Penjelasan Ali Alatas kepada wartawan Jakarta Post Kornelius Purba 20 tahun lalu masih relevan sampai sekarang. Identitas Satu Papua diklaim banyak pihak yang mengaku bisa memakmurkan Papua lewat kemerdekaan.
Sukar tapi bukannya tidak mungkin. Hukum Indonesia tidak mengenal referendum. Namun PBB bisa menginisiasi kemerdekaan Papua jika perlu. PBB bisa langsung intervensi mendobrak pintu kedaulatan Indonesia.
Definisi Negara
Sejak 1999, telah terjadi perubahan definisi sebuah negara yang tidak terbatas pada kedaulatan wilayah semata. Namun bagaimana negara memperlakukan warga negaranya sesuai dengan kaidah-kaidah hak asasi manusia. Jika negara gagal melindungi rakyatnya, maka PBB bisa memerintahkan pengiriman pasukan multinasional untuk melindungi rakyat yang dizholimi oleh penguasa negara.
Konsep baru negara ini dikemukakan oleh Sekjen PBB Kofi Annan 20 tahun lalu, ketika dunia terguncang oleh kerusuhan di Timor Leste, Kosovo dan Rwanda. PBB tidak bisa bergerak mengatasi kerusuhan disana karena hanya bisa masuk atas undangan negara-negara bersangkutan.
Pandangan Kofi Annan soal definisi negara sila lihat di tautan in.
Konsep baru soal negara ini kemudian dipakai oleh negara Barat untuk memporak-porandakan Timur Tengah serta menggoyang banyak negara sekira kepentingan ekonomi, geopolitik dan geostrategi mereka terancam dirugikan.
Mengapa Papua Sukar Merdeka?
Wartawan Jakarta Post, Kornelius Purba mengutip pandangan mendiang Menteri Luar Negeri Ali Alatas mengenai kemungkinan Papua merdeka ketika Timor Leste lepas dari Indonesia.
Menlu Alatas mengatakan Papua beda dengan Timor Leste. Pertama, tidak seperti Papua, Timor Leste tidak pernah menjadi bagian dari Indonesia sampai negara ini menduduki wilayah itu di tahun 1975.
Kedua, lanjut pak Ali Alatas, Papua terdiri dari ratusan suku yang harus menggunakan Bahasa Indonesia untuk berkomunikasi satu sama lain. Beda dengan Timor Leste yang penduduknya relatif homogen baik bahasa maupun sukunya.
Ketiga, mayoritas Papua adalah Kristen Protestan yang terdiri banyak aliran. Sementara Timor Leste mayoritas Katholik.
Dari sini, Menteri Ali Alatas mengatakan keragaman suku dan denominasi agama ini menyulitkan Papua bersatu dalam sebuah kekuatan besar untuk memerdekakan diri dari Indonesia.
Penjelasan Ali Alatas kepada wartawan Jakarta Post Kornelius Purba 20 tahun lalu masih relevan sampai sekarang. Identitas Satu Papua diklaim banyak pihak yang mengaku bisa memakmurkan Papua lewat kemerdekaan.
Padahal mereka sebenarnya memanfaatkan isu tersebut untuk memperkaya diri mereka lewat donasi luar negeri.
Benny Wenda, ketua kelompok perlawanan Papua United Liberation Movement for West Papua, misalnya hidup makmur di Inggris. Padahal rakyat Papua yang diprovokasi mereka hidupnya sangat menderita.
Apa yang Dilakukan
Oh ya , pemerintah pusat punya andil membuat Papua sengsara. Tapi harus juga dilihat keseriusan Jakarta membangun Papua akhir-akhir ini. Cara baru itu juga harus dilihat secara objektif. Bahwasanya ada kekurangan disana sini, tentu bisa dikritisi langkahnya untuk perbaikan. Terutama metode yang dipakai militer dan polisi disana. Ketimbang langsung menuduh Indonesia sebagai pembantai orang Papua.
Dari itu, kampanye gencar separatisme di media sosial mesti diimbangi oleh konter aksi yang menunjukkan bahwa Papua dan seluruh orang Indonesia semuanya bersaudara.
Media sosial mesti dibanjiri dengan pemberitaan seperti ini sambil mengawal upaya perbaikan kehidupan saudara kita di Papua.
Ketimbang mencaci maki pendukung separatis dengan memuat postingan mereka.
Karena itu hanya akan buat mereka terkenal.
Dan beroleh uang banyak untuk foya foya karena laku keras jualan Papua.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews