Jenderal Soedirman selalu menjaga menjaga wudhunya. Saat mendengar suara adzan, ia pun langsung melaksanakan shalat dalam keadaan apa pun.
Sebagai Menteri Pertahanan (Menhan), Prabowo Subianto menegaskan, terkait penyusunan kebijakan umum perihal pertahanan negara tidak boleh hanya didasari harapan.
Prabowo mengaku tidak akan menjadikan sebuah harapan sebagai dasar dalam menyusun kebijakan pertahanan negara. Hal itu disampaikan Prabowo dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi I DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/11/2019).
"Saya juga ingin menyampaikan dalam rumusan kebijakan umum nanti, saya menganut suatu istilah yang sangat sederhana, kebijakan kita tidak boleh didasarkan atas harapan, hope is not a policy. Kita jangan berharap mudah-mudahan tidak ada negara yang akan mengganggu kita,"
Tidak salah apa yang dikatakan Menhan, Prabowo Subianto, penyusunan kebijakan Pertahanan memang tidak bisa hanya didasari oleh harapan, karena kebijakan pertahanan harus disusun secara komprenhensif, dan penuh perhitungan.
Harapan memang bukanlah kebijakan, tapi tetaplah setiap kebijakan diiringi dengan harapan, agar dalam penerapannya bisa sesuai dengan keinginan, memenuhi semua kebutuhan strategi pertahanan negara.
Kalau menilik pernyataan Menhan Prabowo diatas, sepertinya ada pengalaman secara spiritualitas yang pernah dialaminya. Ada harapan yang pernah tidak tercapai sesuai dengan apa yang didoakan.
Sehingga dia harus berpikir realistis, tidak sekadar mengandalkan harapan. Usaha dan kerja keras memanglah tidak bisa lepas dari harapan dan doa, agar Tuhan merestui apa yang di ikhtiarkan.
Sehebat apapun usaha manusia tanpa direstui, dan di-ridhoi Tuhan, usaha apapun tidak akan membuahkan hasilnya. Sebaliknya, doa tanpa ikhtiarpun hanya akan sia-sia.
Prabowo juga menyinggung soal strategi pertahanan negara. Dia menekankan bahwa penyusunan strategi menjaga pertahanan negara tak boleh didasari doa.
"Kemudian maaf, kita memang bangsa yang beragama. Tapi saya perumus kebijakan umum di bidang pertahanan. Strategi tidak boleh didasarkan atas doa, "prayer is not a strategy," tegasnya.
Entah pengalaman apa yang melatari pernyataan tersebut, sehingga dia harus menegaskan bahwa dalam menyusun strategi tidak boleh didasarkan atas doa.
Maksud pernyataan itu sangat positif dan realistis. Dia ingin meyakinkan bahwa dalam penyusunan strategi pertahanan negara dasar pijakannya harus sesuatu yang masuk akal, tidak cukup hanya dengan doa.
Penyusunan strategi pertahanan harus diimplementasikan dengan Ilmu pengetahuan, sesuai dengan kapasitas dan kompetensi yang dimilikinya. Tapi, sesuatu yang sudah direncanakan secara matang, tetap perlu dibarengi dengan doa.
Sebagai manusia, kita tidak berkuasa atas apapun. Behasil atau tidaknya sebuah Ikhtiar atau usaha, tetap dibutuhkan dia dan harapan, agar Tuhan merestui perjuangan tersebut.
Seorang Panglima Besar Jenderal Sudirman pun dalam perang grilya tidak pernah putus berdoa, tidak pernah lepas dari wudhuk.
Begitu besar keyakinannya bahwa Perjuangannya tidaklah berarti apa-apa tanpa bantuan Tuhan Yang Maha Esa.
Seperti yang diceritakan Kepala Museum Sasmitaloka Panglima Jenderal Besar Soedirman, Heru Santoso, yang saya kutip dari Republika.co.id,
Jenderal Soedirman selalu menjaga menjaga wudhunya. Saat mendengar suara adzan, ia pun langsung melaksanakan shalat dalam keadaan apa pun.
"Beliau siap setiap saat untuk shalat, tidak ada nanti-nanti. Beliau adalah seseorang yang taat beribadah," kata Heru kepada Republika, Selasa (15/1).
Dari teladan yang diberikan Jenderal Sudirman diatas bisa kita simpulkan bahwa, kita tidak bisa terlalu yakin dengan kemampuan diri kita sendiri, tetaplah disetiap usaha dan perjuangan kita butuh doa, meskipun doa tidak dijadikan landasannya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews