Barokah atau bisa disebut berkah, dalam KBBI artinya karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan. Maka bila frasa tersebut digabungkan dengan kata Indonesia, maka Indonesia Barokah bisa diartikan sebagai karunia Tuhan bagi kebaikan Indonesia. Namun terbitnya Tabloid Indonesia Barokah nyatanya menjadi polemik di tengah masyarakat.
Setelah Obor Rakyat berniat untuk terbit, sebuah tabloid bermuatan politik bernama “Indonesia Barokah” muncul menjelang kontestasi pemilihan presiden (pilpres) 2019. Tabloid tersebut disebar ke sejumlah pesantren dan DKM.
Bahkan tabloid yang berisi ujaran tendesius tersebut juga disebar ke rumah – rumah warga. Daerah persebarannya meliputi wilayah di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Di Tasikmalaya ada lebih dari 3000 eksemplar yang beredar, pengiriman tabloid ini ditujukan pada pondok pesantren dan DKM masjid.
Beredarnya tabloid inipun memancing Bawaslu untuk turun tangan. Pihaknya menemukan 842 paket Tabloid Indonesia Barokah di Kantor Pos Kota Tasikmalaya. Sementara itu, sudah ada 99 paket yang telah dikirim ke alamat tujuan. Dalam kasus ini, akhirnya Bawaslu meminta kepada pihak Kantor Pos untuk menunda pengiriman selama 14 hari.
Bawaslu Kabupaten Blora juga menemukan 635 eksemplar Tabloid Indonesia Barokah yang tersebar di 240 masjid se – Kabupaten Blora. Tentu jumlah tersebut bukanlah jumlah yang sedikit, dan tentunya diterbitkan dengan sistematis. Sehingga wajar jika melihat kasus ini tidak hanya sebagai kacamata pelanggaran Pemilu, tapi juga aspek – aspek politik yang meliputinya.
Kemunculan Tabloid Indonesia Barokah ini memang menimbulkan berbagai pro kontra. Meskipun isi dari tabloid tersebut menyerang pihak oposisi, namun tidak terdapat bukti yang menunjukkan bahwa pihak petahana yang membuat skenario ini. Beberapa pendapat ada yang menuturkan bahwa pihak oposisi sengaha bermain playing victim.
Hal ini berdasarkan kegaduhan sebelumnya yang sering dilakukan oleh pihak oposisi di dunia politik. Mulai dari pernyataan Ratna Sarumpaet yang mengaku dianiyaya, namun setelah sekian lama terkuak bahwa yang sebenarnya terjadi adalah operasi plastik. Dibalik peristiwa tersebut, ternyata skenario memang telah dipersiapkan oleh pihak oposisi, dan mereka memang terbukti melakukan playing victim.
Banyak analisis yang menyebutkan bahwa terbitnya Tabloid Indonesia Barokah hanyalah sebuah settingan. Beberapa bukti – bukti yang ada juga tampak menunjukkan kejanggalan.
Pendistribusian Tabloid ini ternyata dikirim melalui paket yang misterius, tidak diketahui nama pengirimnya bahkan tidak diketahui dengan jelas dimana tabloid tersebut terbit. Selain itu, penyebaran tabloid ini juga menyasar lingkungan pondok pesantren.
Tabloid Indonesia barokah tampaknya memang sengaja diterbitkan untuk memunculkan berbagai opini publik. Kemunculan tabloid ini sengaja untuk menyudutkan pihak petahana. Sikap dari pihak oposisi yang dengan sigap langsung melaporkan kepada pihak yang berwajib.
Ace Hasan Syadzilly selaku anggota tim Kampanye Nasional Jokowi – Ma’ruf menuturkan bahwa didalam tabloid Indonesia Barokah tidak mengandung unsur kampanye, menurutnya konten dari tabloid tersebut mengandung unsur positif. Karena itu, tidak ada yang perlu dikhawatirkan mengenai penyebaran tabloid Indonesia Barokah.
Dalam sampul tabloid tersebut terdapat gambar seorang dalang tengah memainkan dua wayang. Satu wayang berbentuk layaknya Bruce Lee seorang legenda karate asal Hong Kong dengan double sticks di tangannya. Sedangkan satu lagi berdesain seperti tokoh Batman versi wayang.
Pada kolom ‘Salam Redaksi’, penulis mendeklarasikan bahwa tabloid ini sebagai media dakwah dan pendidikan islam yang menyasar kalangan jamaah masjid, pesantren dan fasilitas pendidikan lain.
Beberapa konten yang terdapat dalam tabloid tersebut memang menyerempet calon Presiden no 02, misalnya untuk artikel yang berjudul “Membohongi Publik Untuk Kemenangan Politik?”
Dalam artikel tersebut disebutkan obvious lies (kebohongan tersurat) sangatlah mirip dengan langkah – langkah yang dilakukan kubu Prabowo. Hanya saja dalam artikel tersebut tidak ada pernyataan dari pasangan dengan nomor urut 02. Pun demikian dengan laporan utama mereka terkait “Reuni 212”.
Temuan tabloid tersebut kini dalam pengusutan Bawaslu dan Kepolisian. Namun karena terkait media, pengusutannya berkoordinasi dengan Dewan Pers untuk memastikan tabloid itu merupakan media resmi atau bukan.
Para politisi yang akan berlaga dalam panggung Pemilu 2019, bisa saja memilih media seperti koran ataupun tabloid sebagai alat propaganda dan penyebar hoax yang kontroversial.
Meski propaganda merupakan hal yang sudah lama dalam ranah politik, namun belakangan ini propaganda selalu diasosiasikan dengan pendekatan yang manipulatif dan tak jarang membuatnya identik dengan hoax.
Professor ilmu Politik Lannes Smith, menyebut propaganda sebagai upaya yang tersistematis untuk memanipulasi keyakinan, sikap, persepsi atau tindakan tertentu yang dilakukan dengan menggunakan simbol – simbol tertentu seperti spanduk, musik, tulisan – tulisan dan bahkan cara berpakaian sekalipun.
Di tengah semakin meningkatnya apatisme politik dan wacana golput, drama seperti ini justru akan semakin membuat publik semakin jenuh dengan segala polemik politik yang ada.
Ratna Dewi selaku Komisioner Bawaslu menyebutkan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan takmir masjid terkait pengedaran tabloid tersebut, meski demikian, ia menilai bahwa konten dari tabloid tersebut tidak berunsur kampanye.
Menyikapi hal ini, semestinya Bawaslu tidak perlu terlalu reaktif jika memang di dalam tabloid tersebut tidak mengandung unsur hoax. Di sisi lain Bawaslu juga memiliki tugas untuk menghentikan operasional Obor Rakyat dan Tabloid Kaffah yang terbukti membawa paham khilafah, menyebarkan konten berita bohong maupun fitnah maupun kampanye hitam.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews