Suka atau tidak, pesta demokrasi dalam pilpres kali ini hanya ada satu pihak saja. Semua berfokus pada Jokowi. Satu sisi sebagai pengusung dan pendukung sebagaimana koalisi 01. Bagian lain hanya pembenci Jokowi dengan berbagai alasan dan latar belakang. Coba bagaimana kita saksikan bersama, perilaku itu dalam berbagai-bagai bentuknya.
Mendukung itu ditunjukkan dengan memuji dan menawarkan apa yang mereka usung. Contoh, jika kita hendak menjual rumah, atau mobil, atau barang, apa yang akan kita lakukan? Promosi barang kita yang paling baik, paling keren, dan paling membanggakan bukan? Tidak malah mengatakan mobil atau rumah, atau barang lain lebih buruk bukan?
Mana ada menjual mangga manalagi namun penjualnya menghujat bahwa mangga gadung itu tidak enak? Tidak ada. Penjual mesti akan mengatakan mangganya manis, bijinya kecil, tidak banyak serat. Tidak ada penjual mangga manalagi menyebut kalau mangga gadung itu masam, kulitnya tebal dan seterusnya. Ini baru penjual waras.
Coba kulik saja baik media arus utama atau media sosial, lebih lagi. Di sana yang ada hanya Jokowi baik secara positif sebagai dukungan dari kubu 01. Pada bagian lain juga membahas Jokowi, hanya dengan sisi dan sudut yang cukup berbeda. Dengan narasi sebaliknya, di mana semua kesalahan Jokowi, kegagalan Jokowi, kebohongan Jokowi, dan narasi sejenisnya.
Bayangkan saja, Jokowi sebagai incumbent, pernah menjadi walikota selama dua periode, gubernur, yang memberikan pengalaman pernah berdebat. Namun mereka menarasikan kalau Jokowi takut debat, tidak mampu debat, dan takut ketahuan kualitasnya. Lha nyapres dua kali, walikota dua kali, dan gubernur sekali berarti sudah lima kali debat minimal kan? Aneh yang dinyatakan. Sama sekali tidak memberikan wacana bahwa calon mereka jauh lebih baik.
Jauh lebih lama, ada gerakan #GANTIPRESIDEN, tetapi bukan #APRESIDEN, atau #CPRESIDEN, siapa yang mau ditawarkan sebagai pengganti atau 2019 itu ada presiden baru itu siapa? Tidak jelas. Mau jualan mangga tapi tidak tahu mangga itu apa, asal bukan jeruk semata. Aneh dan lucu sejatinya.
Ada pula semboyan, rakyat tidak makan infrastruktur. Dan dengan mudah terpatahkan dengan kisah terbantunya dengan jalanan lancar. Mengapa mengatakan mangga itu masam, namun bukan mengatakan mangga yang ia tawarkan lebih manis. Pemilih itu perlu bukti bukan semata narasi dan wacana yang tidak jelas. Coba bayangkan, ada orang antijalan tol dengan kenaifannya sehingga hanya mau susah-susah lewat jalan biasa. Toh tidak banyak juga.
Jika mau mengampanyekan calonnya, apa coba yang bukan menafikan pembangunan infrastruktur. Misalnya, menawarkan solusi lain, tapi entah selama ini juga tidak ada kog. Apa yang digembar-gemborkan tetap saja Jokowi. Orang jadi penasaran juga lho akhirnya benar tidak sih apa yang mereka katakan itu?
Kondisi memang tidak mudah dengan hanya ada dua calon. Miris lagi satu sisi hanya mengandalkan kebencian dan ketidaksukaan tanpa dasar yang memadai. Jangan heran ketika ballpoint, menjadi tersangka, difitnah, dan dijadikan bahan untuk melemahkan posisi Jokowi yang menguasai panggung dengan baik. Mengapa demikian?
Merasa diri sebagai oposisi namun lupa esensi. Mereka hanya fokus pada kejatuhan Jokowi, dari pada mempersiapkan program. Ingat mana program mereka. Malah menersangkakan pena, menuduh menggunakan pembisik, dan mengatakan Jokowi menghina pribadi capres mereka. Ini tidak akan terjadi, jika mereka itu mempersiapkan diri dengan baik.
Coba bayangkan baik mana membandingkan klaim jalan desa yang dibangun dan keliling dunia, dengan ide mereka untuk memberikan jaminan bagi pembangunan bangsa ini lebih baik. Wacana yang ada hanya menihilkan prestasi Jokowi yang itu tidak juga susah karena memang mereka lupa berbuat yang lebih baik. Lagi dan lagi fokus Jokowi, bukan siapa yang mereka usung.
Jokowi foto keluarga saja menjadi heboh. Jokowi mengunjungi ulama sepuh, menjadi masalah dan pembicaraan. Cucu Jokowi jadi masalah. Kapan coba mereka mengulas capres mereka yang sedang memberikan perhatian pada banyak pihak misalnya. Mengunjungi keluarga yang membutuhkan misalnya. Meributkan aktivitas Jokowi yang menjadi masalah ketika dibalik karena kondisi sebaliknya susah dilakukan oleh calon mereka.
Apa yang mereka lakukan selama ini malah memperlemah keberadaan mereka sendiri. Jualan dengan melemahkan apa yang ada pada pihak lain, coba mana lebih baik dengan menyatakan keunggulan dukungannya yang lebih berprestasi dan berkualitas.
Belum lagi ketika apa yang mereka sampaikan, ungkapkan, dan lakukan mengandung unsur kebohongan, fitnah, dan asal tuding semata. Seperti mangga yang manis namun dituduhkan sebagai mengkal dan masam, hanya agar jualannya laku.
Berpolitik itu memang akan cenderung yang penting kekuasaan. Namun tentu bahwa proses yang dijalani, dilakukan, dan dijadikan perjuangan yang lebih baik dan berkualitas. Mosok demokrasinya hanya ecek-ecek seperti ini. Apa kata dunia?
Tetap Jokowi dan Jokowi sekali lagi, jelas makin yakin. Mana bisa meyakinkan publik dengan cara memberikan keburaman semata bukan? Jika tidak mampu jadi matahari, jangan tutupi maahari, nanti akan terbakar sendiri.
Salam.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews