Seperti kata Paul Krugman, "Politik menentukan siapa yang akan memiliki kekuasaan, bukan memiliki kebenaran.”
Apakah anggota Parlemen atau wakil rakyat selalu orang pilihan, pintar, dan baik? Faktanya, belum tentu. Bahkan bisa sebaliknya. Bukan pilihan, juga bodoh, bahkan jahat.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, meminta penghitungan suara dalam Pemilu, memakai hitungan manual saja. “Kita tidak butuh itu server-server kaya begitu," katanya dalam peluncuran kumpulan puisinya di Jakarta Timur (8/4). “Kita pakai hitungan manual saja. Buang itu server,...”
Bayangkan, wakil rakyat yang juga sedang berjuang jadi penyair itu, tak ngerti UU Pemilu? Atau pura-pura dalam perahu? Sedang melakukan disinformasi, agar muncul kekacauan? Karena UU Pemilu, termasuk soal aturan penghitungan suara, dibuat oleh Parlemen. KPU hanya pelaksana UU Pemilu.
Pemilu di Indonesia boleh dibilang sangat demokratis. Setiap tahapannya (dari persiapan, pelaksanaan, hingga rekapitulasi penghitungan), harus melalui proses bersama. Melibatkan partai politik peserta Pemilu, bahkan pengawas dan pengamat dari luar KPU-Bawaslu, dan dari luar negeri. Hanya, soal sistem pendataan pemilik suara, logistik dan distribusi kertas suara, itu mestinya yang disoroti.
Tapi soal penghitungan suara, dua hari (6/4) sebelum Zon bekoar, Ketua KPU sudah memastikan; Penghitungan suara yang sah pada pemilu serentak, baik legislatif dan presiden, dilakukan secara manual dan bukan digital (iNews, 7/4). Hal itu sesuai UU No. 7 Tahun 2017 dan revisinya, untuk membedakan Pemilu 2019 dengan sebelumnya.
Tahap penghitungan suara, di masing-masing TPS, melibatkan semua pihak secara terbuka. Pengesahan penghitungan suara, melewati tahap persetujuan atau kesepakatan bersama (semua orang berhak mendapatkan informasinya). Satu tahapan, baru bisa ke tahap (atau proses) berikutnya, jika dinyatakan sah oleh semua stake-holder itu, dan disepakati secara tertulis. Kecurangan mestinya bisa ditekan ke titik nol.
Lantas kenapa Zon, sebagai Wakil Ketua Partai, bahkan Wakil Ketua DPR-RI, bisa ngomong seperti itu?
Seolah tidak tahu bunyi UU Pemilu, dengan segala sistem dan mekanisme yang telah disahkan secara konstitusional melalui lembaga yang dipimpinnya? Dia sedang membodohi diri sendiri atau memang bodoh?
Orang tidak tahu tapi menyebarkan yang tak diketahuinya, itu tragis. Tapi orang yang (karena itu tupoksinya) tahu, namun tidak menyampaikan informasi yang diketahuinya, bahkan mengaburkan dan mengacaukannya? Itu jahat atau setidaknya memiliki tendensi buruk. Bagaimana wakil rakyat bisa melakukan itu? Dia pinter atau bodoh? Dia baik atau jahat? Kalau dia bodoh, bahkan jahat, kok bisa kepilih?
Bisa jadi karena yang milih lebih bodoh. Atau mungkin pinter tapi milih golput. Cuek, membiarkan semua berlangsung, dan mengikhlaskan diri ditipu mentah-mentah. Hingga akhirnya, seperti kata Paul Krugman, "Politik menentukan siapa yang akan memiliki kekuasaan, bukan memiliki kebenaran.”
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews