Coklat Swiss memang lumer dan penuh aroma, tapi yang kenyal juga enak rasanya, kita punya coklat Yogya yang juga menggoda, sayang belum ada coklat Minahasa.
Gonjang ganjing harta koruptor Rp7.000 T di belahan dunia mana tidak terlalu pasti, TA jilid 2 juga masih katanya, tapi MLA ( mutual legal assistance) sudah ditandatangani, di mana uang haram para koruptor bermukim sudah terdeteksi. Ibarat tabungan inilah yang akan dibawa kembali ke dalam negeri. Kebayang, bisa untuk bayar hutang dan membuat Indonesia gemilang.
Tapi yang namanya mengambil barang sitaan tak sama dengan OTT, energi Rp7.000T itu terlalu besar untuk begitu saja diminta kembali, Rp7.000T itu bisa mencacah Indonesia jadi berapa, dengan memakai tangan siapa saja. Sehingga yang merasa punya akan melawan dengan segala cara. Seperti cara mendapatkannya mereka tak peduli Indonesia tinggal nama yang penting mereka bisa membeli dunia.
Benang merah semua kerusuhan sudah terbaca, dari mulai Jakarta sampai Papua, dan bahkan dengan jelas gerakannya, ada yang pura-pura pergi, pulang nyuci jalan, bahkan bezuk pejabat tertusuk, seolah matanya ngantuk. Polisi berkeringat menghadapi karena musuhnya kawan sendiri. Mundur kena, maju kena. Kebayang perjuangan mau membawa uang pulang dengan resiko Indonesia dibuat bak Tanah Abang.
Akankah mental gali bisa jadi kiayi, adakah akhlak perampok bisa kapok, mungkinkah pengkhianat bisa tobat. Semua bisa mungkin, tapi butuh mukjizat, karena pertaubatan ibarat ngelepeh permen coklat, rasa lumer dimulut meninggalkan kerinduan antara mau terus diemut atau dicabut.
Harga diri dikebiri, tak jadi presiden menteripun jadi, bonusnya uang tak jadi diminta kembali, atau kembali dengan dilabeli tax amnesty, kita tunggu saja apa jadinya nanti.
Ngurus negara besar ini butuh kesabaran, walau ada kekesalan kadang harus diredakan, mengambil ketegasan bukan berarti membiarkan kerusakan, sehingga butuh kehati-hatian. Rp7.000T itu besar, itulah hasil dari sebuah rezim yang dibiarkan barbar, virusnya menyebar menjadi budaya merampok negara tanpa rasa berdosa.
Susunan kabinet ditata, suka tidak suka, harus suka. Rasa kecewa dan takut pasti ada, komentar netizen beragam rasa, ada yang bilang anak macan jangan dipiara. Saya berfikir positif saja, macan atau kucing sama bahayanya, karena kita bukan sedang mencari merak yang indah bulunya, sehingga resiko terluka pasti ada, tapi semua tergantung siapa pawangnya.
Coklat Swiss memang lumer dan penuh aroma, tapi yang kenyal juga enak rasanya, kita punya coklat Yogya yang juga menggoda, sayang belum ada coklat Minahasa.
Ah, entahlah dik, tak pernah kebayang rasa coklat, karena waktu terlalu singkat. Hari ini interview disingkat, besok diangkat, lusa sudah harus bekerja, ada atau tidak Swiss mengirim coklat, pertahanan Indonesia harus kuat, kalau tdk kuat, ta' copot.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews