Soal Korupsi Romahurmuziy, Jokowi Melanjutkan yang Pernah SBY Lakukan

Jumat, 22 Maret 2019 | 22:32 WIB
0
430
Soal Korupsi Romahurmuziy, Jokowi Melanjutkan yang Pernah SBY Lakukan

SBY dan Jokowi, sumber gambar: Kompas.com
 
"Korupsi dalam tingkat elit politik tak akan hilang selama setan politik dan politik setan tak pernah puas pada kekuasaan dan harta"

Tertangkapnya Romahurmuziy atau biasa dipanggil Romi berfek pada lingkungan politiknya. Saat tertangkap, Romi merupakan ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan partai tua dan besar pengaruhnya di masyarakat.

Bila ditarik kebelakang lagi, Romi berasal dari keluarga intelektual, aktifis ormas besar dan agamis. Ayahnya seorang profesor terpandang di perguruan tinggi keagamaan yang ternama serta pendiri ormas besar. Kakeknya adalah mantan menteri agama jaman orde lama dan aktifis ormas besar. Sedangkan dia sendiri merupakan alumnus PTN bidang teknik yang ternama di negeri ini.

Dapat dibayangkan bagaimana terpukulnya partai PPP dan keluarga besar Romahurmuziy atau Romi ketika mengetahui Romi terkena OTT KPK. Ditambah sorotan publik di lingkungan kerabat, teman, lingkungan kerja, tempat tinggal dan seterusnya. Antara percaya dan tidak percaya, keluarga besar dan partai harus menerimanya.

Romahurmuziy dan Jokowi 

Selain itu, yang menjadi sorotan publik saat ini adalah Tim Koalisi Nasional (TKN) dan Jokowi. Romi merupakan anggota yang aktif pada pemenangan Jokowi/ Amin dalam Pilpres 2019. Dia adalah anggota dewan penasehat tim kampanye yang berisi ketua-ketua partai koalisi pendukung Jokowi/Ma'ruf Amin.

Sebelum terkena OTT, keberadaannya di dalam tim tersebut sangat diperhitungkan mengingat selain mewakili partainya, dia juga memiliki kedekatan personal dengan Jokowi. Pada sejumlah momen terlihat kebersamaan Romi dengan Jokowi dan tim kerja kampanye. Terlihat bahwa ada jalinan chemistry yang cocok antara Jokowi dan Romi dalam memandang persoalan bangsa dan negara ini, dan dalam cara berkomunikasi politik dengan publik.

 

sumber gambar : kontan.co id
 
 
Kontan saja sebagian publik, khususnya yang berseberangan politik kemudian mengaitkan keburukan korupsi itu dengan Jokowi. Jokowi dianggap "berteman baik" dengan koruptor dan akan melindungi Romi dalam kasus hukumnmya. Hal itu jadi sajian gorengan renyah lawan politik kepada publik. Tujuan lawan politik Jokowi ingin menjatuhkan citra Jokowi di mata rakyat.

Secara resmi tim pemenangan Jokowi/Amin (TKN) sudah menjelaskan kepada publik melalui berbagai media bahwa tidak ada intervensi hukum dari Jokowi selaku presiden terhadap Romi. Proses hukum pada Romi akan terus berjalan sesuai mekanisme yang ada.

Mencontoh Langkah Baik SBY

Apa yang dilakukan Jokowi (dan tim) bukan hal yang baru dalam sejarah rezim pemerintahan di negeri ini. Pada masa pak SBY memimpin negeri ini, partai Demokrat dan koalisinya pernah mengalami hal serupa.

Bahkan, ibarat pukulan badai, lebih dahsyat lagi dibandingkan yang pernah dialami partai atau koalisi manapun, termasuk Jokowi. Saat itu, SBY selain sebagai presiden RI, juga menjadi Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Demokrat dan SBY bagai identik. Karena pak SBY merupakan pendiri partai Demokrat.

Badai besar pun datang menghantam Demokrat. Sejumlah kader partai Demokrat yang hebat, terkenal dan jadi primadona baik dalam partai maupun masyarakat terkena kasus korupsi. Mereka ditangkap KPK, baik dalam operasi OTT maupun setelah penyidikan lanjut.

Sebut saja nama Anas Urbaningrum yang menjabat ketua partai Demokrat. Dia berusia relatif muda, cerdas, intelektual, dan populer. Diprediksikan Anas akan menjadi calon presiden RI masa depan.

Kader lain adalah Andi Mallaranggeng, selain saat itu sedang menjabat menteri, beliau menjadi media darling, disenangi kaum perempuan segala usia. Lewat performance personal Andi Mallarangeng, partai Demokrat bagai mendapatkan iklan gratis untuk selalu diingat. Selain Andi Mallarangeng ada nama Angelina Sondakh (Angie) yang menjabat Wakil Sekjen Demokrat dan anggota DPR RI. Sosok selebrity Angie pun bagai iklan gratis partai Demokrat.

Ketiga orang ini tersebut merupakan sosok handal di partai Demokrat. Secara personal mereka terbilang sangat dengat dengan SBY, presiden RI dan ketua dewan pembina Demokrat. Selain ketiga nama itu ada M. Nazarudin yang menjabat bendahara umum partai Demokrat. Hartarti Mudaya anggota dewan pembinana dan anggota DPR RI. Jero Wacik, menjabat wakil sekjen partai Demokrat dan menjabat menteri.

Tak cuma di lingkup internal partai Demokrat saja, SBY pun dihadapkan pada korupsi oleh anggota koalisinya. Tercatat presiden PKS Lutfi Hasan Ishaq dan ketua partai PPP Surya Darma Ali tersangkut korupsi. Semua itu dihadapi SBY dengan tidak ikut campur proses hukum di KPK dan pengadilan.

Semua orang terdekat dan yang mendukung pemerintahannya yang terbukti sah secara hukum tersangkut kasus korupsi masuk penjara! Sikap dan langkah SBY ini menjadi preseden positif bagi penegakan hukum diantara segala cibiran, nyinyiran dan fitnah politis yang menimpa Demokrat dan sosok SBY.

 

Sumber gambar : suara.com
 
Ketika di pemerintahan Jokowi dan koalisinya terjadi hal serupa, Jokowi bisa menjadikan langkah SBY tersebut sebagai patokan. Jokowi melakukan yang terbaik yang pernah dilakukan SBY. Jokowi tidak melakukan intervensi hukum ketika Romahurmuziy tersangkut korupsi.
 
Sebelum Romahurmuziy,  ketua partai Golkar Setya Novanto periode lalu juga ditangkap KPK. Pada saat itu, Jokowi tidak melakukan intervensi hukum. Dia menyerahkan sepenuhnya kepada kewenangan penegak hukum.

Di sisi lain, sejatinya masyarakat luas bisa lebih dewasa mensikapi yang terjadi sekarang, yakni, tidak terpancing isu-isu miring dan rumor tak jelas yang menghabiskan energi dan membuat mundur cara berpikir masyarakat.

Demokrasi beserta  pers yang terbuka, dinamis dan independen bisa dijadikan alat kontrol rakyat terhadap pemerintah. Tentunya rakyat harus bisa memilih media yang benar-benar valid (media mainstream). Jejak digital pun mudah ditelusuri andai pemerintah melakukan intervensi hukum.

Di sisi lain, seorang pemimpin, baik itu SBY, Jokowi atau siapapun presidennya sulit mengetahui sejak awal lingkungan terdekatnya baik dalam partai maupun koalisi melakukan praktek korupsi. Yang mempunyai kewenangan, melacak dan membuktikan korupsi adalah pihak Yudikatif, sementara presiden berada di lingkup Eksekutif.

Jadi apa yang telah dilakukan SBY kemudian dilanjutkan Jokowi semoga menjadi "patokan" bagi para pemimpin masa depan dalam menghadapi kasus karupsi oleh orang-orang di lingkungan terdekatnya.

 

***