Nyala Api Bernama La Nyalla

Kamis, 13 Desember 2018 | 20:52 WIB
0
553
Nyala Api Bernama La Nyalla
La Nyalla Mattalitti (Foto: Tribunnews.com)

Wahsyi dan nyala api. Acap kali judul berita menulis nama La Nyalla melintas di lini masa saya seperti muak dan mual.

Saya tak suka membaca isi artikelnya, tukang fitnah tak layak diberi tempat, apalagi menyisihkan waktu untuk membaca kebodohannya yang terkesan dia ceritakan dengan bangga malahan.

La Nyalla mengingatkan saya tentang seorang pemuda bernama Wahsyi, hidup sekitar seribu empat ratus tahun lalu.

Wajah pemuda itu mengundang duka teramat muram bagi Rasul. Beliau tak sanggup bahkan sekilas menatap wajah pemuda itu.

Meski sudah muslim dan bertaubat atas kesalahannya di masa jahiliyah, Rasulullah tetap tak kuasa menahan kekecewaaannya.

Wahsyi, pemuda hitam, tegap dan cekatan memainkan tombak. Di ujung tombaknya, paman Nabi yang sangat beliau sayangi, Hamzah bin AbdulMuthalib tewas meregang nyawa.

Di tengah berkecamuknya perang Uhud, Wahsy dengan pengecutnya menombak Hamzah, yang bergelar Singa Allah, dari belakang.

Pemuda hitam itu mengendap-endap sembunyi menghindari tatapan Hamzah. Ketika dekat, ia melemparkan tombak dan menancap di bawah perut Hamzah yang gugur seketika.

Tak berhenti di situ, Wahsy juga memotong bibir, hidung dan telinga Hamzah, juga mencungkil mata beliau. Terakhir ia membelah dada sang paman Nabi kemudian merenggut jantungnya. Semua bagian tubuh paman nabi itu dia kumpulkan dan persembahkan ke majikannya, perempuan laknat bernama Hindun, istri Abu Sufyan.

Kematian sadis yang dialami paman Nabi itu diganjar kemerdekaan utk Wahsy yang saat itu berstatus budak belian.

Wahsy baru bertaubat dan masuk Islam ketika Nabi berhasil menundukkan Mekkah, 5 tahun setelah peristiwa Uhud.

Ketika Wahsy menyerahkan diri dan mengajukan pertaubatan, Nabi mengenali sosok ini.

Wajah Nabi seketika bermuram durja ketika melihatnya, dus ingatannya terlempar ke pamannya yang sangat dicintainya. Nabi bersedih mengingat kondisi jenazah sang paman yang rusak oleh ulah Wahsy.

Wahsy kemudian tergabung ke masyarakat muslim ketika itu, dan tercatat berhasil membunuh si pembohong Mudzailamah alKadzab, sang nabi palsu, beberapa tahun setelah tobatnya. Ia konon menggunakan tombak yang sama ketika membunuh paman nabi.

**

Pengakuan dan penyerahan diri Wahsy memang diterima oleh Nabi yang welas kasih. Namun meski begitu, Nabi tetap tak kuasa menatapkan wajah ke pemuda yang pernah meninggalkan luka dalam untuk Nabi.

Seperti La Nyalla, pengakuannya sebagai pelaku utama yang meyebarkan fitnah di pilpres 2014 juga meninggalkan luka menganga untuk kita semua.

La Nyalla seperti nyala api yang membakar sekeliling. Ulahnya meninggalkan fitnah dan prasangka tak berujung sampai sekarang.

Ia mengaku menyebarkan tabloid fitnah Obor Rakyat dengan ratusan truk. Ia juga massif menggoreng issue Jokowi PKI, orangtua Jokowi tak jelas, dan sebagainya.

Fitnah-fitnah yang dia sebarkan menghunjam tepat di dada kita semua. Semua hal yang nyaris kita pahami tentang Jokowi dan keluarganya menjadi porak poranda, rusak dan dipercayai oleh jutaan orang.

Saya merasa miris kenapa orang ini sekarang diberi panggung dalam semua media. Harusnya panggung yang tepat untuknya adalah kursi terdakwa. Si tukang fitnah harus mempertanggung jawabkan ulahnya.

Dia memang merasa bertobat, tapi kesalahannya tak bisa dibayar hanya dengan maaf. Perbuatan kotornya tak layak mendapat tempat di hati kita semua, sebelum ia membayar dengan ganjaran hukum.

Kalau dulu ia dengan sadar menebar fitnah ke kubu Jokowi, bukan tak mungkin sekarang ia melakukan hal yang sama ke kubu sebelah. Ia tak layak kita percayai, lebih pantas diletakkan di comberan penjara.

***