggupi untuk membayar ganti biaya beasiswa itu. Bahkan ia minta keringan kepada LPDP untuk melunasi dalam dua belas kali pembayaran. Ia pun sudah sempat membayar sekali pada bulan April 2020 lalu sebesar Rp 64.500.000. Tapi setelah itu ia tidak membayar lagi di bulan-bulan berikutnya.
Tiga bulan kemudian, 15 Juli 2020, pihak LPDP kembali menagih Veronica Koman untuk membayar hutangnya yang masih tersisa Rp 709.376.918!
Tapi apa yang terjadi?
Veronica Koman bikin drama playing victim!
Baca Juga: Veronica Koman Demo Mahasiswa dan Komunikasi Publik Polri
Bukannya segera melunasi hutangnya Veronica Koman malah mengarang cerita bahwa dia diperlakukan seperti itu karena aktivitasnya sebagai pembela HAM di Papua. Padahal dia bukan pembela HAM untuk rakyat Papua. Dia bekerja untuk kepentingan asing, lembaga donor, membantu Kelompok Separatis Papua.
Bukannya mengabdikan diri untuk Indonesia tapi dia justru membantu Kelompok Kriminal Bersenjata yang menginginkan Papua merdeka. Dalam beberapa kerusuhan yang memakan banyak korban di Papua tahun lalu jelas Veronica Koman yang menjadi provokatornya!
Boleh jadi, Veronica Koman sekarang sudah kehabisan uang karena ia tak dapat bayaran lagi dari sponsor dan lembaga donor yang membiayai hidupnya di Australia selama ini.
Agar terkesan heroik padahal bokek Veronica Koman menggonggong seperti anjing galak saat ditagih untuk bayar hutang karena dia sendiri yang melanggar perjanjian dengan LPDP.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews