Guru Tersangka Susur Sungai Bukan Begal Motor!

Jumat, 28 Februari 2020 | 19:36 WIB
0
226
Guru Tersangka Susur Sungai Bukan Begal Motor!
Tiga guru tersangka susur sungai di Sleman. (Foto: KR Jogja).

Tiga anggota Provost dan seorang anggota Polres Sleman berpakaian preman tampak sedang “mengawal” tiga guru yang menjadi tersangka “Susur Sungai”. Ketiga guru ini berpakainan orange tanpa alas kaki dengan kepala plontos, digunduli!

Mereka seolah sudah berbuat kriminal seperti begal. Padahal, mereka itu pendidik, bukanlah begal motor! Tidak sepantasnya diperlakukan seperti itu oleh anggota Polres Sleman. Mereka menjadi tersangka hanya karena “kelalaian”, bukan sengaja.

Perlakuan aparat Polres Sleman, Jogjakarta, terhadap tiga tersangka kasus “Susur Sungai” yang menggunduli para guru ini membuat PB PGRI bereaksi keras. Ketua PB PGRI Dudung Nurullah Koswara membuat tulisan, “Guru Bukan Begal Motor!”

Menurutnya, kelalain dan keteledoran bukan kriminal. Apabila benar guru yang lalai dalam kasus viral Susur Sungai yang menyebabkan korban para siswa SMPN 1 Turi, Sleman, Jogja dibotakin, sungguh tuna adab!

“Mengapa saya katakan tuna adab? Memang benar-benar tuna adab!” tegasnya. Si pelaku pembotakan terhadap guru atau yang memberi perintah pasti sosok “setengah manusia”. “Mengapa saya katakan demikian?” katanya.

“Entah terbuat dari apa tangan, isi otak dan isi hati seorang pemberi perintah atau pelaku pembotakan terhadap guru-guru yang lalai dan khilaf dalam kasus susur sungai,” lanjut Dudung.

Seorang pendidik dan penulis buku, Ade Chairil Anwar mengatakan, “Sebagai manusia, tentu khilaf dan lupa mereka perlu kita maafkan, kita akui ada korban jiwa dalam peristiwa itu, tapi memperlakukan mereka tak ubahnya seperti maling, sungguh tak manusiawi”.

Komentar Nzank Kartiwa, seorang guru muda berprestasi dan pernah belajar di Australia  utusan dari Disdik Provinsi Jabar mengatakan, “Guru tersebut silakan untuk diadili sesuai pelanggarannya tapi akan terlihat berbudaya dan beretika tatkala guru itu tidak digunduli seperti itu”.

Cecep Taufiq Mubarak Yusuf seorang guru milenial menyatakan, sebelum ada vonis bersalah dari pengadilan siapa pun, termasuk penyidik tidak bisa menentukan seseorang bersalah atau tidak. Bersalah dan tidak bersalah adalah otoritas hakim di pengadilan.

Baginya pembotakan para guru itu sungguh melanggar etika. Sejumlah komentar yang sangat menyayangkan dugaan tindakan “pembotakan” terhadap guru mulai viral. Oknum jenis apa yang tega membotakin para guru? 

“Adakah oknum penegak hukum yang tak punya etika memperlakukan seorang guru yang khilaf dan lalai sama persis dengan perilaku kriminal sekelas begal?” tanya Dudung.

“Mari seluruh guru Indonesia memberikan dukungan moral pada guru yang diperlakukan bagai begal, pencuri motor dan pemerkosa. Di mana pun dan kapan pun warga negara bahkan guru yang lalai dan melakukan kebodohan tidak harus diperlakukan tak terhormat,” tegasnya.

Mereka manusia yang lalai dan tak berniat jahat! Menurutnya, bangsa biadab adalah bangsa yang memuliakan koruptor namun membotaki guru yang lalai karena sebuah kegiatan yang niatnya baik. 

“Kegiatan pramuka itu kegiatan yang baik, bedakan dengan kelalaian dan keteledoran,” kata Dudung. Juga, bedakan antara begal motor dengan guru yang lalai. Bila benar ada guru yang dibotakin, tanpa alas kaki dengan baju pesakitan layaknya begal sungguh ngeri dan sadis!

Begitu ungkap Dudung. Ngeri melihat, sejumlah orang menyaksikan saat petugas menggiring tiga orang yang dibotakin, kaki telanjang dan baju pesakitan. “Benarkah dalam video viral itu ketiganya ada gurunya?” tanya Dudung lagi.

Menurut Dudung, sesadis-sadisnya bangsa kafir Quraisy dan peradaban kuno tak ditemukan bukti memperlakukan guru sedemikian tidak adab.

“Sungguh Ibu Pertiwi akan menangis dan kebathinan guru akan terkoyak, memberontak bila guru yang khilaf dan lalai disamakan dengan begal motor! Hukum dan pengadilan itu harus ditegakan dengan baik,” ungkap Dudung.

Namun di atas hukum dan pengadilan mesti hadir etika, keadilan dan pemandangan elok bagi publik. Apakah tiga orang pendidik dan pembimbing pramuka yang dibotakin, kaki telanjang, baju pesakitan bagi mata publik pantas dan layak? 

Polres Sleman memublikasikan tiga tersangka yang dinilai lalai saat kejadian tewasnya 10 pelajar SMPN 1 Turi, Sleman Jogjakarta pada kegiatan Pramuka: susur Sungai Sempor pada Jumat (21/2/2020).

Tiga tersangka merupakan pembina Pramuka, yakni Isfan Yoppy Andrian (36), Riyanto (58), Danang Dewo Subroto (58). Yoppy merupakan guru Olahraga dan Riyanto adalah guru Seni Budaya di sekolah tersebut. Keduanya adalah pegawai negeri sipil (PNS).

Sementara Danang merupakan pembina Pramuka dari luar sekolah. Ia adalah pekerja swasta yang memiliki sertifikat kursus mahir dasar (KMD).

Di depan media di Polres Sleman, Selasa (25/2/2020) Yoppy mengakui karena kelalaiannya menyebabkan siswa-siswinya celaka hingga membuat 10 di antaranya meninggal dunia

“Saya mengucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada instansi saya SMPN 1 Turi karena atas kelalaian kami terjadi hal seperti ini. Kami sangat menyesal dan memohon maaf kepada keluarga korban terutama kepada korban yang sudah meninggal,” tambahnya.

Yoppy mengatakan sudah menjadi resiko dirinya untuk bertanggung jawab sebagai pembina Pramuka sekaligus guru.

“Jadi memang sudah menjadi resiko kami sehingga apapun yang menjadi keputusannya nanti akan kita terima. Kemudian semoga keluarga korban bisa memanfaatkan kesalahan-kesalahan kami,” kata Yoppy.

Dalam pengakuannya, Yoppy yang menjadi inisiator dalam kegiatan susur sungai itu berdalih bahwa kondisi sungai saat sebelum kejadian aman. Sehingga, ia yakin ratusan siswanya bisa mengikuti kegiatan itu dengan selamat.

“Karena cuaca belum seperti pas kejadian. Jadi, pada saat itu jam 13.15 saya siapkan anak-anak, kemudian 13.30 saya berangkatkan itu cuaca masih belum hujan. Kemudian saya ikuti sampai ke sungai di atasnya di jembatan itu airnya juga tidak deras,” katanya.

Saat sampai di garis mula untuk susur sungai, kata dia, air juga tidak deras. Sesampainya di garis mula Yoppy meninggalkan siswa, ia pergi ke bank dengan alasan mentransfer uang.

Yoppy yakin meninggalkan anak-anak karena terdapat teman yang mendampingi siswa dan terbiasa mengurus susur Sungai Sempor. “Sehingga saya juga yakin aja enggak akan terjadi apa-apa,” katanya.

Yoppy tetap berkukuh agar susur sungai yang menurutnya bagian dari latihan pembentukan karakter tetap terlaksana. Susur sungai, menurutnya, penting untuk mengenalkan anak-anak pada sungai karena anak-anak saat ini dinilai banyak yang tidak lagi bermain di sungai.

Sementara tersangka Riyanto berdalih ia tak ikut mendampingi 249 siswa terjun ke sungai karena menunggui barang-barang siswa di sekolah dan melakukan presensi terhadap anak-anak usai susur sungai.

Riyanto yang merupakan Ketua Gugus Depan Pramuka di sekolah tersebut mengatakan tak mencegah ratusan siswa untuk melaksanakan susur sungai karena cuaca dinilainya masih memungkinkan.

“Kalau nanti terjadi [sesuatu di lapangan] waktu itu berangkat dilepas dari sekolah itu yang saya amati mendungnya itu pengamatan saya itu tipis,” ujarnya. Ternyata apa yang diamati Riyanto itu dalam kenyataannya berbeda, sehingga terjadilah musibah tersebut.

Pasca kejadian peristiwa susur sungai, Ketum PBPGRI Prof. Dr. Unifah Risyidi, langsung  proaktif terjun ke lapangan didampingi ahli hukum LKBH PGRI Dr. KH. Wahyudi.  Prof. Unifah melihat langsung dan memberikan bantuan hukum bagi para guru yang terlibat.

Hak guru dalam perlindungan hukum harus dadapatkan sesuai UURI No 14 Tahun 2005  dan sebagai hak warga negara. Melihat saat ini ada “pembotakan” pada guru,  dalam twitter-nya Prof. Unifah terlihat marah dan bahkan mengancam turun ke jalan.

Bisa dibayangkan, jika Prof. Unifah memerintahkan para guru bersatu turun ke jalan demi membela kehoramatan guru, jelas itu bahaya! Upaya penegakan hukum kepada guru jangan disamakan dengan begal. Guru bukan begal!

Kelalaian guru dalam kegiatan pramuka itu bukanlah perilaku begal. Kehormatan guru mesti ditegakkan dengan adil saat penegakan hukum ditegakkan.

Melansir Tirto.id, Rabu (26 Februari 2020), Kabid Humas Polda DIJ Kombes Pol Yuliyanto memberikan penjelasan atas protes dari PGRI terkait guru yang jadi tersangka kasus susur sungai di Turi, Sleman, digunduli.

“Menyikapi protes yang disampaikan oleh akun PGRI tentang tahanan yang gundul. Propam Polda DIY dari tadi pagi sedang melakukan pemeriksaan di Polres Sleman untuk mengetahui pelanggaran yang dilakukan oleh anggota,” kata Yuliyanto, Rabu (26/2/2020).

“Jika nanti terbukti ada pelanggaran maka akan dilakukan tindakan kepada petugas yang menyalahi aturan,” tambah dia.

***