Bela Taipan, Zeng Wei Jian Terusik Tulisan Dua Wartawan Senior

Sabtu, 22 Februari 2020 | 17:53 WIB
0
4437
Bela Taipan, Zeng Wei Jian Terusik Tulisan Dua Wartawan Senior
Penulis Zeng Wei Jian. (Foto: RMOL.id)

Zeng Wei Jian alias Ken Ken yang rajin menulis di medsos dan grup WA tiba-tiba marah. Ini terjadi menyusul menculnya tulisan dua wartawan senior Hersubeno Arief dan Asyari Usman yang menulis tentang ucapan Ketua MPR Bambang Soesatyo.

Dalam tulisan viral berjudul “Tiba-tiba Saja Ketua MPR Bambang Soesatyo Terbangun” di fnn.co.id, Rabu (19/2/2020) itu, Bang AU, panggilan akrab Asyari Usman, menukil ucapan Bamsoet bahwa para pemodal menguasai parpol-parpol. ‘

Bahkan, cukup dengan uang satu triliun saja. Setelah itu, mereka bisa mendikte kebijakan parpol yang dibayar. Untuk selanjutnya, mereka mendikte parlemen (DPR). Kata Bamsoet, para cukong menyusup ke parpol-parpol untuk merebut posisi ketua umum.

Mereka datang saat sedang berlangsung Munas, Muktamar, Kongres, dan sejenisnya. Setelah duit digelontorkan, bereslah semua. “Jika partai politik dikuasai, maka dia akan menguasai parlemen,” kata Bamsoet.

“Jika dia kuasai parlemen, maka dia akan kuasai pasar-pasar dan sumber daya alam kita, dan dialah yang berhak mengusung siapa pemimpin kita, presiden kita, bupati kita, gubernur dan walikota, karena sistem yang kita punya,” ujar Bamsoet lagi.

Dalam tulisan berikutnya di fnn.co.id, “Seriuskah Ketua MPR Pimpin Pemberontakan Lawan Cukong Parpol?”, Kamis (20/2/2020), Bamsoet yang hadir dalam peresmian Lembaga Kajian Sosial-Politik yang Direkturnya Akbar Faisal itu Bang AU kembali menulis.

Secara blak-blakan, Bamsoet mendeklarasikan bahwa parpol-parpol di Indonesia ini dikuasai dan didikte oleh para pemilik modal alias cukong. Para pemodal, kata Bamsoet, mendatangi Munas atau muktamar parpol yang beragenda pemilihan Ketua Umum (Ketum).

Di situlah para cukong membawa duit. Mendekati para politisi yang berpotensi menjadi ketum. Ketua MPR bahkan mengatakan, harga yang dibayar “tidak mahal”. Paling-paling satu T. Seribu Miliar.

Yang dideklarasikan Bamsoet bukan hal baru. Tetapi menjadi signifikan karena disampaikan politisi senior dengan embel-embel Ketua MPR. Salah satu kalimat kunci yang dikatakan Pak Bamsoet adalah bahwa manuver beli parpol itu merupakan kejadian sebenarnya.

“Ini pengalaman,” kata Ketua MPR. Bukan asumsi. Setelah parpol-parpol dibeli, mulailah berlaku “terms and conditions” (ketentuan dan syarat) atau T&C. Intinya, parpol-parpol berada di bawah kendali cukong.

Termasuk kebijakan parpol; akan dibuat sesuai kepentingan para cukong. Juga mereka tentukan siapa-siapa personel yang didudukkan di DPR, sampai ke siapa calon presiden dan presiden terpilihnya berikut para menteri, calon gubernur, hingga calon bupati dan walikota.

Dalam tulisan yang berjudul “Parpol: Di Bawah Lindungan Para Taipan”, di fnn.co.id, Rabu (19/2/ 2020), Hersubeno Arief memperkirakan para cukong parpol-parpol itu hampir pasti, mereka yang masuk dalam daftar 100 orang terkaya di Indonesia.

Mereka memiliki bisnis besar nan menggurita. Daftar majalah Forbes ini bukan rahasia. Wartawan senior yang akrab dipanggil Mas Hersu ini menjelaskan, 10 orang yang punya kekayaan antara 40 triliun hingga 500 triliun plus. Mereka ini adalah cukong lokal.

Bamsoet mengisyaratkan pula, para pemodal itu bisa juga datang dari luar. Yaitu: cukong asing. Ketua MPR ini tak mengatakan siapa-siapa cukong asing itu. Ia cuma menyebut Tiongkok (China) karena merekalah yang paling berkepentingan di Indonesia akhir-akhir ini.

Dalam bahasa yang lebih lugas, Bamsoet ingin mengatakan parpol dan para pejabat kita sesungguhnya tidak lebih hanya sekedar proxy, boneka dari para pemilik modal.

Mereka adalah orang-orang yang dimodali untuk menjalankan agenda kepentingan para pemilik modal. Urusannya tidak jauh-jauh penguasaan sumber daya alam dan ekonomi melalui politik kekuasaan.

Bamsoet menjamin apa yang dikatakannya sahih. Berdasarkan pengalaman sekian puluh tahun terjun di dunia politik. Dia juga pernah mencoba maju menjadi Ketum Golkar. Tapi melalui lobi-lobi, tarik ulur dan tekanan politik dia harus mengalah ke Airlangga Hartarto.

Tidak gratis. Kompensasinya dia mendapat posisi sebagai Ketua MPR dan Wakil Ketua Umum Golkar. Sebelumnya Bamsoet jug pernah menjadi Ketua DPR. Sebuah posisi yang hanya bisa diraih melalui proses lobi-lobi politik yang tidak gratis juga.

Jadi sekali lagi apa yang dikatakan Bamsoet dapat dipastikkan, dijamin sahih. Bukan hoax, apalagi fitnah. Siapa para pemilik modal itu? Kalau melihat angkanya dalam jumlah triliunan, maka sebenarnya tidak banyak orang Indonesia yang memilikinya.

Mereka adalah sekelompok kecil orang kaya Indonesia. Mereka punya kepentingan politik agar bisnisnya tetap terjaga dan bisa lebih menggurita. Siapa para orang kaya itu. Datanya terbuka. Setiap tahun majalah Forbes melansir daftar 100 orang terkaya di Indonesia.

Di posisi 10 besar urutan pertama ditempati mantan pemilik pabrik rokok Djarum R Budi dan Michael Hartono. Jumlah kekayaan: US$37,3 miliar (Rp526,11 triliun). Berikutnya pemilik PT Sinar Mas Group Widjaja Family (2). Jumlah kekayaan: US$9,6 miliar (Rp135,4 triliun);

Pengusaha hutan dan Petrokimia Prajogo Pangestu (3) Jumlah kekayaan: US$7,6 miliar (Rp107,2 triliun). Pemilik pabrik rokok PT Gudang Garam Susilo Wonowidjojo (4) Kekayaan: US$6,6 miliar (Rp93,1 triliun);

Pengusaha Petrokimia Sri Prakash Lohia (5) Kekayaan: US$5,6 miliar (Rp78,9 triliun). Ada pengusaha Anthoni Salim (6) kekayaan: US$5,5 miliar (Rp77,5 triliun); Pemilik Mayapada Group Tahir (7) Kekayaan: US$4,8 miliar (Rp67,7 triliun);

Pengusaha farmasi Boenjamin Setiawan (8) Kekayaan: US$4,35 miliar (Rp61,3 triliun); Juga, Pengusaha media Chairul Tanjung (9) Kekayaan: US$3,6 miliar (Rp50,7 triliun); Pemilik PT Mayora Jogi Hendra Atmadja (10) Jumlah kekayaan: US$3 miliar (Rp42,3 triliun).

Tampaknya, tulisan kedua wartawan senior yang punya jam terbang yang tinggi itulah yang membuat Zeng marah dan menuding keduanya sebagai penulis abal-abal. Zeng akhirnya juga membuat tulisan dengan judul “Satu Partai Satu Triliun”, Jum’at (21/2/2020).

Ketua MPR Bamsoet menyatakan, “Pemodal kuasai parpol. Cukup 1 triliun. Dikte party policies. Mereka bisa dikte parlemen”. Sontak dua penulis abal-abalan mengalami psychopathic catharsis. Joss. Ejakulasi-dini. Bamsoet dijadikan “nabi baru”.

“Dua penulis Poros III itu langsung berulah lagi. Ngehek...!! Statement Bamsoet dipelintir dan dipoles menjadi Provokasi Anti-Tionghoa,” sebut Zeng. Disebut-sebutlah nama-nama Taipan lengkap dengan their racial background.

Anthony Salim, James Riyadi, Tommy Winata dan lain sebagainya. Narasinya; Cina-Kaya keluarin 1 triliun dikte partai-partai, parlemen sampai negara. “Keliatan banget dua penulis abal-abalan bukan orang partai,” tulisnya.

“Ngga pernah tau internal dynamics dan ngga pernah gaul dengan taipan,” lanjutnya. “Hari-harinya dihabiskan di depan laptop sumbangan donatur middle east. Ngayal trus. Ditemanin rokok & kopi,” tuding Zeng.

Gak heran bila essay yang mereka tulis ngga lebih dari sekedar hasutan dan cerita konspirasi. Ala-ala Sherlock Holmes politik. Shallow. Darker than black. Kata Zeng, semerawut bagai benang kusut.

“Mutunya lebih rendah dari kisah Iluminati, The Jewish Banking Conspiracy dan Gray Alien Theory,” ujar Zeng menilai. “Conspiracy theories makes dumb people feel smart,” kultwit Mother of Sarcasn, seperti dikutip Zeng.

Zeng lupa siapa dirinya. Dalam tulisan yang menyerang Bang AU dan Mas Hersu itu seolah dia sudah menjadi benteng bagi para Taipan China. Makanya, begitu kedua wartawan senior ini “menyentuh” mereka, Zeng langsung babi-buta membelanya.

Ini bisa dilihat dari penyebutan nama Tommy Winata, yang menunjukkan Zeng sendiri "tidak baca" dan "tidak cermat" dalam menyikapi tulisan Mas Hersu. Padahal, nama Tommy Winata tidak disebut sama sekali di dalamnya.

Zeng mugkin juga tidak tahu. Bahwa tulisan-tulisan Bang AU dan Mas Hersu itu selama ini sering menjadi rujukan di “Pusat”. Sebab, analisis tulisannya berdasarkan fakta nyata, bukan hoax, dan sangat logis narasinya.

Dan, yang saya tahu itu, Bang AU dan Mas Hersu itu penulis profesional, bukan penulis abal-abal seperti yang dituduhkan oleh Zeng. Saya pernah sama-sama bekerja di majalah EDITOR (yang dibredel Orde Baru). Mas Hersu di Jakarta, saya di Bandung.

Jadi, Zeng sebaiknya jangan asal cuap hanya untuk membela Taipan dengan tuding keduanya melintir ucapan Bamsoet.

Zeng mungkin sudah lupa kalau dia punya catatan negatif. Suatu saat pasti dibuka!    

***