Tinggal 41 hari lagi, Pemilu 2019 akan dihelat. Seperti yang sudah diketahui, pemilu kali ini terdiri dari dua agenda besar, yakni pemilihan presiden dan wakil presiden (eksekutif) serta anggota wakil rakyat di parlemen (legislatif). Pemilihan terhadap calon anggota legislatif sendiri meliputi tingkat pusat (DPR RI dan DPD) dan tingkat daerah (DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota).
Berbeda dengan Pilpres yang hanya menawarkan dua pasangan capres-cawapres, Pileg ternyata bakal membuat pusing seluruh warga pemilik hak pilih karena harus memilah dan memilih ratusan ribu caleg. Meskipun memang jika dibagi ke dalam kategori atau level, jumlahnya tidak sampai sebanyak itu. Namun tetap saja terbilang banyak dan rumit, tidak semudah menimbang pilihan di Pilpres.
Sebagian besar warga tentu sudah punya calon unggulan pasangan capres-cawapres pada 17 April 2019 nanti. Hal ini terlihat dari menguatnya polarisasi di antara para pemilih yang tergabung dalam dua kubu pasangan capres-cawapres. Saking kuatnya, fokus pada kepentingan Pileg pun terasa terabaikan. Artinya memilih pasangan capres-cawapres akan lebih mudah ketimbang memilih calon anggota wakil rakyat.
Di samping jumlah caleg yang cukup banyak, kerumitan lain Pileg adalah persoalan keunggulan atau daya tawar yang dimiliki para caleg. Seperti sudah disebutkan di atas, pesona Pilpres telah mengalahkan tampang Pileg. Hampir semua topik pembicaraan terkait politik selalu berbau masalah Pilpres. Dan kalau sudah begini, kapan ada waktu buat warga memikirkan sosok caleg favoritnya? Belum lagi kemudian harus berhadapan dengan dua pilihan, antara caleg lokal atau caleg pendatang.
Caleg lokal artinya orang yang berasal (mungkin lahir dan besar) dari daerah pemilihan (dapil). Sedangkan caleg pendatang berarti orang di luar dapil yang mencoba mengadu keberuntungan untuk bersaing bersama para caleg lokal.
Karena belum sempat menemukan sosok unggulan, akhirnya warga mengambil jalan pintas dengan mempertimbangkan asal dapil para caleg saja. Jalan ini memang cukup mudah dilewati. Warga akan mengesampingkan aspek keunggulan dan daya tawar dari masing-masing caleg. Mereka jelas menjatuhkan pilihannya kepada para caleg lokal, dengan harapan para caleg lokal lebih punya "senses of belonging" di dapil dibanding para caleg pendatang.
Namun apakah sesederhana itu pengambilan keputusannya? Betulkah caleg lokal akan lebih mencintai dapil dan warga ketimbang caleg pendatang? Bagaimana jika pada akhirnya faktanya malah sebaliknya?
Hal ini menjadi tantangan serius buat warga. Mereka wajib mengambil keputusan secara matang, dan tidak terbius nikmatnya jalan pintas. Persoalan asal dapil sebaiknya dieliminasi. Aspek kompetensi dan komitmen para caleg yang prioritas ditimbang. Apakah nanti kemudian yang terunggul caleg lokal atau caleg pendatang, tidak masalah. Sekali lagi kompetensi dan komitmenlah yang paling penting.
Lalu bagaimana cara menemukan caleg kompeten dan punya komitmen?
Patut diingat, selama masa kampanye, sebagian caleg "bertopeng". Semua hal yang mereka sampaikan belum tentu benar adanya, dan bahkan barangkali jauh dari niat murni sesuai harapan warga.
Oleh sebab itu, warga sangat perlu mengetahui rekam jejak, pengalaman, visi-misi dan program yang dimiliki para caleg. Dengan begitu, keputusan warga dalam menentukan pilihan akan sedikit memuaskan. Semoga dicoba.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews